PALANGKA RAYA-Pemilihan kepala desa
(Pilkades) serentak di Katingan sudah bergulir 25 November lalu. Tapi, masih
ada calon kades yang merasa keberatan dengan hasil dan proses pemilihan yang
dilaksanakan secara langsung tersebut. Salah satunya datang dari calon Kades Hampalit,
Kecamatan Katingan Hilir nomor urut 2, Anom.
Pria kelahiran tahun 1970 itu menduga proses
pemilihan pilkades tidak berlangsung normal. Beberapa kejanggalan disampaikan
saat mengunjungi Gedung Biru Kalteng Pos di Palangka Raya, Rabu (11/12).
Anom, didampingi istrinya mencium aroma kecurangan.
Di antaranya, panitia pilkades diduga memungut biaya kepada para calon kades
yang saat itu ada lima orang. Biaya-biaya itu untuk biaya pencabutan nomor Rp 1
juta, biaya bimtek TPS/KPS Rp300 ribu, dan biaya penyampaian visi misi
Rp1.450.000.
“Saya baru tahu setelah pemilihan, kalau semua biaya
pilkades ditanggung pemerintah,†katanya.
Panitia menurutnya tidak menjalankan tugasnya secara
netral. Contohnya, di TPS 6, kotak suara dibuka sebelum saksi-saksi dari para calon
kades hadir. Hal itu menurutnya bertentangan dengan Perda Kabupaten Katingan
Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 21 Ayat 1 tentang Pilkades.
Pihaknya menemukan panitia menyerahkan undangan
pemilih kepada orang yang tidak sesuai tertera di undangan, dan menyuruh untuk
memilih ke salah satu calon. “Salah satu warga dan keluarganya yang jelas-jelas
terdaftar di DPT tidak diperkenankan melakukan pencoblosan pada TPS nomor 3,
hal ini jelas menghilangkan hak masyarakat. Belum lagi di TPS nomor 6, terdapat
undangan ganda, di mana satu orang memiliki dua surat undangan,†tegasnya.
Hasil dari temuan-temuan itu, pihaknya sudah
mengirimkan surat keberatan atas proses pemungutan suara itu kepada camat
Kecamatan Katingan Hilir, kapolres Katingan, bupati Karingan, dan sudah mengirim
surat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya. “Dengan
temuan-temuan yang kami terima di lapangan, meminta pilkades di Desa Hampalit
harus diulang,†pintanya.
Ketua Panitia Pilkades Hampalit, Adityawarman ketika
dikonfirmasi Kalteng Pos terkait tudingan dugaan kecurangan yang mengarah
kepada dirinya, membantah keras. “Semua itu alibi dia (Anom, red) saja, karena
sudah kalah,†ujarnya.
Terkait dugaan kecurangan, salah satunya penarikan
biaya, dia meluruskan, jika biaya untuk biaya proses pencabutan nomor, bimtek,
dan biaya operasional penyampaian visi misi itu sebelumnya sudah melalui tahap
musyawarah.
“Itu hasil musyawarah. Pemerintah tidak memberikan
biaya untuk itu. Pemerintah hanya memberi anggaran untuk honor panitia, dan
keperluan untuk pemungutan suara,†jelasnya per telepon, tadi malam (12/12).
Dirinya mengaku sudah menerima dua kali surat
terkait keberatan dari calon momor urut 2. “Pokoknya saya siap saja. Siap
dibuktikan saja di PTUN,†tutupnya. (ram/k100/nto)