33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kepala Daerah Perlu Identifikasi Masyarakat Adat dan Potensinya

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pentingnya identifikasi masyarakat adat
beserta berbagai potensinya, hendaknya disikapi kepala daerah dalam hal ini
gubernur, bupati maupun wali kota di Kalteng. Hal ini akan semakin memacu
hadirnya hutan adat di wilayahnya yang merupakan hak masyarakat adat. Demikian
diungkapkan Ketua Jaringan Pengamat Pembangunan (JPP) Kalteng Hendra Iban di
Palangka Raya, Senin (10/5).

Dengan demikian, lanjutnya, akan
menunjang kreativitas kepala daerah dalam memanfaatkan potensi di daerahnya,
bersinergi dengan masyarakat adat agar semakin produktif dalam kehidupannya.
Sebagai bagian dari masyarakat yang dipimpinnya seoptimal mungkin dalam era
otonomi daerah.

“Sebagai kewajiban kepala
daerah bagi kemajuan daerahnya dan kemakmuran rakyatnya,” terang Hendra
Iban.

Diterangkannya, merawat
masyarakat adat adalah merawat kebhinnekaan dalam kehidupan persatuan. Menjaga
masyarakat adat adalah menjaga Indonesia dan Pancasila sesuai Amanat Trisakti
Bung Karno sebagai Bapak Pendiri Indonesia yaitu berkepribadian dalam
kebudayaan.

Masyarakat yang tinggal di
pedesaan, termasuk masyarakat adat, justru menjadi tempat yang paling aman
bahkan bisa memenuhi kebutuhan stok pangan masyarakat perkotaan. Hal ini
ditandai dengan di setiap huma betang atau rumah kehidupan bagi masyarakat adat
Dayak selalu ada rumah penyimpanan padi sebagai makanan utama masyarakat adat
dayak yang dinamakan lusuk, jurong,
jurung
atau bajurung atau
berbagai nama lainnya.

Baca Juga :  Bartim Sinergikan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal

“Lusuk, jurong, jurung atau bajurung
atau berbagai nama lainnya ini, berguna dalam menjaga stok ketahanan pangan
bagi masyarakat, menunjukkan bahwa masyarakat adat adalah aset pembangunan,
aktor pembangunan,” katanya.

“Maupun potensi yang
seharusnya menjadi kekuatan bagi daerah (Kalimantan Tengah) dan Indonesia
terutama di masa pandemi COVID-19,” lanjutnya.

Kewajiban negara mengayomi
masyarakat adat sama seperti negara mengayomi penduduknya, karena negara
membutuhkan masyarakat adat sama seperti negara membutuhkan penduduk sebagai
syarat sahnya suatu negara.

Contohnya seperti pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) merupakan kewajiban negara, karena negara memerlukan data
administrasi penduduknya. Bagi warga negara bisa saja tanpa KTP karena sebelum
Indonesia ada, sudah ada berbagai macam bangsa pribumi yang menetap di tanah
nusantara ini sebagai perikehidupannya secara turun temurun.

Baca Juga :  Jadi Orang Kedua Disuntik Vaksin Covid-19, Ini Kata Kapolres Katingan

Tetapi bagi negara, kewajiban
bagi negara mendata penduduknya, sehingga begitu pula masyarakat adat,
merupakan kewajiban pemerintah mendekatkan negara kepada masyarakat adat dengan
tidak menciptakan jarak dengan masyarakat adat dalam berbagai kebijakan negara
terhadap masyarakat adat.

“Seperti halnya aturan
tentang hutan adat dalam Permen LHK P.83 tentang perhutanan sosial, karena kita
meyakini hutan akan lestari dan lebih baik apabila dikelola oleh masyarakat
adat,” terangnya.

Investasi berkeadilan yang
bermanfaat, mengingat hutan tempat kehidupan masyarakat Dayak yaitu “eka malan manana satiar bausaha
tempat berusaha dan mencari hasil alam bagi penghidupan telah berubah, bentang
alam berubah, hidup tidak lagi sama seperti dulu tapi kehidupan terus berjalan.

“Inilah bermaknanya konsep
manyalamat petak danum yaitu kegiatan manyanggar,
pali, mamapas lewu
, adanya pengadilan adat, sanksi adat dan transformasi sosial
yang terjadi,” terangnya.

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pentingnya identifikasi masyarakat adat
beserta berbagai potensinya, hendaknya disikapi kepala daerah dalam hal ini
gubernur, bupati maupun wali kota di Kalteng. Hal ini akan semakin memacu
hadirnya hutan adat di wilayahnya yang merupakan hak masyarakat adat. Demikian
diungkapkan Ketua Jaringan Pengamat Pembangunan (JPP) Kalteng Hendra Iban di
Palangka Raya, Senin (10/5).

Dengan demikian, lanjutnya, akan
menunjang kreativitas kepala daerah dalam memanfaatkan potensi di daerahnya,
bersinergi dengan masyarakat adat agar semakin produktif dalam kehidupannya.
Sebagai bagian dari masyarakat yang dipimpinnya seoptimal mungkin dalam era
otonomi daerah.

“Sebagai kewajiban kepala
daerah bagi kemajuan daerahnya dan kemakmuran rakyatnya,” terang Hendra
Iban.

Diterangkannya, merawat
masyarakat adat adalah merawat kebhinnekaan dalam kehidupan persatuan. Menjaga
masyarakat adat adalah menjaga Indonesia dan Pancasila sesuai Amanat Trisakti
Bung Karno sebagai Bapak Pendiri Indonesia yaitu berkepribadian dalam
kebudayaan.

Masyarakat yang tinggal di
pedesaan, termasuk masyarakat adat, justru menjadi tempat yang paling aman
bahkan bisa memenuhi kebutuhan stok pangan masyarakat perkotaan. Hal ini
ditandai dengan di setiap huma betang atau rumah kehidupan bagi masyarakat adat
Dayak selalu ada rumah penyimpanan padi sebagai makanan utama masyarakat adat
dayak yang dinamakan lusuk, jurong,
jurung
atau bajurung atau
berbagai nama lainnya.

Baca Juga :  Bartim Sinergikan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal

“Lusuk, jurong, jurung atau bajurung
atau berbagai nama lainnya ini, berguna dalam menjaga stok ketahanan pangan
bagi masyarakat, menunjukkan bahwa masyarakat adat adalah aset pembangunan,
aktor pembangunan,” katanya.

“Maupun potensi yang
seharusnya menjadi kekuatan bagi daerah (Kalimantan Tengah) dan Indonesia
terutama di masa pandemi COVID-19,” lanjutnya.

Kewajiban negara mengayomi
masyarakat adat sama seperti negara mengayomi penduduknya, karena negara
membutuhkan masyarakat adat sama seperti negara membutuhkan penduduk sebagai
syarat sahnya suatu negara.

Contohnya seperti pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) merupakan kewajiban negara, karena negara memerlukan data
administrasi penduduknya. Bagi warga negara bisa saja tanpa KTP karena sebelum
Indonesia ada, sudah ada berbagai macam bangsa pribumi yang menetap di tanah
nusantara ini sebagai perikehidupannya secara turun temurun.

Baca Juga :  Jadi Orang Kedua Disuntik Vaksin Covid-19, Ini Kata Kapolres Katingan

Tetapi bagi negara, kewajiban
bagi negara mendata penduduknya, sehingga begitu pula masyarakat adat,
merupakan kewajiban pemerintah mendekatkan negara kepada masyarakat adat dengan
tidak menciptakan jarak dengan masyarakat adat dalam berbagai kebijakan negara
terhadap masyarakat adat.

“Seperti halnya aturan
tentang hutan adat dalam Permen LHK P.83 tentang perhutanan sosial, karena kita
meyakini hutan akan lestari dan lebih baik apabila dikelola oleh masyarakat
adat,” terangnya.

Investasi berkeadilan yang
bermanfaat, mengingat hutan tempat kehidupan masyarakat Dayak yaitu “eka malan manana satiar bausaha
tempat berusaha dan mencari hasil alam bagi penghidupan telah berubah, bentang
alam berubah, hidup tidak lagi sama seperti dulu tapi kehidupan terus berjalan.

“Inilah bermaknanya konsep
manyalamat petak danum yaitu kegiatan manyanggar,
pali, mamapas lewu
, adanya pengadilan adat, sanksi adat dan transformasi sosial
yang terjadi,” terangnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru