MUARA TEWEH-Perselisihan
warga Kecamatan Lahei Barat dengan PT Permata Indah Sinergi (PIS) terkait ganti
rugi tanah terus berlanjut hingga ke gedung dewan. DPRD Kabupaten Barito Utara
(Batara) harus turun tangan untuk ikut menyelesaikan.
DPRD Kabupaten Batara
pun menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pada Kamis, (16/1). Pihak terkait dan
yang berseteru, baik warga dan perwakilan perusahaan diminta hadir. Dalam RDP
ini, beberapa warga mengaku tanahnya belum diberikan ganti rugi oleh PT PIS.
Pada forum ini, Kepala
Desa Benao Hilir Rahim mengatakan, pihaknya sudah melaporkan permasalahan sengketa
ini ke Kecamatan Lahei Barat, karena, penyelesaian di desa menemui jalan buntu.
“Memang ada
sengketa, misalnya saja tanah di Km 15 yang dijadikan perusahaan sebagai gudang
bahan peledak,” ujar kades Benao Hilir itu.
Sementara itu, Project
Manager PT PIS Arnoldus Wea alias Arno membantah bahwa mereka tidak membayar
ganti rugi atau tali asih kepada pemilik tanah. Per hektare tanah yang diganti rugi
oleh perusahaan tambang ini antara Rp10-14 juta.
Menurutnya, perusahaan sudah
mengganti rugi kepada pemilik tanah. Tetapi, setelah diganti rugi, ternyata ada
warga lain yang menyatakan itu tanahnya. “Kami akan klarifikasi ke pemilik tahan
di utara, selatan, timur, dan barat mengenai ini,†katanya.
Menanggapi perselisihan
ini, Anggota DPRD Kabupaten Batara dari PDI Perjuangan, Henny Rosgiaty Rusli
menyarankan kepada PT PIS agar dapat bekerja sama dengan kepala desa dalam hal
pembebasan lahan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari adannya tumpang
tindih kepemilikan tanah.
“Kami selaku anggota
dewan tidak memihak ke siapa-siapa, namun dewan membantu untuk mencarikan
solusi agar pihak perusahan nyaman dalam bekerja dan masyarakat bisa
sejahtera,†kata Henny.
Sementara itu, Ketua
Komisi III DPRD Kabupaten Batara, H Tajeri menyoroti harga tanah yang diganti
rugi oleh perusahaan ini. Baginya, nilai ganti rugi Rp10-14 juta untuk per
hektare tanah tidak wajar.
“Saya juga mau
beli kalau harganya seperti itu. Silakan jual kesaya,” cetusnya.
Dia pun minta kepada
perusahaan untuk mengganti rugi kembali kepada warga yang memang betul-betul
pemilik lahan yang sah dengan harga yang wajar.
Hal senada juga
diungkapkan Hj Netty Herawati. Anggota dewan periode 2019-2024 ini juga menilai
ganti ruginya tidak wajar.
“Apakah wajar
harga tanah per hektarnya Rp10 juta,” ungkapnya.
Dalam forum tersebut disepakati bahwa pemilik
lahan, perusahaan dan tokoh-tokoh adat harus duduk bersama dulu untuk
menyelesaikan permasalahan sengketa lahan tumpang tindih ini. Harus ada
kejelasan dan musyawarah serta mufakat dalam waktu maksimal 15 hari ke depan. (adl/uni)