33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Mantan Dirut Garuda Dua Kali Jadi Tersangka, Akhirnya Ditahan

JAKARTA – Mantan Dirut
PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar
dua kali ditetapkan sebagai tersangka. Dua kasus yang dijeratkan kepadanya
adalah suap dan tindak pidana pencucian uang.

Usai resmi ditetapkan sebagai
tersangka, Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan
terhadap mantan Emirsyah Satar.

Kali ini, status tersangka itu
dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebelumnya, Emirsyah adalah
tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbud SAS dan
Rolls-Royce PLC.

Status tersangka kasus suap
sendiri sudah disandang hampir sejak dua tahun lalu.

Saat digelandang petugas ke mobil
tahanan, Emirsyah tak banyak membalas cecaran pertanyaan wartawan.

“Tanya Pak Luhut,” ujar Emir saat
dicecar pertanyaan oleh awak media di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan,
Rabu (7/8).

Untuk diketahui, Luhut yang
dimaksud Emisyah adalah kuasa hukumnya, Luhut Pangaribu, yang mendampinginya
dalam perkara dugaan suap dan TPPU.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad
Syarif menyatakan, selain Emirsyah, pihaknya juga menetapkan Beneficial Owner
Connaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo dalam kasus yang sama.

“TPPU. Tersangka pertama ESA,
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode 2005-2014.
Tersangka kedua SS,” kata Syarif.

Baca Juga :  Sempat Kabur, Pelaku Tabrak Lari Hingga Korban Tewas Kini Mulai Menja

Syarif menjelaskan, KPK memulai
penyidikan TPPU berdasarkan sejumlah temuan baru.

Diantaranya, pemberian uang dari
Soetikno kepada Emirsyah serta tersangka baru, yakni Direktur Teknik
Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (HDS) untuk membayar
sejumlah aset.

Diduga, Emirsyah mendapat uang
uang suap dari Soetikno Soedarjo sebesar Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah
di Pondok Indah.

“680 ribu dollar AS dan 1,02 juta
euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta
dollar Singapura untuk pelunasan apartemen milik ESA di Singapura,” jelas dia.

Untuk program peremajaan pesawat,
Emirsyah Satar melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan
pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran USD.

Yakni kontrak pembelian mesin
Trent seri 700 dan perawatan mesin atau Total Care Program dengan perusahaan
Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan
perusahaan Airbus S.A.S.

Juga kontrak pembelian pesawat
ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak
pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace
Commercial Aircraft.

Baca Juga :  Mantan Anggota Ditangkap Polisi di Jalan Kerinci, Ini Kasusnya

“Selaku Konsultan
Bisnis/Komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, SS (Soetikno Soedarjo)
diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut,”

“Selain itu, SS juga diduga
menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management
Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari
Bombardier,” ucap Syarif.

Sedangkan untuk Hadinoto, lanjut
Laode, SS juga diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar dan 477 ribu euro
ke rekening Hadinoto di Singapura.

“Untuk HDS (Hadinoto Soedigno),
SS diduga memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening HDS di
Singapura,” papar Syarif.

Atas tindak pidana yang diduga
dilakukannya, Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12
huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (ruh/pojoksatu/kpc)

JAKARTA – Mantan Dirut
PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar
dua kali ditetapkan sebagai tersangka. Dua kasus yang dijeratkan kepadanya
adalah suap dan tindak pidana pencucian uang.

Usai resmi ditetapkan sebagai
tersangka, Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung melakukan penahanan
terhadap mantan Emirsyah Satar.

Kali ini, status tersangka itu
dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebelumnya, Emirsyah adalah
tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbud SAS dan
Rolls-Royce PLC.

Status tersangka kasus suap
sendiri sudah disandang hampir sejak dua tahun lalu.

Saat digelandang petugas ke mobil
tahanan, Emirsyah tak banyak membalas cecaran pertanyaan wartawan.

“Tanya Pak Luhut,” ujar Emir saat
dicecar pertanyaan oleh awak media di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan,
Rabu (7/8).

Untuk diketahui, Luhut yang
dimaksud Emisyah adalah kuasa hukumnya, Luhut Pangaribu, yang mendampinginya
dalam perkara dugaan suap dan TPPU.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad
Syarif menyatakan, selain Emirsyah, pihaknya juga menetapkan Beneficial Owner
Connaught International Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo dalam kasus yang sama.

“TPPU. Tersangka pertama ESA,
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode 2005-2014.
Tersangka kedua SS,” kata Syarif.

Baca Juga :  Sempat Kabur, Pelaku Tabrak Lari Hingga Korban Tewas Kini Mulai Menja

Syarif menjelaskan, KPK memulai
penyidikan TPPU berdasarkan sejumlah temuan baru.

Diantaranya, pemberian uang dari
Soetikno kepada Emirsyah serta tersangka baru, yakni Direktur Teknik
Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (HDS) untuk membayar
sejumlah aset.

Diduga, Emirsyah mendapat uang
uang suap dari Soetikno Soedarjo sebesar Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah
di Pondok Indah.

“680 ribu dollar AS dan 1,02 juta
euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta
dollar Singapura untuk pelunasan apartemen milik ESA di Singapura,” jelas dia.

Untuk program peremajaan pesawat,
Emirsyah Satar melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan
pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran USD.

Yakni kontrak pembelian mesin
Trent seri 700 dan perawatan mesin atau Total Care Program dengan perusahaan
Rolls Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan
perusahaan Airbus S.A.S.

Juga kontrak pembelian pesawat
ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak
pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace
Commercial Aircraft.

Baca Juga :  Mantan Anggota Ditangkap Polisi di Jalan Kerinci, Ini Kasusnya

“Selaku Konsultan
Bisnis/Komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, SS (Soetikno Soedarjo)
diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut,”

“Selain itu, SS juga diduga
menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management
Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari
Bombardier,” ucap Syarif.

Sedangkan untuk Hadinoto, lanjut
Laode, SS juga diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar dan 477 ribu euro
ke rekening Hadinoto di Singapura.

“Untuk HDS (Hadinoto Soedigno),
SS diduga memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening HDS di
Singapura,” papar Syarif.

Atas tindak pidana yang diduga
dilakukannya, Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12
huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (ruh/pojoksatu/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru