PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah (Kalteng) sepanjang tahun 2025 menunjukkan dinamika yang unik.
Meski secara kuantitas produksi dan ekspor mengalami peningkatan signifikan, secara klasifikasi administratif banyak pelaku usaha yang justru “turun kelas” menjadi usaha mikro.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kalteng, Rahmawati, mengungkapkan fenomena ini terjadi akibat perubahan regulasi klasifikasi UMKM. Ambang batas (threshold) omzet usaha kecil yang sebelumnya Rp500 juta, kini dinaikkan menjadi Rp1 miliar.
“Jadi sekarang banyak yang turun status jadi mikro karena aturan baru tersebut. Namun, kami sudah sampaikan ke DPR RI bahwa ini bukan penurunan kinerja, melainkan dampak regulasi yang menuntut omzet tinggi,” ujarnya saat diwawancarai, Selasa (30/12/2025).
Rahmawati menegaskan. Meski secara status administratif terlihat stagnan atau turun, realitas produksi di lapangan justru meningkat pesat. Tahun 2025 menjadi momentum emas bagi produk lokal Kalteng di pasar global.
“Produk Bawang Dayak kita sudah diterima di 80 negara. Selain itu, tepung ikan nila kita juga berhasil diekspor ke Eropa sebagai bahan baku susu karena kandungan kalsiumnya yang tinggi. Ini membuktikan produksi kita meningkat,” tambahnya.
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM, saat ini terdapat 164.000 unit UMKM di Kalteng yang berada dalam pendampingan. Menariknya, sektor ini didominasi oleh kaum hawa.
“Sekitar 80 persen pelaku usaha kita adalah wanita, sisanya baru pria. Untuk sebaran wilayah, konsentrasi terbesar ada di Kota Palangka Raya dengan 22.000 pelaku usaha, disusul Sampit (Kotawaringin Timur) dan Kapuas,” jelas Cahyani.
Untuk dukungan permodalan, pada tahun 2025 pemerintah melalui Kementerian UMKM telah mengalokasikan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai total Rp2,8 triliun untuk 38.000 penerima melalui Bank Himbara.
Di balik capaian tersebut, kendala ketersediaan bahan baku masih menjadi pekerjaan rumah utama, khususnya untuk produk berbasis perikanan liar seperti Ikan Pipih yang bersifat musiman.
“Kendala kita bahan baku. Saat permintaan pasar tinggi, barangnya langka. Beda dengan buah naga atau bahan pertanian yang selalu tersedia,” paparnya.
Selain itu, efisiensi anggaran daerah (rasionalisasi) yang mencapai 60 persen di Dinas Koperasi juga berdampak pada pola pembinaan. Ke depan, bantuan tidak lagi bersifat hibah finansial langsung secara masif, melainkan difokuskan pada pelatihan dan pendampingan.
Menatap tahun 2026, Pemprov Kalteng akan memfokuskan program pada pembentukan “Kampung UMKM” di lima titik strategis. Syarat utamanya adalah ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan.
“Rencananya di Kapuas untuk Kampung Tepung karena swasembada beras, Barito Selatan untuk Nanas, Sukamara untuk Kampung Purun, dan Pangkalan Bun sebagai sentra perikanan. Palangka Raya juga akan menjadi salah satu titik fokus,” pungkasnya. (*/her)


