28.2 C
Jakarta
Sunday, June 1, 2025

Gubernur Kalteng Larang Truk Over Tonase, Jalan Umum Bukan Jalur Industri

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran menegaskan pelarangan keras terhadap kendaraan bertonase berlebih yang melintas di jalan umum. Ia menyatakan, jalur utama yang dibangun untuk mendukung mobilitas masyarakat tidak boleh disalahgunakan sebagai lintasan industri ekstraktif.

Langkah ini diambil menyusul rusaknya sejumlah ruas jalan strategis akibat aktivitas angkutan berat milik perusahaan besar swasta (PBS). Dalam inspeksi mendadak di ruas Palangka Raya–Gunung Mas, Selasa (27/5), Agustiar menyebut pelanggaran tonase berdampak langsung pada kerusakan infrastruktur dan membahayakan keselamatan pengguna jalan.

“Keselamatan dan kelancaran lalu lintas merupakan tanggung jawab bersama. Kami akan terus melakukan pengawasan dan penertiban di lapangan. Tidak boleh ada lagi kendaraan yang membawa muatan berlebih, karena dampaknya sangat merugikan masyarakat dan mempercepat kerusakan jalan,” tegasnya.

Agustiar juga menyoroti banyaknya kendaraan pengangkut hasil industri yang masih menggunakan pelat nomor dari luar daerah. Hal ini, menurutnya, menyulitkan pengawasan dan tidak memberikan kontribusi fiskal kepada daerah.

“Kami berharap seluruh angkutan yang beroperasi di Kalteng wajib menggunakan pelat nomor Kalimantan Tengah. Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga soal keadilan fiskal. Mereka memakai jalan kita, merusaknya, tetapi tidak membayar pajak ke daerah, ini tidak adil,” ucapnya.

Pengawasan akan diperketat, terutama di jalur vital seperti Palangka Raya–Kuala Kurun. Pemerintah juga akan memanggil PBS yang terbukti melanggar kesepakatan batas tonase di ruas tersebut.

Pemprov Kalteng sebelumnya telah mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk peningkatan jalan Palangka Raya–Gunung Mas. Namun, pembangunan itu terancam sia-sia akibat pelanggaran oleh sejumlah perusahaan.

Baca Juga :  Kalteng Siap Pertahankan Stabilisasi Harga Barang dan Jasa

Sidak ini menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga infrastruktur publik. Gubernur pun mengimbau seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan demi keberlangsungan pembangunan dan keselamatan bersama.

“Bukannya kami antiinvestasi, tetapi harus patuh aturan. Jangan sampai pembangunan infrastruktur yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat, justru rusak akibat ketidakpatuhan sebagian pihak. Ini peringatan keras, dan akan terus kami tindak tegas,” kata Agustiar.

Kebijakan larangan kendaraan dengan muatan lebih dari 8 ton di ruas Palangka Raya–Kuala Kurun resmi berlaku mulai 29 Mei 2025, bertepatan dengan dimulainya proyek perbaikan jalan berupa pembangunan box culvert dan pengaspalan.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari kalangan mahasiswa, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Tengah. Ketua Umum BADKO HMI Kalteng, Restu Ronggo Wicaksono, menilai langkah tersebut mencerminkan kesadaran pemerintah dalam menjaga keberlanjutan infrastruktur dan keselamatan masyarakat.

“Jalan adalah urat nadi mobilitas rakyat. Ketika urat itu terus ditekan tanpa batas, yang rusak bukan hanya aspalnya, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ujarnya, Kamis (29/5).

Menurutnya, larangan tersebut bukan bentuk pembatasan aktivitas, melainkan perlindungan atas hak publik. Masyarakat selama ini menjadi korban utama kerusakan jalan akibat kendaraan berat perusahaan.

“Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai berpihak pada keselamatan rakyat kecil, bukan semata-mata pada kepentingan ekonomi korporasi,” jelasnya.

Baca Juga :  Gubernur Dukung Proyek Pembangunan Bendungan Muara Joloi Masuk PSN

Restu menekankan larangan ini perlu diterapkan konsisten hingga sistem logistik dan kapasitas jalan diperbaiki secara menyeluruh. Menurutnya, pembangunan jalur khusus angkutan berat adalah solusi jangka panjang yang harus segera diwujudkan.

“Untuk saat ini, larangan ini adalah solusi realistis yang melindungi lebih banyak orang daripada merugikan,” tambahnya.

Ia juga mengkritisi buruknya kondisi jalan Palangka Raya–Kuala Kurun, yang kerap rusak terutama saat musim hujan. Kondisi ini dianggap sebagai cermin dari pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan.

“Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi tanggung jawab bersama untuk merumuskan kebijakan jangka panjang. Sudah saatnya kita berhenti memperlakukan jalan umum sebagai jalur logistik industri ekstraktif tanpa kontrol,” tegas Restu.

HMI Kalteng pun mengingatkan perusahaan agar tidak sewenang-wenang memanfaatkan fasilitas publik demi kepentingan bisnis. Restu menegaskan pentingnya kontribusi nyata dari korporasi dalam pemeliharaan infrastruktur.

“CSR bukan sekadar menanam pohon atau membagi sembako, tetapi bagaimana mereka berkontribusi langsung terhadap infrastruktur yang mereka manfaatkan. Jangan hanya ambil hasil alam Kalimantan Tengah, lalu mengabaikan dampaknya,” ucapnya.

Ia mengapresiasi ketegasan pemerintah dalam menertibkan arus logistik berat, namun menegaskan perlunya rencana jangka panjang yang terukur. HMI Kalteng juga menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis, mulai dari percepatan pembangunan jalur logistik khusus, penegakan hukum tanpa diskriminasi, hingga pelibatan publik dalam pengawasan anggaran jalan.

“Kami akan terus mengawal kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan rakyat,” tandasnya. (ovi/ce/ala/kpg)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Gubernur Kalimantan Tengah H. Agustiar Sabran menegaskan pelarangan keras terhadap kendaraan bertonase berlebih yang melintas di jalan umum. Ia menyatakan, jalur utama yang dibangun untuk mendukung mobilitas masyarakat tidak boleh disalahgunakan sebagai lintasan industri ekstraktif.

Langkah ini diambil menyusul rusaknya sejumlah ruas jalan strategis akibat aktivitas angkutan berat milik perusahaan besar swasta (PBS). Dalam inspeksi mendadak di ruas Palangka Raya–Gunung Mas, Selasa (27/5), Agustiar menyebut pelanggaran tonase berdampak langsung pada kerusakan infrastruktur dan membahayakan keselamatan pengguna jalan.

“Keselamatan dan kelancaran lalu lintas merupakan tanggung jawab bersama. Kami akan terus melakukan pengawasan dan penertiban di lapangan. Tidak boleh ada lagi kendaraan yang membawa muatan berlebih, karena dampaknya sangat merugikan masyarakat dan mempercepat kerusakan jalan,” tegasnya.

Agustiar juga menyoroti banyaknya kendaraan pengangkut hasil industri yang masih menggunakan pelat nomor dari luar daerah. Hal ini, menurutnya, menyulitkan pengawasan dan tidak memberikan kontribusi fiskal kepada daerah.

“Kami berharap seluruh angkutan yang beroperasi di Kalteng wajib menggunakan pelat nomor Kalimantan Tengah. Ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga soal keadilan fiskal. Mereka memakai jalan kita, merusaknya, tetapi tidak membayar pajak ke daerah, ini tidak adil,” ucapnya.

Pengawasan akan diperketat, terutama di jalur vital seperti Palangka Raya–Kuala Kurun. Pemerintah juga akan memanggil PBS yang terbukti melanggar kesepakatan batas tonase di ruas tersebut.

Pemprov Kalteng sebelumnya telah mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk peningkatan jalan Palangka Raya–Gunung Mas. Namun, pembangunan itu terancam sia-sia akibat pelanggaran oleh sejumlah perusahaan.

Baca Juga :  Kalteng Siap Pertahankan Stabilisasi Harga Barang dan Jasa

Sidak ini menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga infrastruktur publik. Gubernur pun mengimbau seluruh pelaku usaha agar mematuhi aturan demi keberlangsungan pembangunan dan keselamatan bersama.

“Bukannya kami antiinvestasi, tetapi harus patuh aturan. Jangan sampai pembangunan infrastruktur yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat, justru rusak akibat ketidakpatuhan sebagian pihak. Ini peringatan keras, dan akan terus kami tindak tegas,” kata Agustiar.

Kebijakan larangan kendaraan dengan muatan lebih dari 8 ton di ruas Palangka Raya–Kuala Kurun resmi berlaku mulai 29 Mei 2025, bertepatan dengan dimulainya proyek perbaikan jalan berupa pembangunan box culvert dan pengaspalan.

Kebijakan ini mendapat dukungan dari kalangan mahasiswa, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Tengah. Ketua Umum BADKO HMI Kalteng, Restu Ronggo Wicaksono, menilai langkah tersebut mencerminkan kesadaran pemerintah dalam menjaga keberlanjutan infrastruktur dan keselamatan masyarakat.

“Jalan adalah urat nadi mobilitas rakyat. Ketika urat itu terus ditekan tanpa batas, yang rusak bukan hanya aspalnya, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ujarnya, Kamis (29/5).

Menurutnya, larangan tersebut bukan bentuk pembatasan aktivitas, melainkan perlindungan atas hak publik. Masyarakat selama ini menjadi korban utama kerusakan jalan akibat kendaraan berat perusahaan.

“Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai berpihak pada keselamatan rakyat kecil, bukan semata-mata pada kepentingan ekonomi korporasi,” jelasnya.

Baca Juga :  Gubernur Dukung Proyek Pembangunan Bendungan Muara Joloi Masuk PSN

Restu menekankan larangan ini perlu diterapkan konsisten hingga sistem logistik dan kapasitas jalan diperbaiki secara menyeluruh. Menurutnya, pembangunan jalur khusus angkutan berat adalah solusi jangka panjang yang harus segera diwujudkan.

“Untuk saat ini, larangan ini adalah solusi realistis yang melindungi lebih banyak orang daripada merugikan,” tambahnya.

Ia juga mengkritisi buruknya kondisi jalan Palangka Raya–Kuala Kurun, yang kerap rusak terutama saat musim hujan. Kondisi ini dianggap sebagai cermin dari pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan.

“Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi tanggung jawab bersama untuk merumuskan kebijakan jangka panjang. Sudah saatnya kita berhenti memperlakukan jalan umum sebagai jalur logistik industri ekstraktif tanpa kontrol,” tegas Restu.

HMI Kalteng pun mengingatkan perusahaan agar tidak sewenang-wenang memanfaatkan fasilitas publik demi kepentingan bisnis. Restu menegaskan pentingnya kontribusi nyata dari korporasi dalam pemeliharaan infrastruktur.

“CSR bukan sekadar menanam pohon atau membagi sembako, tetapi bagaimana mereka berkontribusi langsung terhadap infrastruktur yang mereka manfaatkan. Jangan hanya ambil hasil alam Kalimantan Tengah, lalu mengabaikan dampaknya,” ucapnya.

Ia mengapresiasi ketegasan pemerintah dalam menertibkan arus logistik berat, namun menegaskan perlunya rencana jangka panjang yang terukur. HMI Kalteng juga menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis, mulai dari percepatan pembangunan jalur logistik khusus, penegakan hukum tanpa diskriminasi, hingga pelibatan publik dalam pengawasan anggaran jalan.

“Kami akan terus mengawal kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan rakyat,” tandasnya. (ovi/ce/ala/kpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/