34.6 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

Ilmuwan Inggris Sebut Lokasi Ibu Kota Baru Indonesia Rawan Tsunami

JAKARTA – Sekelompok ilmuwan Inggris dan Indonesia menyatakan,
bahwa ada potensi risiko tsunami di wilayah yang dipilih Pemerintah Indonesia
sebagai calon ibu kota baru.

Para peneliti tersebut menemukan,
bahwa tanah longsor bawah laut pernah beberapa kali terjadi di Selat Makassar,
antara pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Jika kejadian tanah longsor yang
paling besar terulang hari ini, tsunami akan muncul yang bisa membanjiri Teluk
Balikpapan daerah yang dekat dengan calon ibu kota.

Kendati adanya temuan tersbeut,
para tim peneliti yang terdiri dari ilmuwan Inggris dan Indonesia meminta untuk
tidak bereaksi berlebihan.

“Masih banyak pekerjaan yang
harus kami lakukan untuk menilai situasi ini dengan tepat. Namun demikian, ini
adalah sesuatu yang mungkin harus dipertimbangkan sebagai risiko oleh
pemerintah Indonesia meskipun kita hanya membicarakan peristiwa frekuensi rendah,
dampak tinggi,” kata Dr. Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University,
Inggris, Kamis (2/4).

Tim penelitiannya menggunakan
data seismik untuk menyelidiki sedimen dan strukturnya di dasar laut Makassar.
Survei tersebut mengungkap 19 zona di sepanjang selat tempat lumpur, pasir, dan
lanau jatuh ke lereng yang lebih dalam.

Beberapa peristiwa longsor ini
melibatkan material sebanyak ratusan kilometer kubik volume yang sangat mampu
mengganggu kolom air, dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.

“Tanah longsor ini atau yang kami
sebut Mass-Transport Deposits (MTD) cukup mudah dikenali dalam data seismik,”
jelas Dr. Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen, peneliti utama di
makalah yang memaparkan penelitian ini kepada BBC News.

“Tanah longsor tersebut berbentuk
lengkungan dan sedimen di dalamnya kaotis; bukan lapisan datar, teratur, dan
rata yang Anda harapkan. Saya memetakan 19 peristiwa, tetapi itu dibatasi oleh
resolusi data. Akan ada kejadian lainnya, yang terlalu kecil untuk saya lihat,”
sambungnya.

Baca Juga :  Kepala BIN Papua Tewas Ditembak KKB

Semua MTD berada di sisi barat
kanal dalam (3000m) yang melintasi Selat Makassar. Dan mereka juga sebagian
besar berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam di Pulau Kalimantan, yang
mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen setiap tahun.

Tim peneliti menduga material ini
terbawa oleh arus di selat dan kemudian tertimbun di perbatasan dasar laut yang
lebih dangkal dengan dasar laut yang lebih dalam.

Sedimen yang menumpuk dari waktu
ke waktu akhirnya roboh, barangkali dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat,
hal yang lazim di Indonesia.

Hal yang belum diketahui tim
peneliti saat ini ialah kapan tepatnya longsor bawah laut ini terjadi. Estimasi
terbaik para peneliti adalah dalam periode geologi saat ini jadi, dalam 2,6
juta tahun terakhir.

Sampel batuan yang diekstraksi
dari MTD bisa lebih memastikan usia mereka dan frekuensi kerobohan lereng dan
para ilmuwan sedang mencari pendanaan untuk melakukan ini.

Tim juga berencana mengunjungi
daerah pesisir Kalimantan untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba ini dan
membuat pemodelan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai.

“Penelitian ini memperkaya
pengetahuan komunitas geologi dan geofisika Indonesia akan bahaya sedimentasi
dan tanah longsor di Selat Makassar. Masa depan penelitian ilmu bumi adalah
menggunakan pendekatan terintegrasi dan multi-disiplin dengan kolaborasi
internasional,” kata Ben Sapiie, dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca Juga :  BRI Tutup Penjualan ORI020 Lampaui Target

Profesor Dan Parsons adalah
direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull, Inggris.
Kelompoknya juga mempelajari tanah longsor bawah laut di seluruh dunia.

“Yang menarik di sini ialah
bagaimana sedimen ini sedang tertimbun kembali dan menumpuk dari waktu ke waktu
di Selat Makassar oleh arus laut,” katanya.

“Sedimen ini menumpuk dan
kemudian roboh ketika menjadi tidak stabil. Kuncinya kemudian ialah mengidentifikasi
titik kritis, atau pemicu, yang menyebabkan longsor. Kami melakukan penelitian
serupa pada fjord, mengeksplorasi beberapa pemicu dan magnitudo dan frekuensi
longsor yang bisa terjadi.

“Peristiwa longsor terbesar dan
tsunami terbesar kemungkinan bakal terjadi ketika laju pengiriman sedimen
sangat tinggi tapi pemicunya jarang terjadi, sehingga ketika terjadi longsor
volumenya sangat besar.”

Indonesia mengalami dua peristiwa
tsunami yang disebabkan tanah longsor pada tahun 2018 ketika sisi gunung berapi
Anak Krakatau runtuh dan ketika gempa memicu tanah longsor di Teluk Palu,
Sulawesi.

Jadi memang ada kesadaran bahwa
tsunami bisa diakibatkan oleh sumber selain gempa megathrust di dasar laut
seperti yang terjadi di Sumatra pada tahun 2004.

Dapat diketahui, Presiden Joko
Widodo tahun lalu mengumumkan bahwa Indonesia akan memindahkan ibu kotanya dari
Jakarta ke Kalimantan Timur.

Pusat administrasi baru akan
dibangun di dua kabupaten – Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara – di
provinsi Kalimantan Timur, dekat dengan kota Balikpapan dan Samarinda.

JAKARTA – Sekelompok ilmuwan Inggris dan Indonesia menyatakan,
bahwa ada potensi risiko tsunami di wilayah yang dipilih Pemerintah Indonesia
sebagai calon ibu kota baru.

Para peneliti tersebut menemukan,
bahwa tanah longsor bawah laut pernah beberapa kali terjadi di Selat Makassar,
antara pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Jika kejadian tanah longsor yang
paling besar terulang hari ini, tsunami akan muncul yang bisa membanjiri Teluk
Balikpapan daerah yang dekat dengan calon ibu kota.

Kendati adanya temuan tersbeut,
para tim peneliti yang terdiri dari ilmuwan Inggris dan Indonesia meminta untuk
tidak bereaksi berlebihan.

“Masih banyak pekerjaan yang
harus kami lakukan untuk menilai situasi ini dengan tepat. Namun demikian, ini
adalah sesuatu yang mungkin harus dipertimbangkan sebagai risiko oleh
pemerintah Indonesia meskipun kita hanya membicarakan peristiwa frekuensi rendah,
dampak tinggi,” kata Dr. Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University,
Inggris, Kamis (2/4).

Tim penelitiannya menggunakan
data seismik untuk menyelidiki sedimen dan strukturnya di dasar laut Makassar.
Survei tersebut mengungkap 19 zona di sepanjang selat tempat lumpur, pasir, dan
lanau jatuh ke lereng yang lebih dalam.

Beberapa peristiwa longsor ini
melibatkan material sebanyak ratusan kilometer kubik volume yang sangat mampu
mengganggu kolom air, dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.

“Tanah longsor ini atau yang kami
sebut Mass-Transport Deposits (MTD) cukup mudah dikenali dalam data seismik,”
jelas Dr. Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen, peneliti utama di
makalah yang memaparkan penelitian ini kepada BBC News.

“Tanah longsor tersebut berbentuk
lengkungan dan sedimen di dalamnya kaotis; bukan lapisan datar, teratur, dan
rata yang Anda harapkan. Saya memetakan 19 peristiwa, tetapi itu dibatasi oleh
resolusi data. Akan ada kejadian lainnya, yang terlalu kecil untuk saya lihat,”
sambungnya.

Baca Juga :  Kepala BIN Papua Tewas Ditembak KKB

Semua MTD berada di sisi barat
kanal dalam (3000m) yang melintasi Selat Makassar. Dan mereka juga sebagian
besar berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam di Pulau Kalimantan, yang
mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen setiap tahun.

Tim peneliti menduga material ini
terbawa oleh arus di selat dan kemudian tertimbun di perbatasan dasar laut yang
lebih dangkal dengan dasar laut yang lebih dalam.

Sedimen yang menumpuk dari waktu
ke waktu akhirnya roboh, barangkali dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat,
hal yang lazim di Indonesia.

Hal yang belum diketahui tim
peneliti saat ini ialah kapan tepatnya longsor bawah laut ini terjadi. Estimasi
terbaik para peneliti adalah dalam periode geologi saat ini jadi, dalam 2,6
juta tahun terakhir.

Sampel batuan yang diekstraksi
dari MTD bisa lebih memastikan usia mereka dan frekuensi kerobohan lereng dan
para ilmuwan sedang mencari pendanaan untuk melakukan ini.

Tim juga berencana mengunjungi
daerah pesisir Kalimantan untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba ini dan
membuat pemodelan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai.

“Penelitian ini memperkaya
pengetahuan komunitas geologi dan geofisika Indonesia akan bahaya sedimentasi
dan tanah longsor di Selat Makassar. Masa depan penelitian ilmu bumi adalah
menggunakan pendekatan terintegrasi dan multi-disiplin dengan kolaborasi
internasional,” kata Ben Sapiie, dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca Juga :  BRI Tutup Penjualan ORI020 Lampaui Target

Profesor Dan Parsons adalah
direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull, Inggris.
Kelompoknya juga mempelajari tanah longsor bawah laut di seluruh dunia.

“Yang menarik di sini ialah
bagaimana sedimen ini sedang tertimbun kembali dan menumpuk dari waktu ke waktu
di Selat Makassar oleh arus laut,” katanya.

“Sedimen ini menumpuk dan
kemudian roboh ketika menjadi tidak stabil. Kuncinya kemudian ialah mengidentifikasi
titik kritis, atau pemicu, yang menyebabkan longsor. Kami melakukan penelitian
serupa pada fjord, mengeksplorasi beberapa pemicu dan magnitudo dan frekuensi
longsor yang bisa terjadi.

“Peristiwa longsor terbesar dan
tsunami terbesar kemungkinan bakal terjadi ketika laju pengiriman sedimen
sangat tinggi tapi pemicunya jarang terjadi, sehingga ketika terjadi longsor
volumenya sangat besar.”

Indonesia mengalami dua peristiwa
tsunami yang disebabkan tanah longsor pada tahun 2018 ketika sisi gunung berapi
Anak Krakatau runtuh dan ketika gempa memicu tanah longsor di Teluk Palu,
Sulawesi.

Jadi memang ada kesadaran bahwa
tsunami bisa diakibatkan oleh sumber selain gempa megathrust di dasar laut
seperti yang terjadi di Sumatra pada tahun 2004.

Dapat diketahui, Presiden Joko
Widodo tahun lalu mengumumkan bahwa Indonesia akan memindahkan ibu kotanya dari
Jakarta ke Kalimantan Timur.

Pusat administrasi baru akan
dibangun di dua kabupaten – Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara – di
provinsi Kalimantan Timur, dekat dengan kota Balikpapan dan Samarinda.

Terpopuler

Artikel Terbaru