25.6 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

April 2020, Stok Rumah Subsidi Habis

JAKARTA – Stok rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP)
diperkirakan akan habis pada April 2020. Salah satu sebabnya subsidi hanya
diberikan Rp11 triliun yang berakibat penyaluran kredit untuk MBR turun
signifikan.

Ketua Umum Real Estate Indonesia
(REI) Totok Lusida mengatakan tahun ini hanya tersisa 86.000 unit rumah murah
dari anggaran subsidi yang ada. Untuk menambah kuota atau stok dibutuhkan
alternatif penambahan anggaran untuk FLPP.

“Semua sudah sepakat bahwa April
itu habis anggaran itu karena hanya tersisa 86.000 unit. Dengan kebutuhan
backlog yang ada, selama ini kami bisa penuhi 280.000 unit lebih, bahkan
seharusnya bisa 300.000 unit tahun ini,” katanya, dalam jumpa pers, Kamis
(23/1).

Ia mencatat kebutuhan perumahan
MBR untuk 2020 mencapai 260.000 unit dengan kebutuhan anggaran Rp29 triliun.
Dana yang sudah dianggarkan di APBN 2020 adalah Rp11 triliun setara dengan
97.700 unit. Namun, nilai tersebut pun telah berkurang Rp2 triliun karena telah
digunakan sebelumnya pada 2019.

Ketua Umum Himpunan Pengembang
Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaya pada kesempatan
yang sama, mengatakan setelah habis rumah subsidi, maka mulai pertengahan tahun
hingga akhir tahun nanti MBR harus membeli rumah tanpa subsidi. Hal ini jelas
akan menimbulkan keresahan.

Baca Juga :  PBNU: Sukmawati Sangat Tidak Tepat dan Keliru Besar!

“Kalau April rumah subsidi
berakhir, kemudian Juni sampai akhir tahun harus dibeli tanpa subsidi. Kemudian
tahun depan ada lagi subsidi. Ini menimbulkan keresahan, padahal MBR harus
dibantu,” katanya.

Ketua Umum Pengembang Indonesia
(PI) Barkah Hidayat menyebut atas keresahan habisnya kuota rumah subsidi
membuat para pengembang berkumpul untuk memberikan masukan kepada pemerintah.

“Kami akan berkoordinasi dan
memberi masukan kepada pemerintah mengenai hal ini,” katanya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas
(Plt) Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang properti
Setyo Maharso mengusulkan empat solusi untuk mengatasinya.

“Keberlangsungan stabilitas
industri properti perlu dijaga, salah satunya dengan penambahan kuota FLPP dan
alternatif subtitusinya. Kami ada beberapa usulan solusi yang akan kami
sampaikan ke pemerintah ke Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, juga ke wakil
kita di Senayan,” katanya.

Baca Juga :  Pemerintah Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada Rabu 5 Juni

Usulan pertama, yakni pengalihan
dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang
muka (SBUM) menjadi mekanisme Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk 2020.
Pengalihan itu dinilai akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit.

Usulan kedua, dana APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) yang mengendap bisa menjadi alternatif pembiayaan
yang bisa dikembangkan.

“Kalau ditelisik, ada dana
mengendap besar dari pusat ke daerah, mungkin 10 persennya dialihkan ke
pembiayaan perumahan itu akan sangat berarti bagi pembangunan perumahan,” kata
Setyo.

Ketiga, mengoptimalkan Sarana
Multigriya Finansial (SMF) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(BPJS TK) yang dinilai harus berperan memberikan fasilitas ke tenaga kerja
untuk mendapatkan rumah layak.

Dan keempat, yakni mengalihkan
subsidi pemerintah yang dinilai banyak yang tidak tepat sasaran seperti subsidi
gas LPG ke sektor perumahan.

“Kalau memang tidak tepat sasaran
alangkah baiknya digeser untuk subsidi perumahan. Makanya kami juga akan
berkoordinasi dengan Komisi VII DPR RI,” kata Setyo.(gw/fin/kpc)

JAKARTA – Stok rumah subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah
(MBR) melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP)
diperkirakan akan habis pada April 2020. Salah satu sebabnya subsidi hanya
diberikan Rp11 triliun yang berakibat penyaluran kredit untuk MBR turun
signifikan.

Ketua Umum Real Estate Indonesia
(REI) Totok Lusida mengatakan tahun ini hanya tersisa 86.000 unit rumah murah
dari anggaran subsidi yang ada. Untuk menambah kuota atau stok dibutuhkan
alternatif penambahan anggaran untuk FLPP.

“Semua sudah sepakat bahwa April
itu habis anggaran itu karena hanya tersisa 86.000 unit. Dengan kebutuhan
backlog yang ada, selama ini kami bisa penuhi 280.000 unit lebih, bahkan
seharusnya bisa 300.000 unit tahun ini,” katanya, dalam jumpa pers, Kamis
(23/1).

Ia mencatat kebutuhan perumahan
MBR untuk 2020 mencapai 260.000 unit dengan kebutuhan anggaran Rp29 triliun.
Dana yang sudah dianggarkan di APBN 2020 adalah Rp11 triliun setara dengan
97.700 unit. Namun, nilai tersebut pun telah berkurang Rp2 triliun karena telah
digunakan sebelumnya pada 2019.

Ketua Umum Himpunan Pengembang
Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaya pada kesempatan
yang sama, mengatakan setelah habis rumah subsidi, maka mulai pertengahan tahun
hingga akhir tahun nanti MBR harus membeli rumah tanpa subsidi. Hal ini jelas
akan menimbulkan keresahan.

Baca Juga :  PBNU: Sukmawati Sangat Tidak Tepat dan Keliru Besar!

“Kalau April rumah subsidi
berakhir, kemudian Juni sampai akhir tahun harus dibeli tanpa subsidi. Kemudian
tahun depan ada lagi subsidi. Ini menimbulkan keresahan, padahal MBR harus
dibantu,” katanya.

Ketua Umum Pengembang Indonesia
(PI) Barkah Hidayat menyebut atas keresahan habisnya kuota rumah subsidi
membuat para pengembang berkumpul untuk memberikan masukan kepada pemerintah.

“Kami akan berkoordinasi dan
memberi masukan kepada pemerintah mengenai hal ini,” katanya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas
(Plt) Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang properti
Setyo Maharso mengusulkan empat solusi untuk mengatasinya.

“Keberlangsungan stabilitas
industri properti perlu dijaga, salah satunya dengan penambahan kuota FLPP dan
alternatif subtitusinya. Kami ada beberapa usulan solusi yang akan kami
sampaikan ke pemerintah ke Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, juga ke wakil
kita di Senayan,” katanya.

Baca Juga :  Pemerintah Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada Rabu 5 Juni

Usulan pertama, yakni pengalihan
dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang
muka (SBUM) menjadi mekanisme Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk 2020.
Pengalihan itu dinilai akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit.

Usulan kedua, dana APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) yang mengendap bisa menjadi alternatif pembiayaan
yang bisa dikembangkan.

“Kalau ditelisik, ada dana
mengendap besar dari pusat ke daerah, mungkin 10 persennya dialihkan ke
pembiayaan perumahan itu akan sangat berarti bagi pembangunan perumahan,” kata
Setyo.

Ketiga, mengoptimalkan Sarana
Multigriya Finansial (SMF) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(BPJS TK) yang dinilai harus berperan memberikan fasilitas ke tenaga kerja
untuk mendapatkan rumah layak.

Dan keempat, yakni mengalihkan
subsidi pemerintah yang dinilai banyak yang tidak tepat sasaran seperti subsidi
gas LPG ke sektor perumahan.

“Kalau memang tidak tepat sasaran
alangkah baiknya digeser untuk subsidi perumahan. Makanya kami juga akan
berkoordinasi dengan Komisi VII DPR RI,” kata Setyo.(gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru