32.9 C
Jakarta
Wednesday, November 6, 2024

Putrajaya Dipilih Jadi Ibu Kota Negara lantaran Strategis

Di antara enam pilihan. Situasi itulah yang dihadapi pemerintah
Malaysia saat akan menentukan lokasi perpindahan pusat pemerintahannya.
Semuanya tentu saja memiliki keunggulan masing-masing.

Laporan Siti Aisyah dari Kuala Lumpur dan
Putrajaya, Malaysia, Jawa Pos

ENAM lokasi itu adalah Pesisir Sepang, wilayah Barat Laut
Rawang, wilayah Utara Port Dickson, Bukit Tinggi/Janda Baik di Pahang, Dataran
Kenaboi di Negeri Sembilan, dan Prang Besar Distrik Sepang di Selangor. Pilihan
akhirnya jatuh ke Prang Besar yang kini telah berganti nama menjadi Putrajaya.

Bukan tanpa alasan Putrajaya akhirnya terpilih. Kota itu mudah
dijangkau. Ia dekat dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Jaraknya
hanya 20 kilometer. Putrajaya juga hanya berjarak 25 kilometer dari Kuala
Lumpur. Dengan kata lain, Putrajaya ada di tengah-tengah. KLIA–Putrajaya–Kuala
Lumpur.

’’Saat itu sudah dipikirkan bahwa akan ada bandara baru (KLIA),
dekat dengan Cyberjaya dan pelabuhan besar di Port Klang,’’ terang Bagian
Komunikasi Korporat Perbadanan Putrajaya Mohd Fairus bin Mohd Padzil. Saat itu
KLIA memang belum berdiri, tapi rencana pembangunan sudah ada di tangan. KLIA
baru dibuka pada 1998.

Baca Juga :  Gawat! Sudah Tiga Dokter Meninggal Akibat Terpapar Covid-19

Kedekatan dengan Kuala Lumpur juga sangat membantu dalam
pemindahan para pegawai negeri sipil (PNS) saat pembangunan sudah selesai
nanti.

Para pekerja tak perlu risau. Sebab, jarak tempat bekerja mereka
yang baru hanya kurang lebih 30–40 menit dari tempat lama di Kuala Lumpur.

Akses ke Putrajaya memang luar biasa mudah. Purtajaya dilewati
Express Rail Link (ERL) Transit dari KLIA ke Kuala Lumpur Sentral. Kereta yang
biasanya disebut KLIA Transit itu berhenti di Putrajaya Sentral di Presint 7.
Tiket kereta yang supercepat dan nyaman tersebut juga cukup murah, hanya MYR 14
atau setara dengan Rp 47 ribu. Jika naik ERL Transit, ke Kuala Lumpur hanya
sekitar 20 menit.

Dari KL Sentral, tinggal pindah kereta ke tempat lain yang ingin
dituju. Entah itu dengan bus, taksi, monorel, light rapid transit (LRT), dan mass
rapid transit (MRT). Jika membawa mobil, ada jalan tol yang menghubungkan Kuala
Lumpur–Purtajaya–KLIA. Jalan tol itu lengang, tak ada kepa

 

Selain lokasinya yang strategis, penduduk di Putrajaya sedikit.
Sebab, dulu Putrajaya adalah ladang sawit, karet, dan rawa-rawa. Karena itulah,
proses relokasi cukup mudah. Tak banyak orang yang harus dipindah.

Baca Juga :  Testing Melebihi 1 Juta Tunjukkan Rendahnya Penularan Covid-19

Ada satu hal yang patut ditiru dari pembangunan Putrajaya.
Yaitu, memercayai anak negeri. Semua konsultan dan arsiteknya berasal dari
orang tempatan alias warga Malaysia sendiri. Ada sekitar 45 arsitek yang
merancang gedung-gedung megah di Putrajaya.

Mayoritas pekerja di lapangan juga penduduk Malaysia. Hanya
sebagian yang berasal dari Indonesia. Itu pun karena tidak ada pekerja kasar
ahli di Malaysia pada saat itu. Misalnya, tukang yang ahli di bidang perkayuan.

Willingness to learn. Prinsip itu dipegang teguh oleh
pemerintah. Mereka belajar saat pembangunan Menara Kembar Petronas dilakukan.
Saat itu, kontraktor Jepang dan Korsel-lah yang menggarap gedung yang menjadi
ikon Kuala Lumpur tersebut. Anak-anak negeri belajar dari proyek besar itu.
Ketika Putrajaya dibangun, mereka mampu melakukannya sendiri.

“Yang bikin konsep desain dan pembangunan semua anak-anak
Malaysia,” tegas Fairus. Bukan hanya orang-orangnya yang lokal. Sebagian besar
material untuk membangun kota yang memiliki gedung-gedung indah itu juga
berasal dari dalam negeri. Putrajaya dibina anak-anak Malaysia untuk Malaysia.(jpc)

 

Di antara enam pilihan. Situasi itulah yang dihadapi pemerintah
Malaysia saat akan menentukan lokasi perpindahan pusat pemerintahannya.
Semuanya tentu saja memiliki keunggulan masing-masing.

Laporan Siti Aisyah dari Kuala Lumpur dan
Putrajaya, Malaysia, Jawa Pos

ENAM lokasi itu adalah Pesisir Sepang, wilayah Barat Laut
Rawang, wilayah Utara Port Dickson, Bukit Tinggi/Janda Baik di Pahang, Dataran
Kenaboi di Negeri Sembilan, dan Prang Besar Distrik Sepang di Selangor. Pilihan
akhirnya jatuh ke Prang Besar yang kini telah berganti nama menjadi Putrajaya.

Bukan tanpa alasan Putrajaya akhirnya terpilih. Kota itu mudah
dijangkau. Ia dekat dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Jaraknya
hanya 20 kilometer. Putrajaya juga hanya berjarak 25 kilometer dari Kuala
Lumpur. Dengan kata lain, Putrajaya ada di tengah-tengah. KLIA–Putrajaya–Kuala
Lumpur.

’’Saat itu sudah dipikirkan bahwa akan ada bandara baru (KLIA),
dekat dengan Cyberjaya dan pelabuhan besar di Port Klang,’’ terang Bagian
Komunikasi Korporat Perbadanan Putrajaya Mohd Fairus bin Mohd Padzil. Saat itu
KLIA memang belum berdiri, tapi rencana pembangunan sudah ada di tangan. KLIA
baru dibuka pada 1998.

Baca Juga :  Gawat! Sudah Tiga Dokter Meninggal Akibat Terpapar Covid-19

Kedekatan dengan Kuala Lumpur juga sangat membantu dalam
pemindahan para pegawai negeri sipil (PNS) saat pembangunan sudah selesai
nanti.

Para pekerja tak perlu risau. Sebab, jarak tempat bekerja mereka
yang baru hanya kurang lebih 30–40 menit dari tempat lama di Kuala Lumpur.

Akses ke Putrajaya memang luar biasa mudah. Purtajaya dilewati
Express Rail Link (ERL) Transit dari KLIA ke Kuala Lumpur Sentral. Kereta yang
biasanya disebut KLIA Transit itu berhenti di Putrajaya Sentral di Presint 7.
Tiket kereta yang supercepat dan nyaman tersebut juga cukup murah, hanya MYR 14
atau setara dengan Rp 47 ribu. Jika naik ERL Transit, ke Kuala Lumpur hanya
sekitar 20 menit.

Dari KL Sentral, tinggal pindah kereta ke tempat lain yang ingin
dituju. Entah itu dengan bus, taksi, monorel, light rapid transit (LRT), dan mass
rapid transit (MRT). Jika membawa mobil, ada jalan tol yang menghubungkan Kuala
Lumpur–Purtajaya–KLIA. Jalan tol itu lengang, tak ada kepa

 

Selain lokasinya yang strategis, penduduk di Putrajaya sedikit.
Sebab, dulu Putrajaya adalah ladang sawit, karet, dan rawa-rawa. Karena itulah,
proses relokasi cukup mudah. Tak banyak orang yang harus dipindah.

Baca Juga :  Testing Melebihi 1 Juta Tunjukkan Rendahnya Penularan Covid-19

Ada satu hal yang patut ditiru dari pembangunan Putrajaya.
Yaitu, memercayai anak negeri. Semua konsultan dan arsiteknya berasal dari
orang tempatan alias warga Malaysia sendiri. Ada sekitar 45 arsitek yang
merancang gedung-gedung megah di Putrajaya.

Mayoritas pekerja di lapangan juga penduduk Malaysia. Hanya
sebagian yang berasal dari Indonesia. Itu pun karena tidak ada pekerja kasar
ahli di Malaysia pada saat itu. Misalnya, tukang yang ahli di bidang perkayuan.

Willingness to learn. Prinsip itu dipegang teguh oleh
pemerintah. Mereka belajar saat pembangunan Menara Kembar Petronas dilakukan.
Saat itu, kontraktor Jepang dan Korsel-lah yang menggarap gedung yang menjadi
ikon Kuala Lumpur tersebut. Anak-anak negeri belajar dari proyek besar itu.
Ketika Putrajaya dibangun, mereka mampu melakukannya sendiri.

“Yang bikin konsep desain dan pembangunan semua anak-anak
Malaysia,” tegas Fairus. Bukan hanya orang-orangnya yang lokal. Sebagian besar
material untuk membangun kota yang memiliki gedung-gedung indah itu juga
berasal dari dalam negeri. Putrajaya dibina anak-anak Malaysia untuk Malaysia.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru