BELAKANGAN ini, masyarakat ramai dengan RUU KUHP yang dianggap
kontroversial dan terlalu tegesa-gesa segera disahkan oleh DPR RI. Walaupun,
ketergesa-gesaan DPR itu dimentahkan Presiden Joko Widodo untuk menunda
pengesahan.
Pengacara Serikat Tukang Gigi
Indonesia (STGI) Acong Latif menilai sikap tergesa-gesa DPR, tidak
mempertimbangkan kebutuhan Masyarakat.
“Seharusnya DPR banyak minta
masukan kepada praktisi hukum, khususnya kepda pengacara kerena bersentuhan
langsung dengan penegakan hukum. jadi kalau seperti ini kacau†ujar Acong dalam
keterangannya, Minggu (22/9).
Salah satunya, Acong menyoroti
keberadaan pasal 276 ayat 2 yang mengancam masa depan tukang gigi.
Pasal tersebut berbunyi, setiap
orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai
mata pencaharian, baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak setengah miliar.
Padahal sebelumnya Mahkamah
Konstitusi (MK) menghapus pemidanaan terhadap tukang gigi yang telah
mengantongi izin dari pemerintah. Namun, dalam RUU KUHP kali ini kriminalisasi
tukang gigi kembali muncul. Dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda setengah
miliar.
Acong mengimbau DPR RI harus
menyempurnakan pasal tersebut, supaya RUU KUHP tidak jadi polemik di masyarakat
terutama di kalangan tukang gigi.
“Karena kalau pasal itu
tetap ada saya akan gugat atau judicial review. Soalnya kasian temen-temen
tukang gigi harus berenti dari pekerjaanya, berapa juta orang yang menganggur
nantinya,” ungkapnya.
Begitu pun dikatakan salah satu
tukang gigi, Syaiful Bahri. Dia tegaskan jika pasal tersebut tetap dipaksakan
ada, maka, dia bersama rekan sejawatnya akan menggelar demonstrasi.
“Apabila DPR RI tetap
mengsahkan dan tidak menghapus pasal 276, kami akan demo mati-matian karena
menyangkut mata pencarian kami sebagai tukang gigi,” katanya. (rmol/kpc)