PROKALTENG.CO-Kabar duka menyelimuti dunia pendidikan tinggi Indonesia setelah seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud) Bali, Timothy Anugrah Saputra, 22, ditemukan meninggal dunia pada Rabu (15/10).
Ia diduga mengakhiri hidup dengan melompat dari lantai dua Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unud, Denpasar.
Tragedi ini memicu gelombang keprihatinan publik, terutama setelah muncul dugaan bahwa korban mengalami tekanan psikologis berat akibat perundungan dari kakak angkatan.
Timothy merupakan mahasiswa semester VII Program Studi Sosiologi. Ia berasal dari Cimahi, Jawa Barat, dan dikenal sebagai pribadi pendiam dan rajin.
Kepergiannya yang mendadak menimbulkan pertanyaan besar tentang kondisi sosial di lingkungan kampus dan sistem perlindungan mahasiswa.
Menurut Kasi Humas Polresta Denpasar, Kompol I Ketut Sukadi, korban ditemukan dalam kondisi kritis di halaman depan gedung FISIP sekitar pukul 09.00 WITA.
Ia sempat dilarikan ke RSUP Prof Ngoerah Denpasar, namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 13.03 WITA.
Polisi mengungkap bahwa ibu dari Timothy sempat merasakan firasat yang kurang baik karena anaknya mengalami perubahan berperilaku.
“Ada perubahan perilaku, di mana terkadang anaknya bersikap aneh, bahkan pernah jalan kaki ke kampus sendiri sehingga saksi (ibu korban) datang ke Bali untuk menemani korban selama kuliah di Bali,” ungkap Sukadi.
Berdasarkan pendalaman polisi, saksi berinisial NKGA, 21, menerangkan bahwa dia melihat korban datang dari arah pintu lift dengan menggendong tas ransel dan memakai baju putih ke lantai 4 kampus pada pukul 08.30 WITA. Korban terlihat seperti sedang panik dan melihat-lihat situasi sekitar kampus.
“Korban duduk di kursi panjang yang terletak di sebelah barat kelas. Namun, karena saksi tidak mengenalnya, maka (korban) tidak dihiraukan dan melanjutkan berbincang dengan rekannya,” terang Sukadi.
Setelahnya, pada pukul 09.00 WITA, saksi berinisial MAW, 48, mendengar suara seperti benda terjatuh dan bergegas untuk menuju sumber suara.
Saksi melihat korban sudah tergeletak di halaman depan pintu lobby. Saksi lantas mengangkat dan mengantar korban ke RSUP Prof. Ngoerah menggunakan kendaraan dinas dekan.
Beberapa hari setelah kejadian, beredar tangkapan layar percakapan grup mahasiswa yang menunjukkan komentar tidak pantas terhadap korban.
Percakapan tersebut memicu kemarahan publik karena dinilai menunjukkan kurangnya empati dan dugaan adanya budaya perundungan di lingkungan organisasi kemahasiswaan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Perencanaan FISIP Unud, yang juga menjabat sebagai Plt Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, I Putu Suhartika menyatakan bahwa pihak kampus telah melakukan rapat koordinasi dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Himpunan Mahasiswa Program Studi, dan mahasiswa yang terlibat dalam percakapan tersebut.
“Dari hasil rapat, dapat dipastikan bahwa isi percakapan itu terjadi setelah korban meninggal dunia, bukan sebelum peristiwa yang menimpa korban,” ujarnya.
Meski demikian, pihak kampus tetap menyatakan keprihatinan mendalam dan berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus ini secara serius.
Universitas Udayana telah membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) untuk menyelidiki lebih lanjut dugaan perundungan dan memperkuat sistem perlindungan mahasiswa.
“Kami sangat berduka atas kepergian salah satu mahasiswa terbaik kami. Universitas Udayana turut merasakan kesedihan yang mendalam bersama seluruh keluarga dan civitas akademika,” ujar perwakilan kampus dalam pernyataan resmi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Perlindungan Mahasiswa Indonesia (LPMI), Raka Prasetya, menilai kasus ini sebagai cerminan lemahnya sistem pengawasan sosial di lingkungan kampus.
“Perundungan bukan hanya soal fisik, tapi juga tekanan mental yang bisa sangat merusak. Kampus harus punya mekanisme deteksi dini dan ruang aman bagi mahasiswa,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, mengungkap bahwa korban telah memiliki masalah kesehatan mental sejak duduk di bangku SMP.
Hal tersebut disampaikan Anom dalam sidang organisasi mahasiswa (ormawa) yang digelar oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIP Unud melalui akun Instagram resminya, Kamis (16/10).
“Saudara T ini, menurut penuturan ibunya, memiliki masalah kesehatan mental. Sejak SMP, saudara T mendapatkan penanganan medis dari konselor, ada terapinya. Lalu sampai dengan SMA, yang bersangkutan menolak untuk mendapat terapi lanjutan ketika masuk ke Udayana. Kami tidak mengetahui penyebabnya, tetapi itu yang terjadi,” ungkap Anom.
Tragedi yang menimpa Timothy Anugrah menjadi pengingat penting bahwa kampus bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang sosial yang harus aman dan inklusif.
Dugaan perundungan yang berujung pada kematian mahasiswa ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap budaya organisasi kemahasiswaan dan sistem perlindungan internal. (dtk/kmp/nur/jpg)