Warga Surabaya
mendapat kesempatan untuk menikmati gerhana bulan sebagian terakhir di langit
Surabaya pada 2019. Kemarin dini hari (17/7) kecantikan fenomena langka
tersebut mulai terlihat. Bahkan, masyarakat masih bisa menyaksikannya hingga
pukul 06.00. ’’Saya stand by dari pukul 00.00,’’ ucap Ahmad, nelayan yang
tinggal di Tambak Wedi.
Dia sangat terkesima
dengan tampilan gerhana. Selain langka, warna yang dipancarkan sama persis
dengan pijaran lampu Jembatan Suramadu Ketika dijepret, hasilnya luar biasa.
Belum lagi pantulan cahaya di air laut yang bikin suasana semakin indah. ’’Saya
abadikan beberapa menit. Selepas itu, saya salat Gerhana,’’ ucapnya.
Salat Gerhana juga
dihelat di Masjid Nasional Al Akbar. Dipimpin langsung oleh Kh A. Muzzaky Al
Hafidz, salat sunah tersebut diikuti sekitar 1.500 orang. Salat itu kemudian
dilanjutkan penjelasan mengenai kejadian gerhana secara keilmuan. Muzzaky
menyatakan, fenomena gerhana bulan merupakan bagian dari kebesaran Allah.
’’Kami harus mengucap syukur atas nikmat Allah,’’ tuturnya.
Selain itu, pertemuan
bulan dan matahari, kata dia, mengajarkan manusia untuk istiqamah dalam hidup.
’’Fenomena gerhana bulan merupakan peringatan bagi manusia untuk menghargai
waktu. Sebab, penciptaan bulan atau matahari sebagai simbol penciptaan waktu.
Jangan menyia-nyiakannya,’’ ucapnya.
Salah satu masjid
terbesar di Indonesia itu juga menampilkan penampakan bulan yang perlahan
tertutup bayangan bumi melalui dua layar berukuran 3 x 2 meter dan sebuah
televisi 70 inci. Pergerakan gerhana di tiga layar tersebut real time sesuai
dengan kejadian. ’’Gerhana yang terlihat di layar dan televisi terkoneksi
dengan hasil peneropongan,’’ ucap Humas Masjid Nasional Al Akbar Helmy M. Noor.(jpc)