Site icon Prokalteng

BMKG Ingatkan Potensi Bencana Saat Puncak La Nina

bmkg-ingatkan-potensi-bencana-saat-puncak-la-nina

JAKARTA, KALTENGPOS.CO – Puncak fenomena La Nina di Indonesia
diprediksi terjadi pada Desember 2020-Januari 2021. Pemerintah Pusat dan Daerah
diminta untuk mewaspadai potensi bencana yang dapat ditimbulkan.

Kepala Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta agar seluruh
elemen masyarakat mengantisipasi bencana yang timbul akibat fenomena La Nina.
Puncak fenomena La Nina akan terjadi di Desember 2020-Januari 2021, yang berbarengan
dengan musim hujan di Januari-Februari 2021.

“La Nina puncaknya Desember 2020.
Sehingga kita perlu mewaspadai puncak La Nina dan musim hujan dalam kisaran
Desember-Januari-Februari,” katanya usai rapat terbatas virtual yang dipimpin
Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/10).

Dikatakannya, meskipun puncaknya
akan terjadi pada Desember, namun La Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi
sudah terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia pada Oktober 2020 ini.

“La Nina adalah fenomena alam
yang terjadi karena meningkatnya suhu permukaan Samudera Pasifik timur dan
tengah, kemudian menyebabkan peningkatan suhu kelembapan pada atmosfer di atas
perairan. Dampaknya pembentukan awan dan meningkatkan curah hujan di kawasan
tersebut,” terangnya.

Dikatakannya, BMKG memperkirakan
dampak La Nina di Oktober 2020 akan menerpa hampir seluruh wilayah Indonesia,
kecuali Sumatera dan Papua bagian timur. Tapi, meski tanpa La Nina, Sumatera
sudah mengalami curah hujan tinggi karena kondisi topografi lokal.

“Jadi kesimpulannya mulai
Oktober-November 2020 seluruh wilayah Indonesia perlu diwaspadai. Bagaimana
Desember? La Nina itu semakin menguat,” tegasnya.

Diterangkannya, sudah 73 persen
wilayah di Indonesia memasuki musim hujan pada Oktober-November 2020. Sisanya
sebanyak 27 persen, sudah mengalami musim hujan seperti Jawa Barat sejak
September 2020, atau bahkan Papua dan Ambon sudah sejak April 2020.

Dia mengimbau agar masyarakat
mengantisipasi kondisi cuaca, dengan mencari informasi melalui aplikasi BMKG.
Data di aplikasi BMKG itu akan diperbarui setiap tiga jam dan dapat memprediksi
kondisi cuaca untuk tujuh hari ke depan.

“Jadi hari ini 13 Oktober, kita
bisa cek 19 Oktober gimana kondisi cuaca di setiap kecamatan di Indonesia untuk
perkembangan setiap 3-6 jam dalam satu hari,” katanya.

Terkait hal itu, Kementerian
Sosial menyiapkan 39.000 relawan antisipasi potensi bencana akibat La Nina. “Kemensos
memastikan kesiapan dari segi logistik bantuan harus selalu dalam keadaan siap.
Instruksi Presiden clear, apabila bencana datang kita harus distribusikan
bantuan tersebut, sehingga kami sudah menyebar hampir 39.000 relawan,” kata
Menteri Sosial Juliari Batubara.

Dikatakannya, relawan tersebut
selalu dalam kondisi siaga satu meskipun tidak ada bencana. Sehingga begitu
bencana terjadi, Kemensos tinggal menginstruksikan para relawan ke lokasi
bencana dan melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan distribusi
bantuan dan lain-lain.

Sementara akademisi Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Indra Permanajati mengingatkan upaya mitigasi
bencana harus bersifat komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin
keilmuan. “Mitigasi bencana harus bersifat komprehensif dan holistik serta
melibatkan multidisiplin keilmuan, karena hal itu meliputi berbagai tahapan yang
harus dilakukan,” katanya.

Koordinator bidang bencana
geologi Pusat Mitigasi (Pusmit) Unsoed tersebut menjelaskan dengan melibatkan
berbagai disiplin keilmuan maka tahapan mitigasi akan berjalan efektif. “Tahapan
mitigasi itu luas mulai dari sebelum terjadinya bencana, saat bencana dan
pascabencana atau pemulihan, yang keseluruhannya memerlukan pendekatan keilmuan
berbeda-beda. Misalkan untuk tahapan sebelum bencana memerlukan kajian dari
keilmuan geologi, geografi, geofisika, lingkungan, dan perencanaan wilayah,”
katanya.

Sementara saat terjadi bencana,
disiplin keilmuan yang sangat berperan adalah kedokteran, keperawatan, keamanan
dan keilmuan lain yang bersifat kedaruratan. “Kemudian pada tahapan
pascabencana bidang keilmuan yang paling berperan adalah teknik geologi, teknik
sipil, psikologi dan keilmuan lainnya yang diperlukan untuk upaya pemulihan
pascabencana,” katanya.

Untuk itu, perlu adanya
kolaborasi berbagai keilmuan agar upaya mitigasi dapat bersifat komprehensif
atau menyeluruh.

Dia juga menambahkan pentingnya
upaya mitigasi dan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi
pada saat pancaroba atau peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. “Masyarakat
perlu mewaspadai bencana hidrometeorologi saat musim peralihan, terutama mereka
yang tinggal di lokasi rawan bencana,” katanya.

Dia menjelaskan bencana
hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh fluktuasi keberadaan air
yang ada di dalamnya termasuk curah hujan. “Bencana tersebut, meliputi banjir,
tanah longsor, angin kencang dan sebagainya yang bisa dipengaruhi oleh
perubahan musim,” katanya.

Dengan demikian, kata dia,
masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan saat terjadi hujan dengan curah hujan
sedang hingga tinggi dengan durasi yang lama. “Kesiapsiagaan terhadap bencana
dan upaya mitigasi bencana harus terus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat,”
katanya.

Exit mobile version