Site icon Prokalteng

Gubernur Babel Gugat Undang-undang Minerba

gubernur-babel-gugat-undang-undang-minerba

KALTENGPOS.CO – Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman
Djohan menggugat Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ke
Mahkamah Konstitusi (MA), karena dinilai dari sisi formalitas dan substansi UU
tersebut memiliki celah yang dapat merugikan daerah penghasil bijih timah itu.

“Kami semata-mata hanya
ingin daerah dilibatkan dalam menyusun undang-undang ini. Jangan sampai sumber
daya alam kami terkuras habis, masyarakat Bangka Belitung masih seperti
biasa-biasa saja,” kata Erzaldi Rosman Djohan di Pangkalpinang, Sabtu.

Ia mengatakan gugatan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah disampaikan ke
Mahkamah Konstitusi pada Jumat kemarin, karena dinilai bisa merugikan daerah
penghasil bijih timah nomor dua terbesar dunia tersebut.

“Kami ingin undang-undang
tersebut dikaji kembali, karena dianggap pada saat disusun, pemerintah daerah
tidak dilibatkan sehingga dianggap merugikan pemda, dalam hal ini Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung,” ujarnya.

Selain itu, alasan lain Pemprov
Kepulauan Babel bersama sejumlah kalangan lainnya menggugat undang-undang ini,
karena dianggap menegasikan kewenangan pemerintah provinsi dalam
penyelenggaraan pertambangan mineral dan batu bara, misalnya pembentukan peraturan
daerah di bidang minerba mengenai pembinaan, pengawasan, perizinan, dan
penyelesaian konflik.

“Padahal, kegiatan usaha
pertambangan berada di daerah asal sumber daya alam, sehingga daerah hanya
menjadi tempat eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan kepentingan
daerah sebagai penghasil sumber daya mineral dan batu bara,” katanya.

Di sisi lain, Pasal 18 dan Pasal
18A UUD NKRI 1945 memberikan kedudukan pada pemerintah daerah dengan otonomi
seluas-luasnya, bahkan khusus untuk pemanfaatan sumber daya alam diatur
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang harus dilakukan
secara adil dan selaras.

Menurut dia UU Nomor 3 Tahun 2020
membebani pemda dengan ketentuan bahwa, pemda harus menjamin tidak mengubah
rencana tata ruang di wilayah usaha pertambangan, lalu pemda harus menerbitkan
perizinan lain dalam rangka mendukung kegiatan usaha pertambangan. Namun, di
sisi lain, pemda tidak diberikan kewenangan apapun dalam UU Nomor 3 Tahun 2020.

“RUU Minerba dalam
pembentukannya kurang tepat, antara lain mengenai carry over yang tidak sesuai
dengan UU pembentukan, UU yang mengatur bahwa RUU dapat dilanjutkan
pembahasannya oleh DPR periode berikutnya sepanjang Daftar Inventarisasi
Masalah (DIM) telah dibahas oleh DPR periode sebelumnya,” ujarnya.

Ia menambahkan kenyataannya, DPR
Periode 2014-2019 belum pernah membahas DIM RUU Minerba, sehingga tidak dapat
dilanjutkan pembahasannya (carry over) di DPR periode 2019-2024. Harusnya RUU
Minerba direncanakan, disusun, dan dibahas ulang, bukan dilanjutkan
pembahasannya.

Terlebih Kepulauan Babel
menyimpan potensi tambang mineral ikutan yang berlimpah selain timah. Bila
pemda tak dilibatkan, dikhawatirkan pengelolaan sumber daya mineral di
daerahnya tidak mendatangkan manfaat bagi daerah.

“Kalau salah kelola
kira-kira yang kena bencana siapa, daerah. Timah habis, bolong-bolong, enggak
ada harapan. Kemudian di balik tambang timah ada 13 mineral ikutan yang
nilainya luar biasa. Kalau lepas, sangat rugi kami,” katanya.

Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon,
Ahmad Redi mengatakan bahwa revisi UU Minerba ini tak memenuhi kualifikasi
sebagai RUU yang dapat dilanjutkan pembahasannya (carry over). Draf RUU
inisiatif DPR tersebut telah disusun sejak DPR periode 2014-2019, tetapi masa
jabatannya berakhir September 2019, belum dilakukan kembali pembahasan daftar inventaris
masalah RUU Minerba.

“Kami menyayangkan
pembahasan RUU Minerba dilakukan secara tertutup dan tidak dilakukan di gedung
DPR, serta tidak melibatkan partisipasi publik, pemangku kepentingan, dan DPD,”
katanya. 

Exit mobile version