26.7 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

DPR Ajak Pemerintah Rancang Kebijakan Dampak Perang Dagang AS-Tiongkok

Perang dagang antara dua negara adidaya,
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok masih belum mereda. Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai perlu merumuskan berbagai inisiatif baru untuk
menyiasati ketidakpastian global tersebut.

Inisiasi itu diungkapkan oleh Ketua DPR RI
Bambang Soesatyo alias Bamsoet pada Minggu (9/6). Dia mengatakan, perumusan
inisiatif baru atau kebijakan antisipastif itu diperlukan agar ekses perang
dagang tidak menimbulkan kerusakan serius di dalam negeri. “Karenya pemerintah
dan DPR tidak boleh pasif,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (9/6).

Selain pemerintah, TNI dan Polri juga harus
dapat memastikan terjaganya stabilitas keamanan nasional dan ketertiban umum
pada periode ketidakpastian global ini. Menurutnya, ke depan hampir bisa
dipastikan bahwa kinerja ekspor akan melemah.

Baca Juga :  Wapres JK Pastikan Pemindahan Ibukota Tak Bebani APBN

“Itu akan menyebabkan defisit neraca
perdagangan bisa berkepanjangan. Laju ekspor sejumlah komoditas unggulan
Indonesia, seperti minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan karet,
tidak akan mulus lagi,” terangnya.

Pada saat yang sama, lanjut Bamsoet, ada
potensi pasar Indonesia yang besar akan dibanjiri produk impor. Salah satunya adalah
produk baja dari Tiongkok. Dampak lainnya adalah meningkatnya permintaan valuta
asing akibat tingginya volume impor. Tingginya permintaan valuta asing
berpotensi mendepresiasi rupiah.

“Berbagai kemungkinan buruk itu harus
diantisipasi. Pemerintah dan DPR harus bersiasat agar ketidakpastian global itu
tidak menimbulkan kerusakan serius. Untuk itu, negara harus kondusif,”
tuturnya.

Apalagi, kata Bamsoet, Indonesia memiliki
modal dasar yang cukup mumpuni untuk menghadapi karut-marut perdagangan global
tersebut. Menurutnya, Indonesia masih sangat potensial menarik investasi asing.
Pembangunan infrastruktur yang merata di semua daerah juga dapat merangsang
investor lokal untuk berbisnis.

Baca Juga :  Tok! 5 RUU Batal Disahkan oleh DPR Periode 2014-2019

Motor pertumbuhan lainnya adalah konsumsi
masyarakat yang akan diupayakan tetap tinggi oleh pemerintah. Semua itu masih
ditambah lagi dengan naiknya tingkat keyakinan komunitas pebisnis mancanegara.

“Sebagaimana tercermin dari pernyataan tiga
lembaga pemeringkat internasional, yakni Standard and Poor’s atau S&P
Global Rating, Fitch Ratings, dan Moody’s,” terangnya.

Modal dasar itu dinilai bisa dieksploitasi
untuk mempertebal daya tahan ekonomi nasional. Syarat utamanya, terjaganya
stabilitas keamanan nasional, ketertiban umum, dan terjaganya stabilitas
politik.(jpc)

 

Perang dagang antara dua negara adidaya,
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok masih belum mereda. Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai perlu merumuskan berbagai inisiatif baru untuk
menyiasati ketidakpastian global tersebut.

Inisiasi itu diungkapkan oleh Ketua DPR RI
Bambang Soesatyo alias Bamsoet pada Minggu (9/6). Dia mengatakan, perumusan
inisiatif baru atau kebijakan antisipastif itu diperlukan agar ekses perang
dagang tidak menimbulkan kerusakan serius di dalam negeri. “Karenya pemerintah
dan DPR tidak boleh pasif,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Minggu (9/6).

Selain pemerintah, TNI dan Polri juga harus
dapat memastikan terjaganya stabilitas keamanan nasional dan ketertiban umum
pada periode ketidakpastian global ini. Menurutnya, ke depan hampir bisa
dipastikan bahwa kinerja ekspor akan melemah.

Baca Juga :  Wapres JK Pastikan Pemindahan Ibukota Tak Bebani APBN

“Itu akan menyebabkan defisit neraca
perdagangan bisa berkepanjangan. Laju ekspor sejumlah komoditas unggulan
Indonesia, seperti minyak sawit mentah atau CPO (crude palm oil) dan karet,
tidak akan mulus lagi,” terangnya.

Pada saat yang sama, lanjut Bamsoet, ada
potensi pasar Indonesia yang besar akan dibanjiri produk impor. Salah satunya adalah
produk baja dari Tiongkok. Dampak lainnya adalah meningkatnya permintaan valuta
asing akibat tingginya volume impor. Tingginya permintaan valuta asing
berpotensi mendepresiasi rupiah.

“Berbagai kemungkinan buruk itu harus
diantisipasi. Pemerintah dan DPR harus bersiasat agar ketidakpastian global itu
tidak menimbulkan kerusakan serius. Untuk itu, negara harus kondusif,”
tuturnya.

Apalagi, kata Bamsoet, Indonesia memiliki
modal dasar yang cukup mumpuni untuk menghadapi karut-marut perdagangan global
tersebut. Menurutnya, Indonesia masih sangat potensial menarik investasi asing.
Pembangunan infrastruktur yang merata di semua daerah juga dapat merangsang
investor lokal untuk berbisnis.

Baca Juga :  Tok! 5 RUU Batal Disahkan oleh DPR Periode 2014-2019

Motor pertumbuhan lainnya adalah konsumsi
masyarakat yang akan diupayakan tetap tinggi oleh pemerintah. Semua itu masih
ditambah lagi dengan naiknya tingkat keyakinan komunitas pebisnis mancanegara.

“Sebagaimana tercermin dari pernyataan tiga
lembaga pemeringkat internasional, yakni Standard and Poor’s atau S&P
Global Rating, Fitch Ratings, dan Moody’s,” terangnya.

Modal dasar itu dinilai bisa dieksploitasi
untuk mempertebal daya tahan ekonomi nasional. Syarat utamanya, terjaganya
stabilitas keamanan nasional, ketertiban umum, dan terjaganya stabilitas
politik.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru