28.9 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Masyarakat Rata-rata Menghabiskan Waktu 3 Jam untuk Menggulir Medsos

Nyaris setengah populasi Indonesia eksis di media sosial (medsos). Rata-rata mereka menghabiskan waktu 3 jam 11 menit untuk menggulir medsos setiap hari. Januari lalu, Meltwater dan We Are Social menempatkan Indonesia pada urutan ke-9 daftar 10 Negara Paling Gemar Bermedsos.

APA yang Anda cari begitu bangun tidur? Smartphone? Lalu, apa yang Anda lihat kali pertama? Jika jawaban Anda adalah status dan story para mutual di medsos, Anda tidak sendirian. Penduduk Indonesia memang tak bisa lepas dari medsos. Jumlah penggunanya di atas rata-rata, demikian pula durasi penggunaannya.

Yogi Anugrah, pekerja swasta di Jakarta, mengaku tak bisa lepas dari gawai. Selain untuk urusan pekerjaan, pemuda asal Kepulauan Riau itu perlu mengakses smartphone untuk menghibur diri. Tentu, yang dia maksud dengan hiburan adalah medsos. ’’Kadang kalau lagi lelah, buka medsos lalu lihat video lucu itu bikin semangat lagi,’’ katanya saat berbincang dengan Jawa Pos pada Senin (3/6).

Selain Facebook, Yogi juga punya akun di X, Instagram, YouTube, dan TikTok. Hampir setiap online, dia menyatroni masing-masing platform. Lantas, berapa lama waktu yang dia habiskan di depan gawai setiap hari? ’’Bisa 16 jam sehari. Dari jam 6 pagi sampai 10 malam,’’ ujarnya.

Namun, waktu sebanyak itu tak hanya dia gunakan untuk bermedsos. Layaknya insan modern zaman sekarang, Yogi melakukan banyak hal via gawainya. Termasuk bekerja dan bergaul.

Baca Juga :  Alasan Masih Mempelajari, BPJS Kesehatan Belum Laksanakan Putusan MA

Tak jauh berbeda dengan Yogi, Tiara Sutari pun jarang mengabaikan gawai. Hanya, dia tidak tahu persis berapa lama waktu yang dia habiskan di depan layar smartphone. ’’Tapi, kayaknya aku tuh hampir nggak pernah lepas dari gadget,’’ ujarnya Senin lalu.

Perempuan berdarah Sunda itu mengaku berpisah dengan gawainya hanya ketika memasak, bermain dengan kucing, baca buku, dan membersihkan rumah. Yang paling sering dia akses saat online adalah TikTok. Meskipun platform medsos yang lain juga dia sambangi. ’’Senang aja, banyak hiburan. Karena real life udah stres, di TikTok banyak video kucing-kucing lucu yang jadi hiburan,’’ tuturnya.

Selain berselancar untuk mengakses beragam konten, dia juga memanfaatkan TikTok untuk berbelanja. Terutama saat pedagangnya live alias melakukan siaran langsung. Saking akrabnya dengan platform itu, Tiara bahkan mengaksesnya lebih dulu tiap membutuhkan apa pun. Di antaranya, resep masakan atau macam-macam tips.

Punya Sisi Positif-Negatif, Pengguna Pegang Kendali

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menyatakan, laporan Meltwater dan We Are Social itu memang gambaran Indonesia yang sebenarnya. ’’Itu juga dipengaruhi oleh semakin tingginya penetrasi smartphone dan akses internet dalam masyarakat. Jadi, hampir semua orang bisa mengakses medsos kapan saja dan di mana saja,’’ paparnya pekan lalu.

Baca Juga :  Rp220 Triliun Dana Daerah Hanya Mengendap di Bank

Masyarakat Indonesia, lanjut Pratama, memiliki budaya sosial yang kuat dan senang berinteraksi. Di era digital seperti sekarang, aspek itu difasilitasi oleh medsos. ’’Bahkan, bisnis dan pekerjaan juga memanfaatkan media sosial untuk promosi dan berkomunikasi dengan pelanggan,’’ jelasnya.

Alasan lain yang membuat masyarakat Indonesia kerasan di medsos adalah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi diri. ’’Media sosial memberi ruang bagi individu untuk menunjukkan eksistensi dan pencapaian mereka serta mendapat pengakuan dari orang lain,’’ terang Pratama.

Penggunaan medsos dalam waktu lama memang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial tiap individu. Salah satu efek positifnya adalah memperkuat hubungan dan mempermudah koordinasi.

Namun, sejatinya meski tampak kian terhubung dengan banyak orang, terlalu tenggelam dalam medsos justru membuat para penggunanya terisolasi secara sosial. Sebab, mereka jauh lebih sibuk berinteraksi di dunia maya ketimbang dengan orang-orang di sekitarnya. Maka, ungkapan bahwa medsos mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat itu benar adanya.

Pratama mengingatkan, penggunaan medsos berlebih juga mengganggu konsentrasi dan produktivitas. Itu berlaku di sekolah dan tempat kerja. ’’Banyak waktu terbuang begitu saja karena sibuk scrolling media sosial,’’ tegasnya.

Karena itu, kemampuan mengendalikan diri sangat dibutuhkan dalam interaksi di jagat maya. Jangan sampai identitas manusia sebagai makhluk sosial lantas berubah menjadi makhluk medsos. (syn/c18/hep/jpc)

Nyaris setengah populasi Indonesia eksis di media sosial (medsos). Rata-rata mereka menghabiskan waktu 3 jam 11 menit untuk menggulir medsos setiap hari. Januari lalu, Meltwater dan We Are Social menempatkan Indonesia pada urutan ke-9 daftar 10 Negara Paling Gemar Bermedsos.

APA yang Anda cari begitu bangun tidur? Smartphone? Lalu, apa yang Anda lihat kali pertama? Jika jawaban Anda adalah status dan story para mutual di medsos, Anda tidak sendirian. Penduduk Indonesia memang tak bisa lepas dari medsos. Jumlah penggunanya di atas rata-rata, demikian pula durasi penggunaannya.

Yogi Anugrah, pekerja swasta di Jakarta, mengaku tak bisa lepas dari gawai. Selain untuk urusan pekerjaan, pemuda asal Kepulauan Riau itu perlu mengakses smartphone untuk menghibur diri. Tentu, yang dia maksud dengan hiburan adalah medsos. ’’Kadang kalau lagi lelah, buka medsos lalu lihat video lucu itu bikin semangat lagi,’’ katanya saat berbincang dengan Jawa Pos pada Senin (3/6).

Selain Facebook, Yogi juga punya akun di X, Instagram, YouTube, dan TikTok. Hampir setiap online, dia menyatroni masing-masing platform. Lantas, berapa lama waktu yang dia habiskan di depan gawai setiap hari? ’’Bisa 16 jam sehari. Dari jam 6 pagi sampai 10 malam,’’ ujarnya.

Namun, waktu sebanyak itu tak hanya dia gunakan untuk bermedsos. Layaknya insan modern zaman sekarang, Yogi melakukan banyak hal via gawainya. Termasuk bekerja dan bergaul.

Baca Juga :  Alasan Masih Mempelajari, BPJS Kesehatan Belum Laksanakan Putusan MA

Tak jauh berbeda dengan Yogi, Tiara Sutari pun jarang mengabaikan gawai. Hanya, dia tidak tahu persis berapa lama waktu yang dia habiskan di depan layar smartphone. ’’Tapi, kayaknya aku tuh hampir nggak pernah lepas dari gadget,’’ ujarnya Senin lalu.

Perempuan berdarah Sunda itu mengaku berpisah dengan gawainya hanya ketika memasak, bermain dengan kucing, baca buku, dan membersihkan rumah. Yang paling sering dia akses saat online adalah TikTok. Meskipun platform medsos yang lain juga dia sambangi. ’’Senang aja, banyak hiburan. Karena real life udah stres, di TikTok banyak video kucing-kucing lucu yang jadi hiburan,’’ tuturnya.

Selain berselancar untuk mengakses beragam konten, dia juga memanfaatkan TikTok untuk berbelanja. Terutama saat pedagangnya live alias melakukan siaran langsung. Saking akrabnya dengan platform itu, Tiara bahkan mengaksesnya lebih dulu tiap membutuhkan apa pun. Di antaranya, resep masakan atau macam-macam tips.

Punya Sisi Positif-Negatif, Pengguna Pegang Kendali

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menyatakan, laporan Meltwater dan We Are Social itu memang gambaran Indonesia yang sebenarnya. ’’Itu juga dipengaruhi oleh semakin tingginya penetrasi smartphone dan akses internet dalam masyarakat. Jadi, hampir semua orang bisa mengakses medsos kapan saja dan di mana saja,’’ paparnya pekan lalu.

Baca Juga :  Rp220 Triliun Dana Daerah Hanya Mengendap di Bank

Masyarakat Indonesia, lanjut Pratama, memiliki budaya sosial yang kuat dan senang berinteraksi. Di era digital seperti sekarang, aspek itu difasilitasi oleh medsos. ’’Bahkan, bisnis dan pekerjaan juga memanfaatkan media sosial untuk promosi dan berkomunikasi dengan pelanggan,’’ jelasnya.

Alasan lain yang membuat masyarakat Indonesia kerasan di medsos adalah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi diri. ’’Media sosial memberi ruang bagi individu untuk menunjukkan eksistensi dan pencapaian mereka serta mendapat pengakuan dari orang lain,’’ terang Pratama.

Penggunaan medsos dalam waktu lama memang berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial tiap individu. Salah satu efek positifnya adalah memperkuat hubungan dan mempermudah koordinasi.

Namun, sejatinya meski tampak kian terhubung dengan banyak orang, terlalu tenggelam dalam medsos justru membuat para penggunanya terisolasi secara sosial. Sebab, mereka jauh lebih sibuk berinteraksi di dunia maya ketimbang dengan orang-orang di sekitarnya. Maka, ungkapan bahwa medsos mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat itu benar adanya.

Pratama mengingatkan, penggunaan medsos berlebih juga mengganggu konsentrasi dan produktivitas. Itu berlaku di sekolah dan tempat kerja. ’’Banyak waktu terbuang begitu saja karena sibuk scrolling media sosial,’’ tegasnya.

Karena itu, kemampuan mengendalikan diri sangat dibutuhkan dalam interaksi di jagat maya. Jangan sampai identitas manusia sebagai makhluk sosial lantas berubah menjadi makhluk medsos. (syn/c18/hep/jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru