25.6 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

MK Tolak Gugatan Uji Materi UU Jasa Konstruksi

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak uji materi sejumlah pasal dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang diajukan
oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) dan pemohon
perorangan.

Penolakan tersebut tercatat dalam
amar putusan Nomor 70/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada sidang pleno Mahkamah
Konstitusi yang dihadiri sembilan Hakim Agung di Gedung MK, Jakarta Pusat,
30/4/2019.

Terdapat enam pasal dalam UU
Nomor 2 Tahun 2017 yang digugat pemohon, yaitu Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan
ayat (5); Pasal 68 ayat (4); Pasal 70 ayat (4); Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4);
Pasal 77; Pasal 84 ayat (2) dan ayat (5) yang mengatur peran serta masyarakat
dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi. Para pemohon menilai UU No 2 Tahun
2017 mengambil alih tugas registrasi badan usaha jasa konstruksi LPJKN dan
LPJKP yang telah berlangsung 17 tahun berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999.

Baca Juga :  DPR Sebut Masih Banyak Guru yang Seperti Lagu Iwan Fals ‘Oemar Bakr

Dalam pertimbangannya, sidang MK
yang dipimpin Majelis Hakim Anwar Usman menyatakan gugatan tersebut tidak
beralasan menurut hukum. Gugatan para pemohon terhadap Pasal 84 ayat (5) UU No
2 Tahun 2017 tentang kewenangan Pemerintah Pusat dalam mengikutsertakan
masyarakat jasa konstruksi juga dianggap kabur.

Majelis Hakim menyatakan dalil
gugatan pemohon karena adanya kerugian hak konstitusional dan birokratisasi
dalam proses sertifikasi dengan berlakunya UU No 2 Tahun 2017 tidak terbukti.
Terlebih hingga perkara ini diputus, para pemohon tidak dapat membuktikan telah
kehilangan pekerjaan atau jabatannya.

Perubahan pada materi muatan
tugas sertifikasi dan registrasi badan usaha dalam UU No 2 Tahun 2017 tidak
untuk menghapus lembaga, dalam hal ini LPJKP. Sepanjang LPJKP menyesuaikan
dengan perubahan muatan UU No 2 Tahun 2017 maka LPJKP tetap ada.

Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 peran
serta dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi tetap diakomodir melalui
lembaga yang independen dan mandiri yakni Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
(LPJK). Apabila dikaitkan dengan aturan otonomi daerah, kegiatan penerbitan
sertifikat tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
sehingga tidak ada wewenang pemerintah daerah otonom yang terambil dan
terkurangi.

Baca Juga :  Polisi Bubarkan Massa Simpatisan FPI yang Hendak Demonstrasi

UU No 2 Tahun 2017 justru
menambahkan kewenangan kepala daerah untuk dapat melaksanakan kewenangan
Pemerintah Pusat, sehingga menjadi hak daerah untuk mengatur dan mengurus
segala urusan Pemerintah konkuren yang telah diserahkan sesuai dengan prinsip
otonomi agar mencapai tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi.

Sidang putusan MK dihadiri oleh
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti didampingi Sekretaris
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Dewi Chomistriana, Kepala Biro Hukum
Kementerian PUPR Putranta Setyanugraha, Direktur Pengadaan Jasa Konstruksi
Sumito, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Putut Marhayudi,  Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya
Jasa Konstruksi Masrianto, Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas
Konstruksi Ober Gultom, dan Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kimron Manik. (rmol/kpc)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak uji materi sejumlah pasal dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang diajukan
oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) dan pemohon
perorangan.

Penolakan tersebut tercatat dalam
amar putusan Nomor 70/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada sidang pleno Mahkamah
Konstitusi yang dihadiri sembilan Hakim Agung di Gedung MK, Jakarta Pusat,
30/4/2019.

Terdapat enam pasal dalam UU
Nomor 2 Tahun 2017 yang digugat pemohon, yaitu Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan
ayat (5); Pasal 68 ayat (4); Pasal 70 ayat (4); Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4);
Pasal 77; Pasal 84 ayat (2) dan ayat (5) yang mengatur peran serta masyarakat
dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi. Para pemohon menilai UU No 2 Tahun
2017 mengambil alih tugas registrasi badan usaha jasa konstruksi LPJKN dan
LPJKP yang telah berlangsung 17 tahun berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999.

Baca Juga :  DPR Sebut Masih Banyak Guru yang Seperti Lagu Iwan Fals ‘Oemar Bakr

Dalam pertimbangannya, sidang MK
yang dipimpin Majelis Hakim Anwar Usman menyatakan gugatan tersebut tidak
beralasan menurut hukum. Gugatan para pemohon terhadap Pasal 84 ayat (5) UU No
2 Tahun 2017 tentang kewenangan Pemerintah Pusat dalam mengikutsertakan
masyarakat jasa konstruksi juga dianggap kabur.

Majelis Hakim menyatakan dalil
gugatan pemohon karena adanya kerugian hak konstitusional dan birokratisasi
dalam proses sertifikasi dengan berlakunya UU No 2 Tahun 2017 tidak terbukti.
Terlebih hingga perkara ini diputus, para pemohon tidak dapat membuktikan telah
kehilangan pekerjaan atau jabatannya.

Perubahan pada materi muatan
tugas sertifikasi dan registrasi badan usaha dalam UU No 2 Tahun 2017 tidak
untuk menghapus lembaga, dalam hal ini LPJKP. Sepanjang LPJKP menyesuaikan
dengan perubahan muatan UU No 2 Tahun 2017 maka LPJKP tetap ada.

Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 peran
serta dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi tetap diakomodir melalui
lembaga yang independen dan mandiri yakni Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
(LPJK). Apabila dikaitkan dengan aturan otonomi daerah, kegiatan penerbitan
sertifikat tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah,
sehingga tidak ada wewenang pemerintah daerah otonom yang terambil dan
terkurangi.

Baca Juga :  Polisi Bubarkan Massa Simpatisan FPI yang Hendak Demonstrasi

UU No 2 Tahun 2017 justru
menambahkan kewenangan kepala daerah untuk dapat melaksanakan kewenangan
Pemerintah Pusat, sehingga menjadi hak daerah untuk mengatur dan mengurus
segala urusan Pemerintah konkuren yang telah diserahkan sesuai dengan prinsip
otonomi agar mencapai tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi.

Sidang putusan MK dihadiri oleh
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti didampingi Sekretaris
Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Dewi Chomistriana, Kepala Biro Hukum
Kementerian PUPR Putranta Setyanugraha, Direktur Pengadaan Jasa Konstruksi
Sumito, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Putut Marhayudi,  Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya
Jasa Konstruksi Masrianto, Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas
Konstruksi Ober Gultom, dan Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kimron Manik. (rmol/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru