PROKALTENG.CO – Tragedi ambruknya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, menyisakan duka mendalam bagi para keluarga korban. Di tengah proses identifikasi yang masih berlangsung, mereka meminta aparat penegak hukum menelusuri kemungkinan adanya kelalaian dalam peristiwa yang merenggut puluhan nyawa santri tersebut.
“Untuk keluarga saat ini sangat terpukul. Kami kehilangan empat keponakan sekaligus, sementara anak saya selamat,” ujar Fauzi, warga asal Madura yang kini berdomisili di Depok, Jawa Barat, saat ditemui di RS Bhayangkara Surabaya, Selasa malam.
Ia menyebut anaknya, Toharul Maulidi (16), yang duduk di kelas 3 SMP, berhasil selamat, namun empat keponakannya — Albi, Ubaidillah, Haikal Ridwan, dan Muzaki Yusuf — meninggal dunia.
Fauzi juga mempertanyakan aktivitas konstruksi di ponpes sebelum bangunan tersebut ambruk.
“Saat kejadian, di lantai atas sedang ada pekerjaan pengecoran, sementara di bawah para santri sedang salat. Itu prosedurnya dari mana? Kalau memang ada unsur kelalaian, siapapun yang bertanggung jawab harus diproses secara hukum. Tidak boleh ada yang kebal,” tegasnya.
Ia mengaku belum menempuh langkah hukum secara langsung, namun berharap aparat segera mengambil tindakan tanpa menunggu seluruh proses identifikasi selesai.
“Kami akan bahas dengan keluarga besar, tapi kami percaya aparat sudah bergerak. Pihak-pihak yang terlibat harus diperiksa untuk memastikan penyebab pasti kejadian ini,” katanya. Fauzi juga meminta agar semua informasi yang beredar tetap berlandaskan fakta lapangan dan tidak berspekulasi. “Kalau bicara, ya harus berdasarkan data. Jangan sampai menimbulkan bias,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, RS Bhayangkara Surabaya melaporkan telah menerima 62 kantong jenazah korban ambruknya Ponpes Al Khoziny hingga Selasa siang. Dari jumlah tersebut, 17 jenazah telah berhasil diidentifikasi dan diserahkan kepada keluarga masing-masing untuk dimakamkan. (ant)