33.4 C
Jakarta
Thursday, November 14, 2024

Disepakati, Fee Tiap Paket Bansos Rp 10 Ribu Perpaket

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara
(JBP) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (Bansos)
untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Dalam kasus suap ini, fee tiap paket
Bansos disepakati sebesar Rp 10.000 perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu
perpaket Bansos.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan dua lainnya
sebagai tersangka penerima suap diantaranya Matheus Joko Santoso (MJS) selaku
pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan seorang bernama Adi Wahyono
(AW). Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM) dan
Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, penerimaaan
suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa
paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk
total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu,
Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket Bansos.

“Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh
MJS dan AW sebesar Rp 10.000 perpaket sembako dari nilai Rp 300.000 perpaket
Bansos,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta
Selatan, Minggu (6/12) dini hari.

Baca Juga :  Jual Beli Data Pribadi Bakal Didenda Rp3 Miliar

Firli menjelaskan, Matheus selaku pejabat
pembuat komitmen (PPK) Kemensos dan Adi Wahyono pada Mei sampai dengan November
2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang
diantaranya AIM, HS dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga
milik Matheus.

“Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan
tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ujar Firli.

Firli menyebut, pada pelaksanaan paket Bansos
sembako periode pertama, diduga telah menerima fee sebesar Rp 12 miliar yang
pembagiannya diberikan secara tunai oleh Mhateus kepada Juliari melalui Adi
Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.

“Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola
oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB, untuk digunakan membayar berbagai
keperluan pribadi JPB,” beber Firli.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos
sembako, sambung Firli, terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember
2020 sekitar Rp 8,8 miliar uang tersebut juga diduga akan dipergunakan untuk
keperluan Juliari.

Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12
huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Baca Juga :  Kuliah Lintas Fakultas Bakal Diberlakukan

 

Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal
12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP.

Pihak pemberi AIM dan HS
disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b
atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara
(JBP) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial (Bansos)
untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020. Dalam kasus suap ini, fee tiap paket
Bansos disepakati sebesar Rp 10.000 perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu
perpaket Bansos.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan dua lainnya
sebagai tersangka penerima suap diantaranya Matheus Joko Santoso (MJS) selaku
pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos dan seorang bernama Adi Wahyono
(AW). Selain itu sebagai pemberi suap KPK menetapkan, Aardian I M (AIM) dan
Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, penerimaaan
suap terhadap Juliari bermula dari pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa
paket sembako di Kementerian Sosial dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun untuk
total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Untuk memuluskan itu,
Juliari menerima fee dari tiap-tiap paket Bansos.

“Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh
MJS dan AW sebesar Rp 10.000 perpaket sembako dari nilai Rp 300.000 perpaket
Bansos,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta
Selatan, Minggu (6/12) dini hari.

Baca Juga :  Jual Beli Data Pribadi Bakal Didenda Rp3 Miliar

Firli menjelaskan, Matheus selaku pejabat
pembuat komitmen (PPK) Kemensos dan Adi Wahyono pada Mei sampai dengan November
2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang
diantaranya AIM, HS dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga
milik Matheus.

“Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan
tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ujar Firli.

Firli menyebut, pada pelaksanaan paket Bansos
sembako periode pertama, diduga telah menerima fee sebesar Rp 12 miliar yang
pembagiannya diberikan secara tunai oleh Mhateus kepada Juliari melalui Adi
Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.

“Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola
oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB, untuk digunakan membayar berbagai
keperluan pribadi JPB,” beber Firli.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos
sembako, sambung Firli, terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember
2020 sekitar Rp 8,8 miliar uang tersebut juga diduga akan dipergunakan untuk
keperluan Juliari.

Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12
huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Baca Juga :  Kuliah Lintas Fakultas Bakal Diberlakukan

 

Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal
12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55
ayat 1 ke 1 KUHP.

Pihak pemberi AIM dan HS
disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b
atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutnya

Terpopuler

Artikel Terbaru