JAKARTA – Dunia pendidikan Indonesia tengah menghadapi ancaman
serius akibat dampak dari pandemi virus corona (Covid-19). Setidaknya,
bayang-bayang putus sekolah hingga potensi gulung tikarnya sejumlah sekolah
bakal terjadi di tengah kondisi saat ini.
Koordinator Nasional Jaringan
Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji meminta pemerintah serius
mengatasi ancaman yang ada di dalam dunia pendidikan Indonesia sekarang ini.
“Pemerintah terkesan belum
menyelamatkan sektor pendidikan, tetapi membiarkan pendidikan berjalan
terseok-seok,†kata Ubaid, Selasa (5/5).
Menurut Ubaid, dana darutat
sebesar Rp405 triliun untuk penanggulangan covid-19 sama sekali tak menyentuh
dunia pendidikan yang juga terdampak. Parahnya lagi, saat ini banyak dana yang
disunat untuk sektor pendidikan.
“Buat makan saja susah, apalagi
buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini
dan itu. Padahal mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi
ini harus dijamin, jangan malah diabaikan,†tegasnya.
Dari gambaran itu, Ubaid melihat
akan muncul ancaman siswa putus sekolah dan angka kemiskinan bakal naik tajam
dalam situasi seperti ini. Sudah barang tentu, hal ini akan berdampak pada
kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya.
“Ancaman sekolah gulung tikar
pada masa ini semakin besar. Hampir 56 persen sekolah swasta di Indonesia
mengalami kesulitan biaya operasional. Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru,
tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terancam terlantar,†tuturnya.
Belum lagi, lanjut Ubaid, adanya
ancaman depresi massal yang melanda siswa, guru, juga orang tua. Sebab kurikulum
saat ini masih mengacu pada kondisi pendidikan normal.
“Seharusnya ada panduan dan
kurikulum belajar dalam kondisi darurat. Jika situasi ini dibiarkan, depresi
massal akan terjadi dan tubuh kian rentan terhadap virus,†pungkasnya.
Untuk itu, pemerintah diminta
berani memberikan stimulus demi menyelamatkan sektor pendidikan. Salah satu
opsi sumber stimulus diusulkan dari dana abadi pendidikan yang dikelola Lembaga
Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP).
“APBN ini kan punya keterbatasan.
Tapi kita punya dana abadi pendidikan, itulah yang kita harap bisa digunakan
sementara untuk bisa menyelamatkan sektor pendidikan,†kata Rektor Institut
Pertanian Bogor (IPB) University Arif Satria.
Menurut Arif, sektor pendidikan
harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, pendidikan merupakan investasi
jangka panjang yang jika dibiarkan bakal punya dampak yang besar.
“Saya kira ekonomi, kesehatan,
sangat mendesak, tapi pendidikan ini ada lag (ketinggalan) satu semester saja,
dampaknya dahsyat sekali,†tuturnya.
Selain itu, Arif juga berharap
pemerintah mempunyai skenario hingga akhir tahun mengantisipasi gelombang kedua
virus corona (covid-19). Baik itu berbentuk stimulus dari dana abadi
pendidikan, maupun insentif dalam bentuk lain.
“Agar bisa menyelamatkan
pendidikan ini, dengan berbagai insentif termasuk menyiapkan skenario terjadi
sampai Desember sehingga presiden minta BUMN mengkafer kuota gratis,â€
pungkasnya.
Ketua Komisi X (Pendidikan) DPR RI
Syaiful Huda meminta pemerintah segera merumuskan skema bantuan bagi
lembaga-lembaga pendidikan swasta dari tingkat pendidikan usia dini, dasar,
menengah hingga perguruan yang mengalami kesulitan biaya operasional akibat
dampak covid-19.
“Lembaga Pendidikan swasta
merupakan penyangga utama Pendidikan di tanah air mengingat timpangnya jumlah
Lembaga Pendidikan milik pemerintah dengan anak usia didik di Indonesia,†kata
Syaiful.
Huda menuturkan, untuk tingkat
PAUD saja, TK milik pemerintah hanya berjumlah 3.363, sedangkan TK swasta
mencapai 87.726. Kondisi yang sama juga tampa di jenjang Pendidikan tinggi di
mana jumlah PTN hanya sekitar 370 lembaga, sedangkan PTS mencapai 4.043
lembaga.
“Jika mereka dibiarkan begitu
saja mengalami kesulitan biaya operasional maka bisa dipastikan angka putus
sekolah maupun drop out (DO) akan meningkat pesat dalam waktu dekat,â€
terangnya.
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen)
Kemendikbud, Hamid Muhammad mengakui, sebanyak 56 persen sekolah swasta yang
mengalami kesulitan finasial meminta dibantu dalam krisis Covid-19.
“Memang ini belum ada skema
khusus untuk membantu. Kecuali kemarin yang kita melakukan relaksasi penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),†pungkasnya.