Site icon Prokalteng

DPR Sahkan UU Pekerjaan Sosial

dpr-sahkan-uu-pekerjaan-sosial

SIDANG Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Pekerjaan Sosial (RUU Peksos)
menjadi undang-undang. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
Indonesia memiliki UU tentang Pekerjaan Sosial.

Undang-Undang (UU) tentang Pekerjaan Sosial akan mengoptimalkan peran,
fungsi, perlindungan terhadap para pekerja sosial, sekaligus pemenuhan hak-hak
konstitusional masyarakat

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut gembira disahkannya UU
tentang Pekerjaan Sosial oleh DPR. Mensos mengatakan, pengesahan UU tentang
Pekerjaan Sosial merupakan bentuk tanggung jawab Negara terhadap peningkatan
kualitas penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial.

“Dengan adanya payung hukum ini, maka akan mengoptimalikan peran, fungsi,
sekaligus menjadi mandat legal formal dan perlindungan terhadap para pekerja
sosial dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial,” kata Mensos, dalam
sambutan pada Rapat Paripurna DPR RI dalam Rangka Pembicaraan Tingkat II untuk
Pengambilan Keputusan Atas RUU tentang Pekerja Sosial, di Kompleks DPR/MPR,
Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Sidang Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Utut Adianto, didampingi Ketua
DPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Hadir mendampingi Mensos,
Staf Khusus Menteri, Sekretaris Jenderal Hartono Laras, para pejabat Eselon I
dan II. Tampak hadir di balkon Ruang Paripurna RI para pekerja sosial,
akademisi, mahasiswa, perwakilan dari sejumlah UPT Kemensos, pegawai Kemensos,
dan perwakilan dari masyarakat yang perduli dengan agenda pembangunan
kesejahteraan sosial.

Selanjutnya Mensos menyatakan, keberadaan pekerja sosial memiliki peran
penting dalam upaya-upaya pembangunan kesejahteraan sosial. “Pekerja sosial
berkontribusi nyata terhadap pemenuhan hak dasar para Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS),” kata Mensos.

Pekerja sosial, kata Mensos, juga berkontribusi nyata dalam memberikan
pelayanan profesional yang terarah, terpadu, dan berkesinambungan untuk
mencegah disfungsi sosial, memberikan pelayanan perlindungan sosial, serta
memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial bagi PPKS.

Dalam rangka optimalisasi peran dan fungsi pekerja sosial itulah diperlukan
payung hukum sebagai mandat legal formal terhadap keberadaan pekerja sosial dan
perlindungan terhadap para pekerja sosial dalam melaksanakan praktik pekerjaan
sosial.

Tak kalah penting, kata Mensos, urgensi kehadiran UU ini juga bisa
dikaitkan dengan keberadaan pekerja sosial asing yang melakukan praktik
pekerjaan sosial di Indonesia. Karena kenyataannya mereka belum tercatat, belum
terpantau, dan/atau belum memiliki izin praktik pekerja sosial.

“Karena itu, UU ini penting melindungi masyarakat dari kemungkinan
terjadinya malpraktik pekerjaan sosial dan dari penetrasi ideologi-ideologi
asing yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh para pekerja sosial
asing,” katanya.

Dalam kesempatan berbeda, Hartono Laras menyatakan, UU ini terdiri dari 69
pasal dimana sebantak 38 pasal tentang khusus pekerja sosial, dan 28 pasal
tentang praktik pekerjaan sosial. “Semangat UU ini memberikan perlindungan dan
meningkatkan pelayanan para pekerja sosial. Dan pada gilirannya akan memberikan
manfaat lebih besar kepada masyarakat,” katanya.

Hartono mengucap syukur sebab dengan demikian, sejak praktik pekerja sosial
sudah ada di negeri ini tahun 1958, baru kali ini memiliki UU Pekerjaan Sosial.
“Sempat muncul obsesi tahun 2012, lalu timbul tenggelam. Dan baru sekarang bisa
terwujud,” katanya.

Sejak Januari 2018, kata Mensos, DPR mengajukan rancangan inisiatif terkait
RUU Peksos dan bisa selesai Agustus 2018. “Bila pada periode tugas DPR
2014-2019 bisa selesai dengan baik, hal ini karena tumbuhnya semangat sama di
kalangan stakeholder ,” kata Sekjen.

Untuk itu, Hartono menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
berkontribusi, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ristek Dikti,
Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pekerja
sosial itu sendiri, akademisi dari 30 perguruan tinggi yang memiliki program
studi kesejahteraan sosial.

“Termasuk di dalamnya sivitas akademika Politeknik Kesejahteraan Sosial
Bandung. Mereka mengawal dengan penuh dedikasi. Menyusun referensi dari
berbagai Negara. Karena ternyata tidak banyak Negara yang memiliki UU tentang
Pekerjaan Sosial,” katanya.

Selanjutnya, Kemensos akan bergerak cepat menindaklanjuti dengan agenda
sosialisasi ke sejumlah pihak. Kemensos juga punya kewajiban menyusun 1 draft
peraturan pemerintah, dan 9 peraturan pemerintah. “Ada juga dalam pasal-pasal
di dalamnya yang bisa langsung dilaksanakan,” kata Hartono.

Dalam laporannya, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong menyampaikan
sambutannya dengan suara bergetar. Ia mengatakan, keberadaan UU tentang Pekerja
Sosial merupakan langkah maju dalam upaya membangun sumber daya manusia pekerja
sosial yang profesional.

“Lahirnya UU ini bisa mendorong kontribusi dan peran para pekerja sosial
dalam penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial di tanah air,” kata Ali
Taher, disambut aplaus panjang dari balkon pengunjung di ruang sidang Paripurna
DPR.

Usai sidang, Mensos bergerak ke arah Ruang KK II. Di sini sudah menunggu
ratusan mahasiswa program studi Kesejahteraan Sosial dari berbagai perguruan
tinggi di tanah air. Mensos didaulat untuk memberikan sambutan terkait
disahkannya UU tentang Pekerjaan Sosial

Mensos mengajak mahasiswa bersyukur dan tak lupa untuk memberi kontribusi
nyata dalam pembangunan kesejaheraan sosial di tanah air. Mensos juga mengajak
mahasiswa menyampaikan apresiasi kepada DPR RI yang telah mengawal lahir UU
ini. (indopos/kpc)

Exit mobile version