JAKARTA –
Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas dr. Andani Eka Putra mengatakan bahwa obat yang paling
bagus untuk pasien Covid-19 adalah menghilangkan stres dan depresi.
“Sebenarnya obat yang paling bagus menghilangkan
Covid-19 itu adalah bagaimana menghilangkan stres atau depresi pada waktu
pasien dirawat. Itu paling bagus,” kata Andani saat diskusi virtual
Sinergi Mencari Obat Covid” Sabtu (3/10). Menurut Andani, ini juga
berdasarkan pengalamannya merawat pasien Covid-19.
Sebab, ujar dia, banyak pasien Covid-19 yang mengalami stres
ketika dinyatakan terinfeksi corona.
“Kuncinya, tetap memotivasi semangat itu yang paling
penting,” jelasnya. Andani mengatakan selain itu yang perlu
dilakukan adalah melakukan deteksi secepat mungkin, sehingga pasien tidak jatuh
terlebih dahulu.
Menurutnya,
ketika didiagnosa, maka pasien bisa segera beristirahat, makan obat-obatan, dan
sebagainya, sehingga kondisinya akan membaik lebih cepat. Ia mengatakan bahwa
banyak sekali pasien yang ketika masuk ke rumah sakit karena Covid-19, di
pikirannya itu muncul bahwa stigma jelek akan dialami keluarganya, dianggap
aib, bahkan mereka seolah-olah akan menghadapi kematian dan macam-macam.
“Sebenarnya
tidak ada masalah sama sekali. Jadi, saya sepakat sekali, yang paling penting
untuk pasien itu bagaimana memperbaiki motivasi,” katanya.
Menurut dia, pendekatan yang dilakukan petugas medis kepada
pasien juga sangat penting sekali. Dia menegaskan bahwa pasien membutuhkan
komunikasi. “Pendekatan itu penting sekali,” tegasnya. Dia mengatakan
kuncinya adalah masyarakat jangan terlalu panik dengan Covid-19.
Namun, lanjut dia, jangan pula terlalu abai. “Waspada
dan hati-hati saja, pakai rasional paling bagus untuk itu,” ujarnya. Lebih
jauh Andani mengingatkan masyarakat tidak perlu terlalu takut Covid-19 akan
menyebar lewat udara atau airborne. “Saya tidak sepakat dengan airborne.
Kalau airborne, dari dulu sudah habis orang-orang,” katanya. Menurutnya,
kalau airborne lokal menyerap dua atau tiga meter, mungkin masih bisa.
Namun, dia tidak
percaya kalau jaraknya 10 atau 50 meter, bisa menyebarkan virus. “Kalau
airborne lokal menyerap dua tiga meter mungkin masih bisa, tetapi kalau
jaraknya 10 atau 50 meter saya tidak percaya, tidak meyakinkan,” ujar dia.
Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen menyampaikan kritik kepada CDC atau Center
for Disease Control, dan WHO atau Wolrd Health Organization terkait persoalan
airborne. “Tempo hari (CDC), sempat di-posting penularan Covid-19 ini bisa
melalui airborne. Ternyata akhir-akhir ini sudah diralat bahwa penularan virus
itu tidak melalui airbone, alasannya karena salah posting. Ini kan lucu
sekali,” kata Nabil dalam diskusi itu.
Politikus PDI Perjuangan itu mengingatkan bahwa CDC atau WHO
untuk berhati-hati menyampaikan informasi. “Karena setiap hasil pernyataan
yang dikeluarkan WHO atau CDC ini akan memengaruhi kebijakan,” kata Nabil.