25.8 C
Jakarta
Sunday, September 22, 2024

Penerbitan Perppu Pilkada Meleset

Pemerintah, DPR, dan para penyelenggara pemilu
telah menyepakati bahwa pemungutan suara pilkada 2020 dimundurkan dari 23
September menjadi 9 Desember. Pemunduran jadwal itu disertai target penyusunan
payung hukum berupa perppu pilkada selesai April 2020. Namun, hingga kemarin
(30/4) Presiden Joko Widodo belum juga mengesahkan draf perppu yang sudah
disusun.

Untuk diketahui, dalam rapat dengar pendapat
bersama Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri Selasa lalu (14/4), KPU
meminta agar perppu selesai April. Tujuannya, penyusunan peraturan KPU bisa
tuntas pada Mei. Sebab, jika coblosan dilaksanakan pada 9 Desember 2020,
tahapan harus dimulai 1 Juni dan regulasinya harus sudah klir.

Saat dikonfirmasi, Komisioner KPU RI Ilham
mengatakan belum mendapat informasi kapan perppu diterbitkan. Dia hanya bisa
berharap payung hukum penundaan pilkada itu keluar secepatnya. ”Semoga bisa
besok (hari ini, Red),” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Baca Juga :  Djoko Santoso Meninggal Dunia karena Stroke Berat

Disinggung soal sejauh mana dampak
keterlambatan perppu dalam penyusunan PKPU, dia enggan berkomentar lebih
lanjut. ”Kita tunggu saja,” kata pria berdarah Aceh tersebut.

Sebelumnya, Ilham menyebut ada banyak hal
teknis yang perlu diatur ulang dalam PKPU menyusul tertundanya tahapan. Selain
jadwal, tentu ada hal lain. Misalnya, mengatur perubahan data pemilih,
khususnya tambahan pemilih pemula yang usianya telah memenuhi syarat saat
mendekati 9 Desember. Atau mengatur bukti dukungan calon perseorangan yang bisa
saja telah terjadi perubahan alamat atau status orangnya.

Tak kunjung terbitnya perppu pilkada juga
membuat khawatir Koalisi Masyarakat Sipil Bidang Kepemiluan. Mereka pun
mengusulkan draf rancangan perppu yang lebih singkat. Draf tersebut menjadi
tawaran ide di tengah belum kunjung diundangkannya perppu yang disusun
pemerintah hingga akhir April.

Elemen yang terlibat dalam koalisi itu adalah
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Network for Democracy and
Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Andalas, dan
Rumah Kebangsaan.

Baca Juga :  Mulai Besok Dilarang Mudik, Kakorlantas Beri Syarat Khusus

Peneliti Pusako Charles Simabura mengatakan,
draf yang diusulkan jajarannya bersifat minimalis. Hanya ada pasal-pasal yang
dinilai krusial untuk segera diatur. Sebab, situasinya memang tengah
membutuhkan jalan keluar yang cepat. ”Tidak memungkinkan membuat konsep yang
maksimal soal UU Pilkada,” ujarnya.

Charles menambahkan, ada tiga pasal yang
dinilai krusial. Pertama, pasal 122 yang mengatur penundaan pilkada. Dalam draf
versi masyarakat, pihaknya mengusulkan kewenangan membatalkan dan melanjutkan
pilkada diberikan ke KPU RI jika di lebih dari 40 persen wilayah pemilihan
terjadi bencana alam maupun nonalam.

Dua pasal lainnya mengatur tentang anggaran
dan tanggal pelaksanaan pilkada yang dianggap lebih cocok dan meminimalkan
risiko.

·        
 

Pemerintah, DPR, dan para penyelenggara pemilu
telah menyepakati bahwa pemungutan suara pilkada 2020 dimundurkan dari 23
September menjadi 9 Desember. Pemunduran jadwal itu disertai target penyusunan
payung hukum berupa perppu pilkada selesai April 2020. Namun, hingga kemarin
(30/4) Presiden Joko Widodo belum juga mengesahkan draf perppu yang sudah
disusun.

Untuk diketahui, dalam rapat dengar pendapat
bersama Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri Selasa lalu (14/4), KPU
meminta agar perppu selesai April. Tujuannya, penyusunan peraturan KPU bisa
tuntas pada Mei. Sebab, jika coblosan dilaksanakan pada 9 Desember 2020,
tahapan harus dimulai 1 Juni dan regulasinya harus sudah klir.

Saat dikonfirmasi, Komisioner KPU RI Ilham
mengatakan belum mendapat informasi kapan perppu diterbitkan. Dia hanya bisa
berharap payung hukum penundaan pilkada itu keluar secepatnya. ”Semoga bisa
besok (hari ini, Red),” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Baca Juga :  Djoko Santoso Meninggal Dunia karena Stroke Berat

Disinggung soal sejauh mana dampak
keterlambatan perppu dalam penyusunan PKPU, dia enggan berkomentar lebih
lanjut. ”Kita tunggu saja,” kata pria berdarah Aceh tersebut.

Sebelumnya, Ilham menyebut ada banyak hal
teknis yang perlu diatur ulang dalam PKPU menyusul tertundanya tahapan. Selain
jadwal, tentu ada hal lain. Misalnya, mengatur perubahan data pemilih,
khususnya tambahan pemilih pemula yang usianya telah memenuhi syarat saat
mendekati 9 Desember. Atau mengatur bukti dukungan calon perseorangan yang bisa
saja telah terjadi perubahan alamat atau status orangnya.

Tak kunjung terbitnya perppu pilkada juga
membuat khawatir Koalisi Masyarakat Sipil Bidang Kepemiluan. Mereka pun
mengusulkan draf rancangan perppu yang lebih singkat. Draf tersebut menjadi
tawaran ide di tengah belum kunjung diundangkannya perppu yang disusun
pemerintah hingga akhir April.

Elemen yang terlibat dalam koalisi itu adalah
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Network for Democracy and
Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Andalas, dan
Rumah Kebangsaan.

Baca Juga :  Mulai Besok Dilarang Mudik, Kakorlantas Beri Syarat Khusus

Peneliti Pusako Charles Simabura mengatakan,
draf yang diusulkan jajarannya bersifat minimalis. Hanya ada pasal-pasal yang
dinilai krusial untuk segera diatur. Sebab, situasinya memang tengah
membutuhkan jalan keluar yang cepat. ”Tidak memungkinkan membuat konsep yang
maksimal soal UU Pilkada,” ujarnya.

Charles menambahkan, ada tiga pasal yang
dinilai krusial. Pertama, pasal 122 yang mengatur penundaan pilkada. Dalam draf
versi masyarakat, pihaknya mengusulkan kewenangan membatalkan dan melanjutkan
pilkada diberikan ke KPU RI jika di lebih dari 40 persen wilayah pemilihan
terjadi bencana alam maupun nonalam.

Dua pasal lainnya mengatur tentang anggaran
dan tanggal pelaksanaan pilkada yang dianggap lebih cocok dan meminimalkan
risiko.

·        
 

Terpopuler

Artikel Terbaru