Oleh: Mukhtarudin, Sekretaris Fraksi Golkar, Anggota Komisi XII DPR RI Dapil Kalimantan Tengah
PERESMIAN proyek energi baru terbarukan (EBT) senilai Rp 25 triliun oleh Presiden Prabowo Subianto pada 26 Juni 2025 di 15 provinsi merupakan langkah monumental dalam perjalanan Indonesia menuju kemandirian energi.
Dengan melibatkan pembangunan 55 pembangkit listrik EBT berkapasitas total 379,7 MW, proyek ini bukan hanya sekadar investasi infrastruktur, tetapi juga cerminan visi strategis untuk mengubah wajah ketahanan energi nasional.
Sebagai anggota Komisi XII DPR RI, saya melihat inisiatif ini sebagai titik balik yang tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di panggung energi global, tetapi juga membawa harapan baru bagi masyarakat di berbagai pelosok negeri.
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto patut diapresiasi sebagai dorongan nyata untuk mengubah paradigma energi Indonesia.
Proyek-proyek seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Blawan Ijen Unit 1 di Bondowoso dan PLTP Ulubelu Gunung Tiga di Tanggamus, Lampung, maupun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pulau Kalimantan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk mengoptimalkan sumber daya alamnya.
Panas bumi, sebagai salah satu pilar EBT, menawarkan solusi energi yang andal, berkelanjutan, dan rendah emisi. Dengan target operasional pada Desember 2029, proyek ini menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat transisi energi menuju target emisi nol bersih pada 2060.
Energi adalah denyut nadi pembangunan, dan energi hijau adalah jantungan masa depan. Artinya inisiatif ini tidak hanya menerangi rumah-rumah, tetapi juga menyalakan harapan untuk generasi mendatang.
Namun, keberhasilan proyek ini tidak hanya diukur dari kapasitas produksi listrik, melainkan juga dari dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.
Sebagai bagian dari Komisi XII DPR RI, yang membidangi energi, saya menekankan pentingnya pendekatan inklusif dalam implementasi proyek ini. Tindakan kecil yang dilakukan secara bersama-sama, tentu dapat mengubah dunia, dengan melibatkan komunitas lokal, maka proyek EBT dapat menjadi katalis perubahan sosial yang inklusif.
Keterlibatan masyarakat lokal harus menjadi prioritas, baik sebagai tenaga kerja, pelaku usaha pendukung, maupun penerima manfaat langsung dari akses energi yang dihasilkan.
Daerah-daerah seperti Bondowoso dan Tanggamus, yang sering kali terpinggirkan dari pembangunan infrastruktur skala besar, kini memiliki peluang untuk bangkit secara ekonomi.
Misalnya, pembangunan PLTP tidak hanya menyediakan listrik, tetapi juga membuka peluang bagi sektor pariwisata, pertanian berbasis energi, dan industri kecil yang bergantung pada pasokan listrik yang stabil.
Namun, tantangan besar masih menanti. Pertama, pengelolaan dana sebesar Rp 25 triliun harus dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas maksimal. Komisi XII DPR RI berharap agar anggaran ini digunakan secara efisien, bebas dari praktik korupsi, dan benar-benar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, aspek lingkungan harus menjadi perhatian utama. Meskipun EBT dikenal ramah lingkungan, proses konstruksi dan operasional pembangkit seperti PLTP harus meminimalkan dampak terhadap ekosistem lokal, termasuk hutan, sumber air, dan keanekaragaman hayati.
Ketiga, pemerintah perlu memastikan bahwa manfaat energi ini merata, terutama untuk masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), sehingga prinsip keadilan energi dapat terwujud. Karena masa depan yang berkelanjutan bukanlah mimpi, tapi adalah tujuan yang harus kita kejar dengan tindakan nyata.
Lebih jauh, proyek ini juga harus menjadi katalis untuk inovasi dan kolaborasi. Saya mendorong pemerintah untuk melibatkan akademisi, startup teknologi, dan sektor swasta dalam mengembangkan solusi EBT yang lebih efisien dan terjangkau.
Misalnya, pengembangan teknologi penyimpanan energi (energy storage) dapat menjadi game-changer untuk memastikan pasokan listrik yang stabil dari sumber EBT yang fluktuatif seperti tenaga surya atau angin.
Selain itu, pelatihan tenaga kerja lokal untuk mengelola dan memelihara pembangkit EBT akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Indonesia.
Di tengah tantangan perubahan iklim global, langkah Indonesia melalui proyek EBT ini patut mendapat apresiasi. Namun, ini hanyalah permulaan.
Komisi XII DPR RI berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang mendukung percepatan transisi energi, termasuk insentif untuk investasi EBT, penyederhanaan regulasi, dan penguatan kerja sama internasional untuk transfer teknologi.
Kami juga akan memastikan bahwa suara masyarakat, terutama di daerah proyek, didengar dan diakomodasi dalam setiap tahap pembangunan.
Proyek EBT Rp 25 triliun ini adalah investasi untuk generasi mendatang. Dengan pengelolaan yang tepat, proyek ini tidak hanya akan menerangi rumah-rumah di 15 provinsi, tetapi juga menyalakan harapan untuk Indonesia.
Seperti yang pernah dikatakan oleh filsuf Lao Tzu, “Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah”
Langkah ini telah dilakukan Pemerintah Presiden Prabowo, dan kini saatnya kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang mandiri energi, hijau, dan berkeadilan.
Dengan optimisme dan kerja keras, mimpi besar ini bukan lagi minimnya utopia, tetapi kenyataan yang akan kita gapai.
Mari kita wujudkan mimpi besar ini bersama, demi masa depan bangsa yang lebih cerah dan lestari. (*)