26.3 C
Jakarta
Wednesday, November 27, 2024

Prancis Berlakukan Status Darurat Tingkat Tinggi

PROKALTENG.CO – Pemerintah Prancis memberlakukan status darurat
tingkat tinggi setelah insiden penikaman di sebuah gereja di kota Nice.
Sebanyak 7.000 tentara dikerahkan untuk bersiaga di jalan, tempat ibadan dan
sekolah. Pemberlakuan status darurat itu diumumkan oleh Perdana Menteri Prancis
Jean Castex.

Penikaman terjadi pada Kamis
(29/10/2020) pagi waktu setempat. Tiga orang tewas dalam serangan teroris
terbaru di Prancis. Insiden ini hanya berselang dua pekan pasca pembunuhan
seorang guru sekolah usai membahas karikatur Nabi Muhammad di kelas kebebasan
berekspresi.

“Sistem peringatan keamanan
nasional Vigipirate negara itu akan diberlakukan pada level darurat serangan
tingkat tertinggi dari protokol keamanan,” kata Castex dikutip dari AFP, Jumat
(30/10).

“Pemerintah Prancis akan memberi
respons yang tegas atas serangan ini,” sambungnya.

Wali Kota Nice Christian Estrosi
lewat akun Twitter mengatakan, bahwa insiden itu merupakan serangan teror.
“Saya dapat mengkonfirmasi semuanya, biarkan kami berpikir ini adalah serangan
teror di Notre-Dame Basilica,” ujarnya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron
turut mengutuk tindakan teror tersebut. Dia menyebutnya bentuk kegilaan. Macron
lalu menyatakan, Prancis akan selalu melawan paham ekstremisme dan terorisme.

“Kegilaan teroris Islam. Prancis
tetap akan mempertahankan nilai-nilai sekularisme,” kata Macron.

“Sekali lagi, pagi ini, tiga
warga kami menjadi korban di Nice dan sangat jelas bahwa Prancis sedang
diserang,” imbuhnya.

Indonesia melalui Kementerian
Luar Negeri mengecam pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron tersebut yang
dinilai telah menyinggung umat Islam.

“Indonesia mengecam pernyataan
Presiden Prancis yang tidak menghormati Islam dan komunitas Muslim di seluruh
dunia. Pernyataan itu menyinggung lebih dari 2 miliar Muslim di seluruh dunia
dan memicu perpecahan berbagai agama di dunia,” demikian pernyataan Kemlu,
Jumat (30/10).

Kemlu juga menegaskan, bahwa
kebebasan berekspresi seharusnya tak menodai kehormatan, kesucian, dan simbol
agama.

“Sebagai negara berpenduduk
Muslim terbesar dan demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia mendesak
masyarakat global untuk mengedepankan persatuan dan toleransi beragama,
terutama di tengah pandemi yang sedang berlangsung,” tulis Kemlu

Kendati demikian, Pemerintah
Indonesia mengecam pembunuhan di Gereja Notre-Dame, Nice, Prancis yang
menewaskan tiga orang dengan luka mengenaskan akibat serangan pisau.

Baca Juga :  Serangan Darat Israel Kian Mendekat ke Gaza

“Indonesia menyampaikan simpati
dan duka cita mendalam kepada korban dan keluarga korban,” demikian keterangan
Kemenlu.

Menyusul aksi kekerasan tersebut,
KBRI Paris dan KJRI Marseille segera berkoordinasi dengan aparat setempat serta
simpul-simpul WNI termasuk Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) untuk memastikan
kondisi para WNI.

“Hingga saat ini, tidak terdapat
informasi adanya korban WNI dalam serangan tersebut,” lanjut Kemlu.

Sementara itu, Perwakilan Tinggi
PBB untuk Aliansi Peradaban, Miguel Angel Moratinos, menyeru dunia untuk saling
menghormati semua agama dan kepercayaan. Menurut dia, sikap ini penting guna
mengembangkan budaya persaudaraan dan perdamaian.

Moratinos menyatakan keprihatinan
mendalam atas meningkatnya ketegangan dan contoh intoleransi yang dipicu oleh
majalah mingguan Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur satire yang
menggambarkan Nabi Muhammad.

“Karikatur yang menghasut juga
telah memprovokasi tindakan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah,
yang diserang karena agama, kepercayaan atau etnik mereka,” kata Moratinos.

Moratinos menggarisbawahi, bahwa
penghinaan terhadap agama dan simbol-simbol suci agama telah memprovokasi
kebencian dan ekstremisme kekerasan. Kondisi itu pada gilirannya mengarah pada
polarisasi dan fragmentasi masyarakat.

Moratinos pun menegaskan, bahwa
kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan cara yang sepenuhnya menghormati
keyakinan agama dan prinsip semua agama.

“Tindakan kekerasan tidak dapat
dan tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok
etnik apa pun,” ujarnya.

Pemimpin tertinggi Iran,
Ayatollah Ali Khamenei menilai, mengenai dukungan Presiden Prancis terhadap
penerbitan kartun Nabi Muhammad sebagai tindakan bodoh dan penghinaan bagi
Islam.

Ali Khamenei sangat menyayangkan
ucapan Macron yang justru melindungi aktivitas penistaan agama. Dalam Islam,
menyamakan Nabi Muhammad dengan gambar makhluk apapun merupakan bentuk
penistaan. Dia menyebut langkah Macron sebagai tindakan bodoh serta berpotensi
memicu perpecahan.

“Tanyakan presiden Anda mengapa
mendukung penghinaan terhadap utusan Tuhan atas nama kebebasan berekspresi.
Apakah kebebasan berekspresi berarti menghina, terutama orang suci?,” kata
Khamenei dikutip dari France24.

“Bukankah tindakan bodoh ini
merupakan penghinaan terhadap alasan orang-orang yang memilihnya?,” lanjutnya.

Pernyataan Khamenei sejalan
dengan sikap pemerintah Iran yang melontarkan kecaman dan kritik terhadap
Macron serta gerakan anti-Islam di Prancis.

Presiden Iran, Hassan Rouhani
mengeluarkan peringatan keras kepada Prancis. Dia mengatakan, sikap Macron dan
gerakan anti-Islam berpotensi memicu kekerasan serta pertumpahan darah jika
tidak segera dihentikan.

Baca Juga :  Dinyatakan Sembuh, 243 Orang Pasien Terinfeksi Virus Corona Boleh Pula

Macron menjadi sorotan setelah
menyatakan, bahwa ia tak melarang Charlie Hebdo menerbitkan kartun Nabi
Muhammad. Ia juga mengatakan Islam adalah “agama yang sedang mengalami krisis
di seluruh dunia.”

Macron melontarkan pernyataan ini
sebagai respons atas pemenggalan guru yang membahas karikatur Nabi di Charlie
Hebdo, Samuel Paty (47), di Eragny, oleh pendatang dari Chechnya, Abdoullakh
Abouyezidovitch (18).

Dapat disampaikan, bahwa
penyerangan di sekitar Gereja Notre Dame Basilica, Nice, Prancis bermula pada
pukul 8:29 waktu Prancis ketika seorang pria dengan pisau mulai menyerang
orang-orang yang sedang berdoa di dalam Basilika Notre-Dame, di jantung kota
Mediterania.

Berdasarkan keterangan Jaksa
anti-teror Prancis, Jean-Francois Ricard, pelaku membawa salinan Al Quran serta
tiga pisau.

Hanya sekitar 30 menit, pelaku
menggunakan pisau berukuran 30 cm untuk memotong tenggorokan wanita berusia 60
tahun dan membuatnya meninggal di dalam gereja.

Tak hanya itu, seorang pria
berusia 55 tahun yang merupakan pegawai gereja turut menjadi korban setelah
jenazahnya ditemukan di dalam gereja. Ia ditemukan dengan kondisi mengenaskan,
tenggorokannya turut digorok.

Sementara itu, seorang perempuan
berusia 44 tahun sempat mencoba mencari bantuan dengan melarikan diri dari
gereja ke restoran terdekat. Namun, ia tak dapat tertolong dan meninggal karena
beberapa luka pisau.

Pelaku penyerangan telah
ditangkap usai polisi melepaskan tembakan. Ketika ditangkap, pelaku menyerukan
Allahu Akbar sebelum dilarikan ke rumah sakit.

Pelaku merupakan laki-laki
Tunisia berusia 21 tahun yang baru tiba di Prancis pada awal Oktober 2020. Ia
datang ke Eropa dengan kapal migran melalui Pulau Lampedusa, Italia pada akhir
September lalu. Ia mengaku sebagai Brahim Aouissaoui.

Tak lama setelah kejadian, Sejak
kejadian itu, pemerintah Prancis meningkatkan level keamanan usai terjadi
penyerangan. Sebanyak 7 ribu personel tentara dikerahkan untuk menjaga gereja
di Prancis.

Terpisah, Kejaksaan Agung Tunisia
mengaku bakal melakukan investigasi terkait kasus tersebut. Mereka akan
melakukan penyelidikan usai warga negara Tunisia dilaporkan menjadi terduga
pelaku penyerangan.

PROKALTENG.CO – Pemerintah Prancis memberlakukan status darurat
tingkat tinggi setelah insiden penikaman di sebuah gereja di kota Nice.
Sebanyak 7.000 tentara dikerahkan untuk bersiaga di jalan, tempat ibadan dan
sekolah. Pemberlakuan status darurat itu diumumkan oleh Perdana Menteri Prancis
Jean Castex.

Penikaman terjadi pada Kamis
(29/10/2020) pagi waktu setempat. Tiga orang tewas dalam serangan teroris
terbaru di Prancis. Insiden ini hanya berselang dua pekan pasca pembunuhan
seorang guru sekolah usai membahas karikatur Nabi Muhammad di kelas kebebasan
berekspresi.

“Sistem peringatan keamanan
nasional Vigipirate negara itu akan diberlakukan pada level darurat serangan
tingkat tertinggi dari protokol keamanan,” kata Castex dikutip dari AFP, Jumat
(30/10).

“Pemerintah Prancis akan memberi
respons yang tegas atas serangan ini,” sambungnya.

Wali Kota Nice Christian Estrosi
lewat akun Twitter mengatakan, bahwa insiden itu merupakan serangan teror.
“Saya dapat mengkonfirmasi semuanya, biarkan kami berpikir ini adalah serangan
teror di Notre-Dame Basilica,” ujarnya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron
turut mengutuk tindakan teror tersebut. Dia menyebutnya bentuk kegilaan. Macron
lalu menyatakan, Prancis akan selalu melawan paham ekstremisme dan terorisme.

“Kegilaan teroris Islam. Prancis
tetap akan mempertahankan nilai-nilai sekularisme,” kata Macron.

“Sekali lagi, pagi ini, tiga
warga kami menjadi korban di Nice dan sangat jelas bahwa Prancis sedang
diserang,” imbuhnya.

Indonesia melalui Kementerian
Luar Negeri mengecam pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron tersebut yang
dinilai telah menyinggung umat Islam.

“Indonesia mengecam pernyataan
Presiden Prancis yang tidak menghormati Islam dan komunitas Muslim di seluruh
dunia. Pernyataan itu menyinggung lebih dari 2 miliar Muslim di seluruh dunia
dan memicu perpecahan berbagai agama di dunia,” demikian pernyataan Kemlu,
Jumat (30/10).

Kemlu juga menegaskan, bahwa
kebebasan berekspresi seharusnya tak menodai kehormatan, kesucian, dan simbol
agama.

“Sebagai negara berpenduduk
Muslim terbesar dan demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia mendesak
masyarakat global untuk mengedepankan persatuan dan toleransi beragama,
terutama di tengah pandemi yang sedang berlangsung,” tulis Kemlu

Kendati demikian, Pemerintah
Indonesia mengecam pembunuhan di Gereja Notre-Dame, Nice, Prancis yang
menewaskan tiga orang dengan luka mengenaskan akibat serangan pisau.

Baca Juga :  Serangan Darat Israel Kian Mendekat ke Gaza

“Indonesia menyampaikan simpati
dan duka cita mendalam kepada korban dan keluarga korban,” demikian keterangan
Kemenlu.

Menyusul aksi kekerasan tersebut,
KBRI Paris dan KJRI Marseille segera berkoordinasi dengan aparat setempat serta
simpul-simpul WNI termasuk Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) untuk memastikan
kondisi para WNI.

“Hingga saat ini, tidak terdapat
informasi adanya korban WNI dalam serangan tersebut,” lanjut Kemlu.

Sementara itu, Perwakilan Tinggi
PBB untuk Aliansi Peradaban, Miguel Angel Moratinos, menyeru dunia untuk saling
menghormati semua agama dan kepercayaan. Menurut dia, sikap ini penting guna
mengembangkan budaya persaudaraan dan perdamaian.

Moratinos menyatakan keprihatinan
mendalam atas meningkatnya ketegangan dan contoh intoleransi yang dipicu oleh
majalah mingguan Prancis Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur satire yang
menggambarkan Nabi Muhammad.

“Karikatur yang menghasut juga
telah memprovokasi tindakan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah,
yang diserang karena agama, kepercayaan atau etnik mereka,” kata Moratinos.

Moratinos menggarisbawahi, bahwa
penghinaan terhadap agama dan simbol-simbol suci agama telah memprovokasi
kebencian dan ekstremisme kekerasan. Kondisi itu pada gilirannya mengarah pada
polarisasi dan fragmentasi masyarakat.

Moratinos pun menegaskan, bahwa
kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan cara yang sepenuhnya menghormati
keyakinan agama dan prinsip semua agama.

“Tindakan kekerasan tidak dapat
dan tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok
etnik apa pun,” ujarnya.

Pemimpin tertinggi Iran,
Ayatollah Ali Khamenei menilai, mengenai dukungan Presiden Prancis terhadap
penerbitan kartun Nabi Muhammad sebagai tindakan bodoh dan penghinaan bagi
Islam.

Ali Khamenei sangat menyayangkan
ucapan Macron yang justru melindungi aktivitas penistaan agama. Dalam Islam,
menyamakan Nabi Muhammad dengan gambar makhluk apapun merupakan bentuk
penistaan. Dia menyebut langkah Macron sebagai tindakan bodoh serta berpotensi
memicu perpecahan.

“Tanyakan presiden Anda mengapa
mendukung penghinaan terhadap utusan Tuhan atas nama kebebasan berekspresi.
Apakah kebebasan berekspresi berarti menghina, terutama orang suci?,” kata
Khamenei dikutip dari France24.

“Bukankah tindakan bodoh ini
merupakan penghinaan terhadap alasan orang-orang yang memilihnya?,” lanjutnya.

Pernyataan Khamenei sejalan
dengan sikap pemerintah Iran yang melontarkan kecaman dan kritik terhadap
Macron serta gerakan anti-Islam di Prancis.

Presiden Iran, Hassan Rouhani
mengeluarkan peringatan keras kepada Prancis. Dia mengatakan, sikap Macron dan
gerakan anti-Islam berpotensi memicu kekerasan serta pertumpahan darah jika
tidak segera dihentikan.

Baca Juga :  Dinyatakan Sembuh, 243 Orang Pasien Terinfeksi Virus Corona Boleh Pula

Macron menjadi sorotan setelah
menyatakan, bahwa ia tak melarang Charlie Hebdo menerbitkan kartun Nabi
Muhammad. Ia juga mengatakan Islam adalah “agama yang sedang mengalami krisis
di seluruh dunia.”

Macron melontarkan pernyataan ini
sebagai respons atas pemenggalan guru yang membahas karikatur Nabi di Charlie
Hebdo, Samuel Paty (47), di Eragny, oleh pendatang dari Chechnya, Abdoullakh
Abouyezidovitch (18).

Dapat disampaikan, bahwa
penyerangan di sekitar Gereja Notre Dame Basilica, Nice, Prancis bermula pada
pukul 8:29 waktu Prancis ketika seorang pria dengan pisau mulai menyerang
orang-orang yang sedang berdoa di dalam Basilika Notre-Dame, di jantung kota
Mediterania.

Berdasarkan keterangan Jaksa
anti-teror Prancis, Jean-Francois Ricard, pelaku membawa salinan Al Quran serta
tiga pisau.

Hanya sekitar 30 menit, pelaku
menggunakan pisau berukuran 30 cm untuk memotong tenggorokan wanita berusia 60
tahun dan membuatnya meninggal di dalam gereja.

Tak hanya itu, seorang pria
berusia 55 tahun yang merupakan pegawai gereja turut menjadi korban setelah
jenazahnya ditemukan di dalam gereja. Ia ditemukan dengan kondisi mengenaskan,
tenggorokannya turut digorok.

Sementara itu, seorang perempuan
berusia 44 tahun sempat mencoba mencari bantuan dengan melarikan diri dari
gereja ke restoran terdekat. Namun, ia tak dapat tertolong dan meninggal karena
beberapa luka pisau.

Pelaku penyerangan telah
ditangkap usai polisi melepaskan tembakan. Ketika ditangkap, pelaku menyerukan
Allahu Akbar sebelum dilarikan ke rumah sakit.

Pelaku merupakan laki-laki
Tunisia berusia 21 tahun yang baru tiba di Prancis pada awal Oktober 2020. Ia
datang ke Eropa dengan kapal migran melalui Pulau Lampedusa, Italia pada akhir
September lalu. Ia mengaku sebagai Brahim Aouissaoui.

Tak lama setelah kejadian, Sejak
kejadian itu, pemerintah Prancis meningkatkan level keamanan usai terjadi
penyerangan. Sebanyak 7 ribu personel tentara dikerahkan untuk menjaga gereja
di Prancis.

Terpisah, Kejaksaan Agung Tunisia
mengaku bakal melakukan investigasi terkait kasus tersebut. Mereka akan
melakukan penyelidikan usai warga negara Tunisia dilaporkan menjadi terduga
pelaku penyerangan.

Terpopuler

Artikel Terbaru