PARA diplomat dan atase militer Israel melakukan mogok kerja.
Dampaknya, seluruh Kedutaan Besar (Kedubes) mereka di seluruh dunia tutup, Rabu
(30/10).
Dilansir dari The Times of
Israel, penyebab mogok kerja para diplomat dan atase militer itu karena
berselisih dengan Kementerian Keuangan, yang mewajibkan mereka mengembalikan
seluruh uang yang didapat dari hasil pengembalian (reimbursment) terkait
kegiatan operasional.
Tidak terima dengan kebijakan
itu, Kementerian Luar Negeri bersama Kementerian Pertahanan dan Serikat Buruh
Histadrut berkoordinasi untuk melakukan aksi mogok. Aksi itu dimulai pada pukul
01.00 waktu Israel.
“Karena kebijakan Kementerian
Keuangan Israel yang melanggar kesepakatan yang telah disetujui oleh Direktur
Jenderal Kementerian Keuangan pada 21 Juli 2019, dan prosedur itu berlaku hanya
satu sisi menggantikan aturan yang sudah dijalankan selama puluhan tahun, maka
kami terpaksa menutup kegiatan kedutaan,†demikian isi pernyataan seluruh
kedutaan Israel melalui berbagai akun media sosial, Rabu (30/10)
“Kami tidak akan melayani
permintaan kekonsuleran dan tidak ada seorang pun yang boleh memasuki kedutaan
atau konsulat,†lanjut pernyataan itu.
Dampak lain dari aksi pemeogokan
para Dubes tersebut, kemungkinan bakal menyulitkan warga Israel yang akan
bepergian ke luar negeri, atau urusan lain seperti kehilangan paspor atau
urusan gawat darurat. Di samping itu, kerja sama keamanan dan militer serta
proses penjualan senjata dari dan ke Israel kemungkinan bakal terganggu.
Masalah yang dipersoalkan adalah
biaya kegiatan operasional kedutaan yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Mulai
dari pemeliharaan bangunan, anggaran untuk menggelar pertemuan, transportasi,
alat tulis kantor, komunikasi dan lainnya.
Kementerian Keuangan berkeras,
kebijakan itu diambil untuk menekan dan mengubah proses pengembalian uang dan
pajak yang melambung. Sedangkan bagi para diplomat hal itu dirasa semakin
menyulitkan mereka, di samping keluhan gaji yang rendah.
Para diplomat Israel juga
mengeluhkan fasilitas yang mereka dapatkan terlampau minim.
“Diplomat Israel selalu berjanji
untuk selalu memperkuat negara. Sayangnya, keputusan Kementerian Keuangan
membuat kami tidak punya pilihan karena kepentingan utama Israel rentan
tercederai. Kami berharap krisis ini segera menemukan jalan keluar,†lanjut
pernyataan itu.
Bukan kali ini saja diplomat dan
pegawai Kementerian Luar Negeri Israel berunjuk rasa. Pada Januari 2011 mereka
pernah berdemonstrasi menuntut kesejahteraan sehingga Presiden Rusia saat itu,
Dmitry Medvedev, batal mengunjungi Israel.
Tiga tahun kemudian, mereka
kembali berdemo dan kali ini melakukan mogok kerja dan menutup Kementerian Luar
Negeri di Yerusalem dan 103 perwakilan diplomatik di seluruh dunia.
Pada November 2014, Serikat Buruh
Histadrut meneken perjanjian dengan Kementerian Keuangan untuk menaikkan gaji
para diplomat Israel. Namun, sampai saat ini hal itu tidak kunjung terlaksana.
Di sisi lain, anggaran untuk Kementerian
Luar Negeri juga terus dipangkas. Pada September lalu, mereka menyatakan
terpaksa menghentikan sementara seluruh kegiatan diplomatik di seluruh dunia
akibat kekurangan anggaran.
Alhasil, kegiatan diplomatik
seperti lawatan dinas luar negeri, perumusan pakta dan usulan diplomatik,
menyambut rombongan jurnalis dan diplomat asing, serta renovasi bangunan
perwakilan diplomatik dan Kementerian Luar Negeri ditangguhkan sementara.
Sampai saat ini Israel
mempertahankan 69 kedutaan, 23 konsulat, dan lima misi khusus termasuk di Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB). (der/afp/fin)