28.4 C
Jakarta
Saturday, September 21, 2024

Malaysia Tak Mau Pemimpin Junta Militer Myanmar Hadiri KTT ASEAN

PROKALTENG.CO-Malaysia tidak ingin pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan puncak ASEAN pada 26-28 Oktober 2021 mendatang. Dengan catatan jika junta gagal menjalankan komitmennya untuk rencana perdamaian di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan telah diberitahu mengenai rencana utusan khusus ASEAN Erywan Yusof untuk mengunjungi Myanmar pekan depan dan para menlu ASEAN akan mengadakan pertemuan secara virtual untuk menilai sikap junta terhadap proses perdamaian.

“Kami akan meninjau rincian rencana kunjungan yang diusulkan. Jika tidak ada kemajuan nyata maka Malaysia tidak ingin jenderal itu mengikuti KTT. Tidak ada kompromi untuk itu,” kata Saifuddin, merujuk pada jabatan Min Aung Hlaing.

Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021 yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan demokratis dan memicu serangan balasan yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.

Myanmar telah menjadi salah satu masalah yang paling memecah belah ASEAN sejak negara itu bergabung dengan perhimpunan pada 1997. Kediktatoran militer yang dikecam oleh Barat karena aturan tangan besinya, menguji persatuan ASEAN dan merusak kredibilitas internasionalnya.

Baca Juga :  Trump Tak Terima Kekalahan, Pendukung Ngamuk Gedung Parlemen, 52 Orang

Pengecualian Min Aung Hlaing, meski tidak secara resmi diakui sebagai pemimpin ASEAN, akan menjadi langkah besar bagi perhimpunan yang memiliki kebijakan tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain dan telah lama lebih mengedepankan dialog daripada tindakan hukuman.

Dalam pertemuan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan April lalu, Min Aung Hlaing ikut menyetujui implementasi Konsensus Lima Poin yang ditujukan untuk membantu Myanmar keluar dari kekacauan yang mematikan sejak militer menggulingkan pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. Komitmen tersebut mencakup di antaranya dialog dengan semua pihak, akses kemanusiaan, dan penghentian semua tindakan kekerasan.

Beberapa anggota ASEAN telah menyatakan kekesalannya dengan kegagalan junta untuk mengikuti rencana tersebut, dengan Malaysia, Indonesia, dan Singapura memberikan tanda-tanda untuk mengecualikan pemimpin junta dalam KTT ASEAN.

Baca Juga :  Trump Tolak Hasil Pilpres, Pastikan Tempuh Jalur Hukum

Saifuddin mengatakan bahwa tanpa konsensus dari semua anggota, tidak ada protokol untuk mengecualikan anggota ASEAN. Namun, ia yakin ada solusi untuk mengatasi isu partisipasi Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang.

Sementara itu, Thailand menyuarakan sikap yang lebih bernada damai dengan menyatakan bahwa Thailand memandang Myanmar sebagai anggota keluarga ASEAN. Kementerian Luar Negeri Thailand juga menyebut bahwa kunjungan Erywan adalah langkah pertama yang penting dalam proses membangun kepercayaan dengan tujuan mendorong dialog.

“Kami juga percaya pada kebijaksanaan kolektif semua negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar, untuk mengatasi semua tantangan bersama-sama,” kata Kemlu Thailand dalam pernyataannya.

Juru bicara junta militer Myanmar Zaw Min Tun mengatakan negara itu mengizinkan kunjungan utusan ASEAN, tetapi dia tidak akan diizinkan bertemu Suu Kyi karena dia didakwa melakukan kejahatan. Disarankan agar Erywan memprioritaskan cara membangun kepercayaan dan keyakinan pada kunjungan pertamanya ke Myanmar.

PROKALTENG.CO-Malaysia tidak ingin pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing menghadiri pertemuan puncak ASEAN pada 26-28 Oktober 2021 mendatang. Dengan catatan jika junta gagal menjalankan komitmennya untuk rencana perdamaian di Myanmar.

Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan telah diberitahu mengenai rencana utusan khusus ASEAN Erywan Yusof untuk mengunjungi Myanmar pekan depan dan para menlu ASEAN akan mengadakan pertemuan secara virtual untuk menilai sikap junta terhadap proses perdamaian.

“Kami akan meninjau rincian rencana kunjungan yang diusulkan. Jika tidak ada kemajuan nyata maka Malaysia tidak ingin jenderal itu mengikuti KTT. Tidak ada kompromi untuk itu,” kata Saifuddin, merujuk pada jabatan Min Aung Hlaing.

Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021 yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan demokratis dan memicu serangan balasan yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.

Myanmar telah menjadi salah satu masalah yang paling memecah belah ASEAN sejak negara itu bergabung dengan perhimpunan pada 1997. Kediktatoran militer yang dikecam oleh Barat karena aturan tangan besinya, menguji persatuan ASEAN dan merusak kredibilitas internasionalnya.

Baca Juga :  Trump Tak Terima Kekalahan, Pendukung Ngamuk Gedung Parlemen, 52 Orang

Pengecualian Min Aung Hlaing, meski tidak secara resmi diakui sebagai pemimpin ASEAN, akan menjadi langkah besar bagi perhimpunan yang memiliki kebijakan tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain dan telah lama lebih mengedepankan dialog daripada tindakan hukuman.

Dalam pertemuan para pemimpin ASEAN yang diselenggarakan April lalu, Min Aung Hlaing ikut menyetujui implementasi Konsensus Lima Poin yang ditujukan untuk membantu Myanmar keluar dari kekacauan yang mematikan sejak militer menggulingkan pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi. Komitmen tersebut mencakup di antaranya dialog dengan semua pihak, akses kemanusiaan, dan penghentian semua tindakan kekerasan.

Beberapa anggota ASEAN telah menyatakan kekesalannya dengan kegagalan junta untuk mengikuti rencana tersebut, dengan Malaysia, Indonesia, dan Singapura memberikan tanda-tanda untuk mengecualikan pemimpin junta dalam KTT ASEAN.

Baca Juga :  Trump Tolak Hasil Pilpres, Pastikan Tempuh Jalur Hukum

Saifuddin mengatakan bahwa tanpa konsensus dari semua anggota, tidak ada protokol untuk mengecualikan anggota ASEAN. Namun, ia yakin ada solusi untuk mengatasi isu partisipasi Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang.

Sementara itu, Thailand menyuarakan sikap yang lebih bernada damai dengan menyatakan bahwa Thailand memandang Myanmar sebagai anggota keluarga ASEAN. Kementerian Luar Negeri Thailand juga menyebut bahwa kunjungan Erywan adalah langkah pertama yang penting dalam proses membangun kepercayaan dengan tujuan mendorong dialog.

“Kami juga percaya pada kebijaksanaan kolektif semua negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar, untuk mengatasi semua tantangan bersama-sama,” kata Kemlu Thailand dalam pernyataannya.

Juru bicara junta militer Myanmar Zaw Min Tun mengatakan negara itu mengizinkan kunjungan utusan ASEAN, tetapi dia tidak akan diizinkan bertemu Suu Kyi karena dia didakwa melakukan kejahatan. Disarankan agar Erywan memprioritaskan cara membangun kepercayaan dan keyakinan pada kunjungan pertamanya ke Myanmar.

Terpopuler

Artikel Terbaru