25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

20 Ribu Ton Beras Bulog Terancam Dibuang

JAKARTA – Hingga saat ini penyaluran beras Perum Bulog baru 85 ribu
atau 12 persen dari target 700 ribu ton sampai akhir tahun ini. Alhasil
sebanyak 20 ribu beras cadangan menjadi menumpuk di gudang, dan terancam bakal
di-dispol atau dibuang.

Direktur Operasional dan Pelayanan
Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi mengatakan, bahwa 20 ribu ton beras itu telah
disimpan lebih dari empat bulan, sehingga berpotensi mengalami penurunan mutu.

Lanjut dia, berdasarkan rapat
koordinasi terbatas, telah disetujui sebanyak 20 ribu beras yang menumpuk di
gudang segera dibuang. “Sudah disetujui oleh rakortas untuk di-dispol,” ujarnya
di Jakarta, kemarin (29/11).

Dia menjelaskan, perihal beras
boleh dibuang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor
38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Isi
Permentan itu antara lain menyebutan, CBP wajib dibuang bila telah melampaui
batas waktu simpan minimal empat bulan atau berpotensi adanya penurunan mutu.

Sayangnya, kata Tri Wahyudi,
aturan tersebut tidak didukung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Karena
apabila beras dibuang, Perum Bulog tidak mendapatkan ganti rugi. Apalagi jumlah
beras yang dibuang itu dalam jumlah besar.

Baca Juga :  PPATK Akan Telusuri Rekening Pengurus, Partai dan Peserta Pilkada 2020

Sampai saat ini, pihak Kemenkeu
dengan pihak terkait masih melakukan kajian terkait anggaran ganti rugi.
Padahal, Perum Bulog harus segera mendapatkan ganti rugi.

“Karena ini uang negara, harus
diganti oleh Kementerian Keuangan. Alhamdulillah Permentan-nya ada tapi di
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nggak ada. Jadi di PMK-nya nggak ada. Jadi
nggak bisa diselesaikan,” ungkapnya.

Harapannya, antara Kementan dan
Kemenkeu ada sinkronisasi di mana dalam pemerintahan Jokowi periode kedua ini
memfokuskan pada harmonisasi antara kementerian, sehingga kebijakan yang
dikeluarkan saling mendukung.

“Permentan-nya ada, PMK-nya nggak
ada. Jadi kami bingung. Itu cukup besar nilainya. Kalau ini disposal tidak ada
yang bayar ya pasti jadi potensi temuan BPK. Ini saya kira sinkronisasi
kebijakan mesti disegerakan,” ucap dia.

Ketika dikonfimasi, Menteri
Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani belum bisa berkomentar lebih banyak terkait
beras Perum Bulog di-dispol. Sebab masih akan dibahas dengan Menteri
Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Baca Juga :  Rebutan Vaksin Covid-19 di Dunia Semakin Ketat

“Nanti kita lihat kalau sudah
dirapatkan di Menko ya. Saya lihat semuanya,” ujarnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank
Dunia itu mengaku belum mengetahui secara detil permintaan dari Perum Bulog.
Untuk itu akan dipelajari dahulu apa yang diinginkan Perum Bulog.

“Saya nanti lihat ya. Saya lihat
apa itu permintaannya,” ucapnya.

Terpisah, Institute for
Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan, persoalan
tersebut karena belum ada adanya aturan soal ganti rugi beras yang telah
beberapa bulan disimpan.

“Pemerintah melalui Kementerian
Koordinator Perekonomian seharusnya bisa mengkondisikan hal ini,” ujar Huda
kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (29/11).

Kendati belum diatur mengenai
ganti rugi, namun menurut Huda, memang harus ada ganti rugi. “Dan betul harus
diganti oleh pemerintah karena merugikan Perum Bulog sebagai Badan Usaha Milik
Negara (BUMN),” tukas Huda. (din/fin/kpc)

JAKARTA – Hingga saat ini penyaluran beras Perum Bulog baru 85 ribu
atau 12 persen dari target 700 ribu ton sampai akhir tahun ini. Alhasil
sebanyak 20 ribu beras cadangan menjadi menumpuk di gudang, dan terancam bakal
di-dispol atau dibuang.

Direktur Operasional dan Pelayanan
Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi mengatakan, bahwa 20 ribu ton beras itu telah
disimpan lebih dari empat bulan, sehingga berpotensi mengalami penurunan mutu.

Lanjut dia, berdasarkan rapat
koordinasi terbatas, telah disetujui sebanyak 20 ribu beras yang menumpuk di
gudang segera dibuang. “Sudah disetujui oleh rakortas untuk di-dispol,” ujarnya
di Jakarta, kemarin (29/11).

Dia menjelaskan, perihal beras
boleh dibuang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor
38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Isi
Permentan itu antara lain menyebutan, CBP wajib dibuang bila telah melampaui
batas waktu simpan minimal empat bulan atau berpotensi adanya penurunan mutu.

Sayangnya, kata Tri Wahyudi,
aturan tersebut tidak didukung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Karena
apabila beras dibuang, Perum Bulog tidak mendapatkan ganti rugi. Apalagi jumlah
beras yang dibuang itu dalam jumlah besar.

Baca Juga :  PPATK Akan Telusuri Rekening Pengurus, Partai dan Peserta Pilkada 2020

Sampai saat ini, pihak Kemenkeu
dengan pihak terkait masih melakukan kajian terkait anggaran ganti rugi.
Padahal, Perum Bulog harus segera mendapatkan ganti rugi.

“Karena ini uang negara, harus
diganti oleh Kementerian Keuangan. Alhamdulillah Permentan-nya ada tapi di
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nggak ada. Jadi di PMK-nya nggak ada. Jadi
nggak bisa diselesaikan,” ungkapnya.

Harapannya, antara Kementan dan
Kemenkeu ada sinkronisasi di mana dalam pemerintahan Jokowi periode kedua ini
memfokuskan pada harmonisasi antara kementerian, sehingga kebijakan yang
dikeluarkan saling mendukung.

“Permentan-nya ada, PMK-nya nggak
ada. Jadi kami bingung. Itu cukup besar nilainya. Kalau ini disposal tidak ada
yang bayar ya pasti jadi potensi temuan BPK. Ini saya kira sinkronisasi
kebijakan mesti disegerakan,” ucap dia.

Ketika dikonfimasi, Menteri
Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani belum bisa berkomentar lebih banyak terkait
beras Perum Bulog di-dispol. Sebab masih akan dibahas dengan Menteri
Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Baca Juga :  Rebutan Vaksin Covid-19 di Dunia Semakin Ketat

“Nanti kita lihat kalau sudah
dirapatkan di Menko ya. Saya lihat semuanya,” ujarnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank
Dunia itu mengaku belum mengetahui secara detil permintaan dari Perum Bulog.
Untuk itu akan dipelajari dahulu apa yang diinginkan Perum Bulog.

“Saya nanti lihat ya. Saya lihat
apa itu permintaannya,” ucapnya.

Terpisah, Institute for
Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan, persoalan
tersebut karena belum ada adanya aturan soal ganti rugi beras yang telah
beberapa bulan disimpan.

“Pemerintah melalui Kementerian
Koordinator Perekonomian seharusnya bisa mengkondisikan hal ini,” ujar Huda
kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (29/11).

Kendati belum diatur mengenai
ganti rugi, namun menurut Huda, memang harus ada ganti rugi. “Dan betul harus
diganti oleh pemerintah karena merugikan Perum Bulog sebagai Badan Usaha Milik
Negara (BUMN),” tukas Huda. (din/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru