25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ditemukan 2 Kesalahan, Hakim MA Pengabul Kasasi Terdakwa Kasus BLBI Di

HAKIM Mahkamah Agung (MA) Syamsul Rakan
Chaniago dijatuhi sanksi hakim non-palu selama enam bulan. Ia diketahui
merupakan salah satu hakim yang mengabulkan kasasi mantan terdakwa kasus dugaan
korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Juru Bicara MA Andi Samsan membenarkan kabar tersebut. Ia menyatakan,
sedikitnya terdapat dua pelanggaran yang menjadi dasar pemberian sanksi bagi
hakim Syamsul.

“Sudah diputuskan oleh Tim Pemeriksaan MA dengan putusan bahwa saudara
Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan,” ujar Andi ketika dikonfirmasi, Minggu
(29/9).

Andi menjelaskan, temuan pelanggaran pertama yang menjadi pertimbangan
pemberian sanksi yakni nama Syamsul masih tercantum pada salah satu kantor
pengacara. Meski, sambungnya, Syamsul menjabat sebagai hakim ad hoc tindak
pidana korupsi pada MA.

Hal ini melanggar Pasal 11 Ayat (4) huruf b Peraturan Bersama Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.

Aturan tersebut menyatakan, “Hakim dilarang menjadi advokat, atau pekerjaan
lain yang berhubungan dengan perkara.”

Sementara itu, temuan lain yang berhasil teridentifikasi oleh tim adalah
Syamsul pernah mengadakan kontak dan pertemuan dengan salah satu tim penasihat
hukum Syafruddin Arsyad Temenggung, Ahmad Yani. Pertemuan tersebut, kata Andi,
dilakukan pada 28 Juni 2019 sekitar pukul 17.38 WIB hingga 18.30 WIB di Plaza
Indonesia, Jakarta.

“Padahal saat itu yang bersangkutan duduk sebagai hakim anggota pada
majelis hakim terdakwa SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung),” papar Andi.

Berdasarkan Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, hal tersebut melanggar Pasal 5
Ayat (3) huruf e. Isinya, “Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang
berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung
pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara
terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip
persamaan perlakuan dan ketidakberpihakan.”

Baca Juga :  Presiden Dipilih MPR, Nasdem: Tidak Sejalan dengan Sistem Presidensia

Atas dua temuan itu, Andi menyatakan Syamsul dikenakan sanksi sedang berupa
hakim non-palu selama enam bulan. “Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b
Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 02/PB/MA/IX/2012 – 02
/BP/P-KY/09/2012,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri
Diansyah mengatakan, sanksi yang dijatuhkan tehadap Hakim Syamsul Rakan
Chaniago dapat membuka lembaran baru kasus BLBI. Ia menambahkan, hal ini
setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan atas putusan kasasi
Syafruddi Arsyad Temenggung.

“Memang cukup mengejutkan juga ketika terbukti Hakim Agung bertemu dan
berhubungan dengan pengacara terdakwa, apalagi untuk kasus sebesar ini. Semoga
sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut
diambil di MA,” ucap Febri.

Febri menyatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut kaitan pemberian
sanksi tersebut dengan kasus BLBI. Kendati demikian, ia menyebut KPK hingga
saat ini belum menerima putusan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung.

“Sebelumnya kami sudah mengirimkan surat ke MA untuk meminta putusan kasasi
kasus BLBI tersebut. Padahal putusan itu penting untuk menentukan langkah KPK
berikutnya,” tuturnya.

Febri pun menyampaikan, KPK akan segera membicarakan perkembangan terbaru
kasus BLBI ini. Ia memastikan KPK tetap serius dan berkomitmen mengusut kasus
BLBI yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.

“Khususnya penyidikan yang berjalan saat ini dan juga tindak lanjut pasca
putusan kasasi 9 Juli 2019 lalu,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang
diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam putusannya, majelis hakim membatalkan putusan banding Pengadilan
Tinggi (PT) DKI Jakarta dengan nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tertanggal 2
Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tipikor Jakarta nomor
39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 28 September 2018. Putusan PT DKI
Jakarta tersebut sebelumnya memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun
penjara dari semula 13 tahun di tingkat pertama.

Baca Juga :  Kemenag Izinkan Bukber, Tarawih Hingga Salat Idulfitri Berjamaah

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut Syafruddin terbukti melakukan
perbuatan sesuai dakwaan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Namun, hakim menilai perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana.

Sehingga, majelis hakim menetapkan Syafruddin lepas dari segala tuntutan
hukum (ontslag van allerechtsvervolging). Selain itu, memerintahkan Syafruddin
agar dikeluarkan dari tahanan dan memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan,
dan harkat serta martabatnya.

Kendati demikian, putusan ini diwarnai dengan dissenting opinion (pendapat
berbeda) dari ketiga hakim yang mengadili. Ketua Majelis Hakim Salman Luthan
sependapat dengan putusan di tingkat banding (judex facti). Sedangkan Hakim
Anggota I Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan terdakwa termasuk ke
dalam ranah pedata. Sementara, Hakim Anggota II Mohamad Askin menilai perbuatan
Syafruddin sebagai perkara administrasi.

Usai eksekusi putusan dilakukan KPK, Syafruddin akhirnya dapat menghirup
udara bebas. Ia ditahan KPK selama 1,7 tahun terhitung sejak 21 Desember 2017
lalu. Ia resmi bebas pada Selasa (9/7) pukul 19.45 WIB.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Syafruddin
Temenggung hukuman 13 tahun penjara serta denda Rp700 juta subsider tiga bulan
kurungan. Syafruddin dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan SKL BLBI.

Hukuman Syafruddin pun diperberat di tingkat banding. PT DKI Jakarta
memperberat hukuman menjadi 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider
tiga bulan kurungan. Pihak terdakwa pun mengajukan kasasi ke MA. Alhasil, MA
menyatakan Syafruddin terlepas dari segala tuntutan hukum meski perbuatannya
terbukti sesuai dengan dakwaan JPU KPK lantaran tidak termasuk perbuatan
pidana. (riz/gw/fin/kpc)

HAKIM Mahkamah Agung (MA) Syamsul Rakan
Chaniago dijatuhi sanksi hakim non-palu selama enam bulan. Ia diketahui
merupakan salah satu hakim yang mengabulkan kasasi mantan terdakwa kasus dugaan
korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Juru Bicara MA Andi Samsan membenarkan kabar tersebut. Ia menyatakan,
sedikitnya terdapat dua pelanggaran yang menjadi dasar pemberian sanksi bagi
hakim Syamsul.

“Sudah diputuskan oleh Tim Pemeriksaan MA dengan putusan bahwa saudara
Syamsul Rakan Chaniago dipersalahkan,” ujar Andi ketika dikonfirmasi, Minggu
(29/9).

Andi menjelaskan, temuan pelanggaran pertama yang menjadi pertimbangan
pemberian sanksi yakni nama Syamsul masih tercantum pada salah satu kantor
pengacara. Meski, sambungnya, Syamsul menjabat sebagai hakim ad hoc tindak
pidana korupsi pada MA.

Hal ini melanggar Pasal 11 Ayat (4) huruf b Peraturan Bersama Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia
Nomor 02/PB/MA/IX/2012 – 02/PB/P.KY/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.

Aturan tersebut menyatakan, “Hakim dilarang menjadi advokat, atau pekerjaan
lain yang berhubungan dengan perkara.”

Sementara itu, temuan lain yang berhasil teridentifikasi oleh tim adalah
Syamsul pernah mengadakan kontak dan pertemuan dengan salah satu tim penasihat
hukum Syafruddin Arsyad Temenggung, Ahmad Yani. Pertemuan tersebut, kata Andi,
dilakukan pada 28 Juni 2019 sekitar pukul 17.38 WIB hingga 18.30 WIB di Plaza
Indonesia, Jakarta.

“Padahal saat itu yang bersangkutan duduk sebagai hakim anggota pada
majelis hakim terdakwa SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung),” papar Andi.

Berdasarkan Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Panduan
Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, hal tersebut melanggar Pasal 5
Ayat (3) huruf e. Isinya, “Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang
berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung
pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara
terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip
persamaan perlakuan dan ketidakberpihakan.”

Baca Juga :  Presiden Dipilih MPR, Nasdem: Tidak Sejalan dengan Sistem Presidensia

Atas dua temuan itu, Andi menyatakan Syamsul dikenakan sanksi sedang berupa
hakim non-palu selama enam bulan. “Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b
Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 02/PB/MA/IX/2012 – 02
/BP/P-KY/09/2012,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri
Diansyah mengatakan, sanksi yang dijatuhkan tehadap Hakim Syamsul Rakan
Chaniago dapat membuka lembaran baru kasus BLBI. Ia menambahkan, hal ini
setidaknya memperjelas beberapa kontroversi dan keraguan atas putusan kasasi
Syafruddi Arsyad Temenggung.

“Memang cukup mengejutkan juga ketika terbukti Hakim Agung bertemu dan
berhubungan dengan pengacara terdakwa, apalagi untuk kasus sebesar ini. Semoga
sanksi tersebut semakin memperjelas persoalan sebelum putusan lepas tersebut
diambil di MA,” ucap Febri.

Febri menyatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut kaitan pemberian
sanksi tersebut dengan kasus BLBI. Kendati demikian, ia menyebut KPK hingga
saat ini belum menerima putusan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung.

“Sebelumnya kami sudah mengirimkan surat ke MA untuk meminta putusan kasasi
kasus BLBI tersebut. Padahal putusan itu penting untuk menentukan langkah KPK
berikutnya,” tuturnya.

Febri pun menyampaikan, KPK akan segera membicarakan perkembangan terbaru
kasus BLBI ini. Ia memastikan KPK tetap serius dan berkomitmen mengusut kasus
BLBI yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.

“Khususnya penyidikan yang berjalan saat ini dan juga tindak lanjut pasca
putusan kasasi 9 Juli 2019 lalu,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang
diajukan terdakwa kasus dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam putusannya, majelis hakim membatalkan putusan banding Pengadilan
Tinggi (PT) DKI Jakarta dengan nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tertanggal 2
Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tipikor Jakarta nomor
39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 28 September 2018. Putusan PT DKI
Jakarta tersebut sebelumnya memperberat hukuman Syafruddin menjadi 15 tahun
penjara dari semula 13 tahun di tingkat pertama.

Baca Juga :  Kemenag Izinkan Bukber, Tarawih Hingga Salat Idulfitri Berjamaah

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut Syafruddin terbukti melakukan
perbuatan sesuai dakwaan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Namun, hakim menilai perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana.

Sehingga, majelis hakim menetapkan Syafruddin lepas dari segala tuntutan
hukum (ontslag van allerechtsvervolging). Selain itu, memerintahkan Syafruddin
agar dikeluarkan dari tahanan dan memulihkan hak dalam kemampuan, kedudukan,
dan harkat serta martabatnya.

Kendati demikian, putusan ini diwarnai dengan dissenting opinion (pendapat
berbeda) dari ketiga hakim yang mengadili. Ketua Majelis Hakim Salman Luthan
sependapat dengan putusan di tingkat banding (judex facti). Sedangkan Hakim
Anggota I Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan terdakwa termasuk ke
dalam ranah pedata. Sementara, Hakim Anggota II Mohamad Askin menilai perbuatan
Syafruddin sebagai perkara administrasi.

Usai eksekusi putusan dilakukan KPK, Syafruddin akhirnya dapat menghirup
udara bebas. Ia ditahan KPK selama 1,7 tahun terhitung sejak 21 Desember 2017
lalu. Ia resmi bebas pada Selasa (9/7) pukul 19.45 WIB.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Syafruddin
Temenggung hukuman 13 tahun penjara serta denda Rp700 juta subsider tiga bulan
kurungan. Syafruddin dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan SKL BLBI.

Hukuman Syafruddin pun diperberat di tingkat banding. PT DKI Jakarta
memperberat hukuman menjadi 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider
tiga bulan kurungan. Pihak terdakwa pun mengajukan kasasi ke MA. Alhasil, MA
menyatakan Syafruddin terlepas dari segala tuntutan hukum meski perbuatannya
terbukti sesuai dengan dakwaan JPU KPK lantaran tidak termasuk perbuatan
pidana. (riz/gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru