35.1 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Ideas Prediksi Pasien Korona Bisa Tembus 50 Ribu pada Mei

Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) memproyeksikan
bila Pemerintah Pusat atau Daerah tetap memberi tindakan lunak, jumlah kasus
infeksi korona (Covid-19) akan meroket. Menurut lembaga itu, kasus korona di
Indonesia akan menembus 2.000 kasus pada hari ke-35 (5 April 2020), 10.000
kasus pada hari ke-50 (20 April 2020 / Menjelang Ramadan 24 April 2020), bahkan
akan menembus 50.000 kasus pada hari ke-61 (1 Mei 2020).

“Berdasarkan pola penggandaan di berbagai negara, kasus infeksi korona
mengalami ledakan eksponensial ketika di masa awal pandemi tidak dilakukan
tindakan-tindakan tegas untuk menahan mobilitas dan interaksi orang yang masif.
Proyeksi mengkhawatirkan ini mengharuskan adanya perubahan kebijakan yang
drastis untuk menahan ledakan jumlah korban dan ini harus dilakukan
secepatnya,” ujar Direktur Ideas Yusuf Wibisono berdasarkan rilis yang
diterima Antara di Jakarta pada Sabtu (28./3).

Indonesia kini memasuki fase kritis dalam menghadapi pandemi korona,
sejak pertama kali secara resmi mengumumkan kasus tersebut.

Per 26 Maret 2020, terdapat 893 kasus positif terinfeksi korona di
Indonesia dengan 78 orang meninggal dunia. Dengan ini, Indonesia merupakan
salah satu negara dengan tingkat kematian dari kasus infeksi (case fatality
rate) tertinggi di dunia, yaitu 8,7 persen.

Baca Juga :  Percepatan Penurunan Stunting, Wapres Tugaskan Kepala BKKBN

“Fatality rate (tingkat kematian) Indonesia yang kini 8,7 persen
menunjukkan dua kemungkinan yang keduanya merupakan situasi darurat: Sistem
kesehatan nasional telah mencapai batas kapasitas-nya, atau ketidaksiapan
pemerintah menghadapi dan mendeteksi penyebaran wabah korona. Jika fatality
rate di kisaran ‘normal’, dengan asumsi konservatif 3,5 persen, kasus infeksi
korona yang sesungguhnya kini telah mencapai kisaran 2.229 kasus,” jelas Yusuf
Wibisono.

Hingga kini, tindakan umum Indonesia menghadapi wabah korona adalah
lunak berupa imbauan kerja dari rumah (work from home), jaga jarak fisik
(physical distancing), dan restriksi lunak, serta meliburkan sekolah.

Beberapa daerah telah menerapkan restriksi lebih luas seperti menutup
tempat wisata, menutup perkantoran, melarang keramaian, hingga pembatasan
kegiatan ibadah. Namun tindakan pemerintah daerah ini cenderung sporadis dan
tidak terkoordinir.

Yusuf Wibisono menilai, tindakan moderat jangka pendek dan tindakan
tegas jangka menengah itu akan mencegah ledakan kasus infeksi korona secara
signifikan (flattening the curve).

Pada hari ke-70 (10 Mei 2020), Ideas memproyeksikan dengan tindakan
moderat kasus infeksi korona berada di kisaran 110 ribu kasus, namun dengan
tindakan tegas dapat ditekan hingga kisaran 30 ribu kasus.

“Tindakan ini akan menjadi tidak berguna jika terlambat dilakukan.
Dengan pola saat ini, tanpa perubahan kebijakan, kasus infeksi korona akan
menembus 200 ribu kasus pada hari ke-70,” kata pimpinan lembaga think tank
Dompet Dhuafa tersebut.

Baca Juga :  Demo UU Cipta Kerja di Bekasi Makan Korban

Ideas melihat bahwa kondisi saat ini sudah memenuhi kondisi kedaruratan
kesehatan masyarakat. Yusuf mengatakan Ideas mendorong pemerintah pusat
secepatnya mengambil tindakan tegas sesuai UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.

Dalam jangka pendek (satu pekan), Ideas merekomendasikan: (i) Menetapkan
Karantina Total Jabodetabek, Karantina Jakarta saja tidak memadai, karena telah
bersatunya aktivitas warga Jabodetabek, dan (ii) Menetapkan Pembatasan Sosial
Berskala Besar di Jawa di luar Jabodetabek, terutama melarang aktivitas
mudik/pulang kampung.

“Dalam jangka menengah (dua hingga tiga pekan), kami merekomendasikan:
satu menetapkan Karantina Pulau Jawa secara total. Dengan kepadatan penduduk
Jawa di kisaran 1.100 jiwa per Kilometer persegi, lima kali lipat lebih padat
dari Italia, menjadi krusial membatasi aktivitas Jawa secara masif. Pembatasan
Sosial Berskala Besar di Wilayah Indonesia selain Jawa. Dua, Meski kepadatan
penduduk luar Jawa rendah, namun karena penyebaran wabah telah meluas di hampir
seluruh wilayah, tetap dibutuhkan pembatasan sosial berskala besar untuk
menekan penyebaran di luar Jawa,” kata Yusuf Wibisono.

·                             
 

 

Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) memproyeksikan
bila Pemerintah Pusat atau Daerah tetap memberi tindakan lunak, jumlah kasus
infeksi korona (Covid-19) akan meroket. Menurut lembaga itu, kasus korona di
Indonesia akan menembus 2.000 kasus pada hari ke-35 (5 April 2020), 10.000
kasus pada hari ke-50 (20 April 2020 / Menjelang Ramadan 24 April 2020), bahkan
akan menembus 50.000 kasus pada hari ke-61 (1 Mei 2020).

“Berdasarkan pola penggandaan di berbagai negara, kasus infeksi korona
mengalami ledakan eksponensial ketika di masa awal pandemi tidak dilakukan
tindakan-tindakan tegas untuk menahan mobilitas dan interaksi orang yang masif.
Proyeksi mengkhawatirkan ini mengharuskan adanya perubahan kebijakan yang
drastis untuk menahan ledakan jumlah korban dan ini harus dilakukan
secepatnya,” ujar Direktur Ideas Yusuf Wibisono berdasarkan rilis yang
diterima Antara di Jakarta pada Sabtu (28./3).

Indonesia kini memasuki fase kritis dalam menghadapi pandemi korona,
sejak pertama kali secara resmi mengumumkan kasus tersebut.

Per 26 Maret 2020, terdapat 893 kasus positif terinfeksi korona di
Indonesia dengan 78 orang meninggal dunia. Dengan ini, Indonesia merupakan
salah satu negara dengan tingkat kematian dari kasus infeksi (case fatality
rate) tertinggi di dunia, yaitu 8,7 persen.

Baca Juga :  Percepatan Penurunan Stunting, Wapres Tugaskan Kepala BKKBN

“Fatality rate (tingkat kematian) Indonesia yang kini 8,7 persen
menunjukkan dua kemungkinan yang keduanya merupakan situasi darurat: Sistem
kesehatan nasional telah mencapai batas kapasitas-nya, atau ketidaksiapan
pemerintah menghadapi dan mendeteksi penyebaran wabah korona. Jika fatality
rate di kisaran ‘normal’, dengan asumsi konservatif 3,5 persen, kasus infeksi
korona yang sesungguhnya kini telah mencapai kisaran 2.229 kasus,” jelas Yusuf
Wibisono.

Hingga kini, tindakan umum Indonesia menghadapi wabah korona adalah
lunak berupa imbauan kerja dari rumah (work from home), jaga jarak fisik
(physical distancing), dan restriksi lunak, serta meliburkan sekolah.

Beberapa daerah telah menerapkan restriksi lebih luas seperti menutup
tempat wisata, menutup perkantoran, melarang keramaian, hingga pembatasan
kegiatan ibadah. Namun tindakan pemerintah daerah ini cenderung sporadis dan
tidak terkoordinir.

Yusuf Wibisono menilai, tindakan moderat jangka pendek dan tindakan
tegas jangka menengah itu akan mencegah ledakan kasus infeksi korona secara
signifikan (flattening the curve).

Pada hari ke-70 (10 Mei 2020), Ideas memproyeksikan dengan tindakan
moderat kasus infeksi korona berada di kisaran 110 ribu kasus, namun dengan
tindakan tegas dapat ditekan hingga kisaran 30 ribu kasus.

“Tindakan ini akan menjadi tidak berguna jika terlambat dilakukan.
Dengan pola saat ini, tanpa perubahan kebijakan, kasus infeksi korona akan
menembus 200 ribu kasus pada hari ke-70,” kata pimpinan lembaga think tank
Dompet Dhuafa tersebut.

Baca Juga :  Demo UU Cipta Kerja di Bekasi Makan Korban

Ideas melihat bahwa kondisi saat ini sudah memenuhi kondisi kedaruratan
kesehatan masyarakat. Yusuf mengatakan Ideas mendorong pemerintah pusat
secepatnya mengambil tindakan tegas sesuai UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.

Dalam jangka pendek (satu pekan), Ideas merekomendasikan: (i) Menetapkan
Karantina Total Jabodetabek, Karantina Jakarta saja tidak memadai, karena telah
bersatunya aktivitas warga Jabodetabek, dan (ii) Menetapkan Pembatasan Sosial
Berskala Besar di Jawa di luar Jabodetabek, terutama melarang aktivitas
mudik/pulang kampung.

“Dalam jangka menengah (dua hingga tiga pekan), kami merekomendasikan:
satu menetapkan Karantina Pulau Jawa secara total. Dengan kepadatan penduduk
Jawa di kisaran 1.100 jiwa per Kilometer persegi, lima kali lipat lebih padat
dari Italia, menjadi krusial membatasi aktivitas Jawa secara masif. Pembatasan
Sosial Berskala Besar di Wilayah Indonesia selain Jawa. Dua, Meski kepadatan
penduduk luar Jawa rendah, namun karena penyebaran wabah telah meluas di hampir
seluruh wilayah, tetap dibutuhkan pembatasan sosial berskala besar untuk
menekan penyebaran di luar Jawa,” kata Yusuf Wibisono.

·                             
 

 

Terpopuler

Artikel Terbaru