30.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Anggota DPR RI Mukhtarudin Tanggapi Rencana Pemerintah Memberlakukan

PALANGKA RAYA – Rencana pemerintah memberlakukan lockdown
dalam upaya pencegahan corona virus atau covid-19, mendapat tanggapan dari
Anggota DPR RI daerah pemilihan Kalteng Drs H Mukhtarudin. Pasalnya, di UU tidak
mengenal istilah lockdown tapi karantina wilayah.

“Saya kira substansinya kurang lebih sama saja. Sesuai
UU no 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang dimaksud dengan
kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau
masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan masyarakat, (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun
2018),” kata Anggota Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin.

Dia mengatakan, dalam Pasal 49 ayat 1 disebutkan empat
jenis karantina, yaitu Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah
Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.
“Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah,
termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi,” ucapnya.

Baca Juga :  Kesempatan Bikin SIM Gratis pada 1 Juli Nanti, Ini Syaratnya

Sementara Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan,
setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Teknis dan mekanisme karantina wilayah perlu diatur dalam
peraturan pemerintah (PP). Saat ini pemerintah belum siap Peraturan
pemerintahnya (PP). UU no 06/2018 ttg karantina kesehatan, pasal yg terkait dengan
Karantina wilayah belum diatur dalam PP No 40/1991.

Untuk itu Pemerintah segera menyiapkan PP nya, jika
diperlukan melakukan karantina wilayah, bisa diterapkan dan ada pijakan legal,
prosedur/mekanisme operasionalnya.

“Kita terlambat membuat regulasi tentang Kekarantinaan
Kesehatan ini. Baru thn 2018 membuat UU nya. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 7
Agustus 2018. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018,” ujarnya.

Baca Juga :  Imam Masjid New York: Ade Armando Mendemonstrasikan Kebodohannya

Sebenarnya International Health Regulations (IHR) tahun
2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam
surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan
di pintu masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat
Negara.

Hal ini mengingat peraturan perundang-undangan terkait
Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina
Udara, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

“Kedua undang-undang tersebut masih mengacu pada
peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary
Regulations (ISR) tahun 1953. ISR Kemudian diganti dengan International Health
Regulations (IHR) pada tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang
didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis
Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga
menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007,”
pungkasnya.

PALANGKA RAYA – Rencana pemerintah memberlakukan lockdown
dalam upaya pencegahan corona virus atau covid-19, mendapat tanggapan dari
Anggota DPR RI daerah pemilihan Kalteng Drs H Mukhtarudin. Pasalnya, di UU tidak
mengenal istilah lockdown tapi karantina wilayah.

“Saya kira substansinya kurang lebih sama saja. Sesuai
UU no 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang dimaksud dengan
kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau
masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan kedaruratan masyarakat, (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun
2018),” kata Anggota Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin.

Dia mengatakan, dalam Pasal 49 ayat 1 disebutkan empat
jenis karantina, yaitu Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah
Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.
“Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah,
termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit
dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran
penyakit atau kontaminasi,” ucapnya.

Baca Juga :  Kesempatan Bikin SIM Gratis pada 1 Juli Nanti, Ini Syaratnya

Sementara Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan,
setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Teknis dan mekanisme karantina wilayah perlu diatur dalam
peraturan pemerintah (PP). Saat ini pemerintah belum siap Peraturan
pemerintahnya (PP). UU no 06/2018 ttg karantina kesehatan, pasal yg terkait dengan
Karantina wilayah belum diatur dalam PP No 40/1991.

Untuk itu Pemerintah segera menyiapkan PP nya, jika
diperlukan melakukan karantina wilayah, bisa diterapkan dan ada pijakan legal,
prosedur/mekanisme operasionalnya.

“Kita terlambat membuat regulasi tentang Kekarantinaan
Kesehatan ini. Baru thn 2018 membuat UU nya. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 7
Agustus 2018. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018,” ujarnya.

Baca Juga :  Imam Masjid New York: Ade Armando Mendemonstrasikan Kebodohannya

Sebenarnya International Health Regulations (IHR) tahun
2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam
surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan
di pintu masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat
Negara.

Hal ini mengingat peraturan perundang-undangan terkait
Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962
tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina
Udara, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

“Kedua undang-undang tersebut masih mengacu pada
peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary
Regulations (ISR) tahun 1953. ISR Kemudian diganti dengan International Health
Regulations (IHR) pada tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang
didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis
Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga
menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007,”
pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru