28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Sambut Sumpah Pemuda, 100 Buku Sejarah Diterbitkan Kembali

PROKALTENG.CO – Persatuan Penulis Indonesia, Satupena, mengambil inisiatif untuk memilih 100 buku sejarah untuk kembali diterbitkan guna mewarnai sejarah dan budaya Indonesia sejak era kolonial. Kegiatan ini dalam menyambut Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 2021.

“Buku penting itu kembali bisa diakses publik. Ini juga bagian dari aspirasi masyarakat. Dua hal yang kami lakukan,” ujar Ketua Umum Satupena, Denny JA, dalam keterangannya, Selasa (26/10/2021).

“Pertama, Satupena memilih 100 judul buku bersejarah itu melalui kriteria, survei, dan penilaian para ahli. Kedua, menerbitkan kembali 100 buku itu dalam bentuk print on demand,” sambungnya.

Denny menuturkan, beberapa contoh judul buku yang akan diterbitkan kembali. Yakni, buku berjudul, Di Bawah Bendera Revolusi karangan Soekarno (Bung Karno) (1959), Renungan Indonesia karangan Sutan Sjahrir (1947), Demokrasi kita karangan Mochamad Hatta (Bung Hatta) (1963), dan RA Kartini yang menulis Habis Gelap Terbitlah Terang (1922).

Baca Juga :  2020, Buku KIR Dilengkapi Chip

Kemudian, Marah Rusli menulis Siti Nurbaya (1922), dan Layar Terkembang karya Takdir Alisjahbana (1936). Lalu, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar (1920), dan Perburuan oleh Pramudya Ananta Toer (1950).

“Itulah contoh buku fiksi dan non fiksi yang memengaruhi batin, sejarah, dan budaya Indonesia. Tapi banyak buku lain yang juga berpengaruh,” ujarnya.

Denny mengatakan, 100 buku tersebut akan dihadirkan kembali dengan tata bahasa masa kini. Buku itu juga disediakan dalam print on demand agar dapat dicetak siapa pun yang memesan.

“Ada beberapa prosedur yang ditetapkan Satupena dalam memilih 100 buku bersejarah tersebut. Prosedur yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda,” terangnya.

Baca Juga :  Baru Vaksin Sekali, Calon Penumpang Pesawat Tetap Wajib PCR

Prosedur pemilihan buku bersejarah itu dimulai dari 100 buku dipilih forum penulis. Sebuah pertanyaan terbuka sudah diedarkan sejak akhir Agustus 2021 hingga pertengahan September 2021, kepada empat grup WhatsApp (WAG) yang masing-masing beranggotakan 100-250 penulis.

Kemudian, dari undangan itu terkumpul total 42 judul buku non-fiksi dan 73 buku fiksi. Total terkumpul 115 judul buku.

Satupena membentuk tim ahli untuk menyempurnakan pilihan forum itu. Masing masing dua orang untuk non-fiksi, yakni Azyumardi Azra dan Manuel Kaisiepo. Tim ahli untuk buku fiksi, yakni Nia Samsihono dan Suminto A. Sayuti.

“Sesuai usulan yang masuk, pilihan dipadatkan dan diperkaya menjadi 100 judul buku. Tim selektor diberikan wewenang mengusulkan buku lain, termasuk menambah, mengurangi dari daftar itu agar lebih mendekati kriteria,” pungkasnya.

PROKALTENG.CO – Persatuan Penulis Indonesia, Satupena, mengambil inisiatif untuk memilih 100 buku sejarah untuk kembali diterbitkan guna mewarnai sejarah dan budaya Indonesia sejak era kolonial. Kegiatan ini dalam menyambut Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 2021.

“Buku penting itu kembali bisa diakses publik. Ini juga bagian dari aspirasi masyarakat. Dua hal yang kami lakukan,” ujar Ketua Umum Satupena, Denny JA, dalam keterangannya, Selasa (26/10/2021).

“Pertama, Satupena memilih 100 judul buku bersejarah itu melalui kriteria, survei, dan penilaian para ahli. Kedua, menerbitkan kembali 100 buku itu dalam bentuk print on demand,” sambungnya.

Denny menuturkan, beberapa contoh judul buku yang akan diterbitkan kembali. Yakni, buku berjudul, Di Bawah Bendera Revolusi karangan Soekarno (Bung Karno) (1959), Renungan Indonesia karangan Sutan Sjahrir (1947), Demokrasi kita karangan Mochamad Hatta (Bung Hatta) (1963), dan RA Kartini yang menulis Habis Gelap Terbitlah Terang (1922).

Baca Juga :  2020, Buku KIR Dilengkapi Chip

Kemudian, Marah Rusli menulis Siti Nurbaya (1922), dan Layar Terkembang karya Takdir Alisjahbana (1936). Lalu, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar (1920), dan Perburuan oleh Pramudya Ananta Toer (1950).

“Itulah contoh buku fiksi dan non fiksi yang memengaruhi batin, sejarah, dan budaya Indonesia. Tapi banyak buku lain yang juga berpengaruh,” ujarnya.

Denny mengatakan, 100 buku tersebut akan dihadirkan kembali dengan tata bahasa masa kini. Buku itu juga disediakan dalam print on demand agar dapat dicetak siapa pun yang memesan.

“Ada beberapa prosedur yang ditetapkan Satupena dalam memilih 100 buku bersejarah tersebut. Prosedur yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda,” terangnya.

Baca Juga :  Baru Vaksin Sekali, Calon Penumpang Pesawat Tetap Wajib PCR

Prosedur pemilihan buku bersejarah itu dimulai dari 100 buku dipilih forum penulis. Sebuah pertanyaan terbuka sudah diedarkan sejak akhir Agustus 2021 hingga pertengahan September 2021, kepada empat grup WhatsApp (WAG) yang masing-masing beranggotakan 100-250 penulis.

Kemudian, dari undangan itu terkumpul total 42 judul buku non-fiksi dan 73 buku fiksi. Total terkumpul 115 judul buku.

Satupena membentuk tim ahli untuk menyempurnakan pilihan forum itu. Masing masing dua orang untuk non-fiksi, yakni Azyumardi Azra dan Manuel Kaisiepo. Tim ahli untuk buku fiksi, yakni Nia Samsihono dan Suminto A. Sayuti.

“Sesuai usulan yang masuk, pilihan dipadatkan dan diperkaya menjadi 100 judul buku. Tim selektor diberikan wewenang mengusulkan buku lain, termasuk menambah, mengurangi dari daftar itu agar lebih mendekati kriteria,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru