26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Dijerat Dua UU, Akhirnya Ambroncius Nababan Resmi Jadi Tersangka Rasis

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Ambroncius Nababan resmi tersangka ujaran
kebencian bermuatan SARA terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Ambroncius dijerat dengan dua undang-undang, yakni UU ITE dan UU Ras.

“Benar. Terlapor AN kami naikkan
statusnya menjadi tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
Brigjen Slamet Uliandi, Selasa (26/1/2021).

Ambroncius Nababan dijerat Pasal
45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

Dan/atau Pasal 16 Jo Pasal 4
huruf b ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan
diskriminasi ras dan etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi
Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, Ambroncius Nababan dicecar
beberapa pertanyaan oleh penyidik seputar unggahan di media sosial Facebook
miliknya yang diduga rasis.

“Kemarin diberikan sebanyak 25
pertanyaan dan semalam sudah kembali ke kediaman yang bersangkutan (tidak
ditahan),” kata Rusdi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/1).

Rusdi memastikan, penyidik akan
menangani perkara dugaan rasis ini secara profesional dan akuntabel. “Perkembangan
nanti akan kami sampaikan,” tandas Rusdi.

Sementara sebelumnya Kadiv Humas
Polri Irjen Argo Yuwono juga menjelaskan, dalam menangani perkara ini, Polri
menerapkan konsep Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi
berkeadilan).

Dalam pengusutan kasus tindakan rasisme
ini, Bareskrim Polri akan melakukan transparansi berkeadilan. Sehingga, proses
hukum akan ditegakan kepada siapapun yang diduga kuat melakukan tindakan rasis
tersebut.

Baca Juga :  Hebat! Desa Negara Ratu Sukses Tangani Covid-19, Cuma 1 Pasien Isoman

“Jangan membuat sesuatu yang
nanti akan melanggar pidana. Percayakan bahwa kepolisian akan transapran dalam
melakukan penyidikan kasus ini,” tutur Argo.

Saat mendatangi Bareskrim, Senin
malam (25/1) Ambroncius Nababan mengakui bahwa dirinyalah yang memposting foto
Natalius Pigai disandingkan dengan seekor Gorila. Namun ia membantah telah
bertindak rasis.

“Gak ada, saya bukan rasis. Saya
juga diangkat warga Papua, saya juga sebagai anak Papua jadi gak akan mungkin
saya melakukan rasis kepada suku Papua apalagi ke NP (Natalius Pigai),” akunya.

Merespons tindakan rasisme ini,
Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik, Selasa (26/1/2021) menyampaikan bahwa
perbedaan pandangan terkait kebijakan pemerintah adalah hal wajar.

Meski demikian, siapapun tokoh
politik harus dewasa menyikapi setiap kritik, bukan justru menyerang pribadi
pihak berbeda.

“Tidak bisa dibenarkan ketika
sudah menyentuh privasi seseorang ataupun hal-hal yang berkaitan dengan SARA,”
kata Wandik yang merupakan anggota DPR RI dapil Papua ini.

Putra Papua ini meminta semua
warga negara menghormati dan menghargai keberagaman ras dan etnis yang ada di
Indonesia. Menurut Wandik, tidak boleh ada tindakan yang dapat memecah-belah
dan memicu keresahan di tengah masyarakat.

“Isu SARA adalah hal yang
sensitif, apalagi sebelumnya orang asli Papua pernah menghadapi peristiwa
rasial, sekitar 1,5 tahun lalu di Surabaya. Seharusnya kita belajar dari
kejadian masa lalu dan tidak lagi melakukan hal yang sama,” kata Wandik.

Dengan adanya beberapa laporan
yang sudah diterima oleh pihak kepolisian, Wandik mengajak masyarakat,
terkhusus warga asli Papua untuk tetap tenang. Dan tidak terprovokasi dengan
ujaran rasis dari Ambroncius Nababan yang sudah viral di media sosial.

Baca Juga :  Polisi: Tidak Ada Lagi Pemanggilan, Rizieq Akan Langsung Ditangkap!

“Diskriminasi ras dan etnis
adalah tindakan yang sangat menyakitkan dan bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Kita tetap jalin komunikasi baik dengan masyarakat dari etnis
lainnya karena tindakan Ambroncius itu pribadi,” jelas Wandik.

Sekum GAMKI, Sahat Sinurat,
meminta kepolisian tetap melanjutkan proses hukum meskipun Ambroncius Nababan
sudah menyampaikan permohonan maaf.

Sahat menjelaskan, UU 40/2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah menegaskan bahwa setiap
warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas perlindungan
terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.

“Diskriminasi terhadap ras dan
etnis, baik dalam ucapan, tindakan, bahkan pemikiran, sangat bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan, seperti yang termaktub dalam
Pancasila dan UUD 1945,” tegas Sahat.

Menurut Sahat, bentuk
perlindungan negara terhadap perlakuan diskriminasi ras dan etnis salah satunya
adalah melalui penindakan hukum terhadap para pelaku diskriminasi. “Kepolisian
perlu bergerak cepat, agar masyarakat, khususnya rakyat di Papua dapat melihat
tegaknya keadilan hukum terhadap ujaran rasisme,” jelasnya.

Sebagai putra Batak ia menegaskan
bahwa apa yang dilakukan Ambroncius Nababan merupakan tindakan pribadi tidak
mewakili etnis Batak. “Saya sampaikan juga kepada Saudara-Saudari saya orang
asli Papua, apa yang dikatakan oleh Ambroncius Nababan adalah pernyataan
pribadi, bukan mewakili masyarakat dari etnis Batak,” kata Sahat Sinurat.

JAKARTA, PROKALTENG.CO – Ambroncius Nababan resmi tersangka ujaran
kebencian bermuatan SARA terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Ambroncius dijerat dengan dua undang-undang, yakni UU ITE dan UU Ras.

“Benar. Terlapor AN kami naikkan
statusnya menjadi tersangka,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
Brigjen Slamet Uliandi, Selasa (26/1/2021).

Ambroncius Nababan dijerat Pasal
45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

Dan/atau Pasal 16 Jo Pasal 4
huruf b ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan
diskriminasi ras dan etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi
Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan, Ambroncius Nababan dicecar
beberapa pertanyaan oleh penyidik seputar unggahan di media sosial Facebook
miliknya yang diduga rasis.

“Kemarin diberikan sebanyak 25
pertanyaan dan semalam sudah kembali ke kediaman yang bersangkutan (tidak
ditahan),” kata Rusdi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (26/1).

Rusdi memastikan, penyidik akan
menangani perkara dugaan rasis ini secara profesional dan akuntabel. “Perkembangan
nanti akan kami sampaikan,” tandas Rusdi.

Sementara sebelumnya Kadiv Humas
Polri Irjen Argo Yuwono juga menjelaskan, dalam menangani perkara ini, Polri
menerapkan konsep Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi
berkeadilan).

Dalam pengusutan kasus tindakan rasisme
ini, Bareskrim Polri akan melakukan transparansi berkeadilan. Sehingga, proses
hukum akan ditegakan kepada siapapun yang diduga kuat melakukan tindakan rasis
tersebut.

Baca Juga :  Hebat! Desa Negara Ratu Sukses Tangani Covid-19, Cuma 1 Pasien Isoman

“Jangan membuat sesuatu yang
nanti akan melanggar pidana. Percayakan bahwa kepolisian akan transapran dalam
melakukan penyidikan kasus ini,” tutur Argo.

Saat mendatangi Bareskrim, Senin
malam (25/1) Ambroncius Nababan mengakui bahwa dirinyalah yang memposting foto
Natalius Pigai disandingkan dengan seekor Gorila. Namun ia membantah telah
bertindak rasis.

“Gak ada, saya bukan rasis. Saya
juga diangkat warga Papua, saya juga sebagai anak Papua jadi gak akan mungkin
saya melakukan rasis kepada suku Papua apalagi ke NP (Natalius Pigai),” akunya.

Merespons tindakan rasisme ini,
Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik, Selasa (26/1/2021) menyampaikan bahwa
perbedaan pandangan terkait kebijakan pemerintah adalah hal wajar.

Meski demikian, siapapun tokoh
politik harus dewasa menyikapi setiap kritik, bukan justru menyerang pribadi
pihak berbeda.

“Tidak bisa dibenarkan ketika
sudah menyentuh privasi seseorang ataupun hal-hal yang berkaitan dengan SARA,”
kata Wandik yang merupakan anggota DPR RI dapil Papua ini.

Putra Papua ini meminta semua
warga negara menghormati dan menghargai keberagaman ras dan etnis yang ada di
Indonesia. Menurut Wandik, tidak boleh ada tindakan yang dapat memecah-belah
dan memicu keresahan di tengah masyarakat.

“Isu SARA adalah hal yang
sensitif, apalagi sebelumnya orang asli Papua pernah menghadapi peristiwa
rasial, sekitar 1,5 tahun lalu di Surabaya. Seharusnya kita belajar dari
kejadian masa lalu dan tidak lagi melakukan hal yang sama,” kata Wandik.

Dengan adanya beberapa laporan
yang sudah diterima oleh pihak kepolisian, Wandik mengajak masyarakat,
terkhusus warga asli Papua untuk tetap tenang. Dan tidak terprovokasi dengan
ujaran rasis dari Ambroncius Nababan yang sudah viral di media sosial.

Baca Juga :  Polisi: Tidak Ada Lagi Pemanggilan, Rizieq Akan Langsung Ditangkap!

“Diskriminasi ras dan etnis
adalah tindakan yang sangat menyakitkan dan bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Kita tetap jalin komunikasi baik dengan masyarakat dari etnis
lainnya karena tindakan Ambroncius itu pribadi,” jelas Wandik.

Sekum GAMKI, Sahat Sinurat,
meminta kepolisian tetap melanjutkan proses hukum meskipun Ambroncius Nababan
sudah menyampaikan permohonan maaf.

Sahat menjelaskan, UU 40/2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis telah menegaskan bahwa setiap
warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas perlindungan
terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.

“Diskriminasi terhadap ras dan
etnis, baik dalam ucapan, tindakan, bahkan pemikiran, sangat bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan, seperti yang termaktub dalam
Pancasila dan UUD 1945,” tegas Sahat.

Menurut Sahat, bentuk
perlindungan negara terhadap perlakuan diskriminasi ras dan etnis salah satunya
adalah melalui penindakan hukum terhadap para pelaku diskriminasi. “Kepolisian
perlu bergerak cepat, agar masyarakat, khususnya rakyat di Papua dapat melihat
tegaknya keadilan hukum terhadap ujaran rasisme,” jelasnya.

Sebagai putra Batak ia menegaskan
bahwa apa yang dilakukan Ambroncius Nababan merupakan tindakan pribadi tidak
mewakili etnis Batak. “Saya sampaikan juga kepada Saudara-Saudari saya orang
asli Papua, apa yang dikatakan oleh Ambroncius Nababan adalah pernyataan
pribadi, bukan mewakili masyarakat dari etnis Batak,” kata Sahat Sinurat.

Terpopuler

Artikel Terbaru