26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tiga Maskapai Asing Siap Bersaing di Indonesia

JAKARTA – Tidak lama pemerintah mengeluarkan wacana mengundang
maskapai asing untuk masuk ke Indonesia, ternyata sudah ada tiga maskapai asing
yang siap bersaing melayani penerbangan domestik di Indonesia. Salah satunya
adalah anak usaha Singapore Airlines yakni Scoot Tigerair Pte Ltd.

Scoot merupakan maskapai yang
bermain di segmen low cost carrier (LCC) alias murah. Sampai sata ini, Scoot
sudah mengoperasikan 24 320s dan 16 Boeing 787 Dreamliners.

“Ada tiga maskapai asing, Scoot,
sama saiapa itu yang baru,” kata Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya
Sumadi di Jakarta, Senin (17/6).

Mantan Direktur Utama Angkasa
Pura II (Persero) itu lupa nama dua maskapai asing lainnya yang juga tertarik
berkompetisi dengan maskapai nasional.

Budi berharap dengan keberadaan
maskapai asing akan menurunkan harga tiket pesawat yang selama ini menjadi
perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.

“Jadi spiritnya bukan asing, tapi
kompetisi. Contohnya Air Asia pertama mungkin bisa jalan,” ujar Budi.

Baca Juga :  Gender di KTP dan Paspor Beda, Polisi Pusing Tentukan Sel Lucinta Luna

Keberadaan maskapai asing juga
bisa membuat layanan penerbangan domestik bisa dilayani banyak maskapai. Karena
saat ini penerbangan domestik 97 persen masih dikuasasi oleh Garuda Indonesia
Grup dan Lion Air Grup.

Dia juga menegaskan, bahwa
tingginya harga tiket pesawat adalah bukan menjadi urusan Kemenhub. Sebab
pihaknya hanay sebagai regulator yang memiliki wewenang mengatur tarif batas
atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB).

“Tiket itu bukan urusan saya.
Jadi urusan dari airline-nya. Saya urusannya atas dan bawah,” ucap Budi.

Sementara ekonom senior dari
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini
menguraikan, akan banyak kerugian yang ditimbulkan dari masuknya maskapai asing
di Indonesia.

“Jika pasar (mengizinkan maskapai
asing) dibuka secara gegabah, maka akan banyak dampak kerugian yang diperoleh
di mana manfaat pasar dalam negeri yang besar akan dinikmati oleh asing,” kata
Didik kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Selasa (18/6).

Dia meminta, pemerintah jangan
mengorbankan industri penerbangan yang saat ini tengah babak belur menjadi
semakin hancur berantakan karena adanya kebijakan yang salah.

Baca Juga :  Survei KPAI, 71 Persen Warga Tak Setuju Sekolah Dibuka Kembali Juli 20

“Tidak boleh hanya salah satu
dijadikan dasar untuk membuat kebijakan nasional. Untuk membuat harga tiket
murah dan efisien, maka pasar industri ini dikorbankan,” ujar Didik.

Bahkan, lanjut Didik, dampak dari
masuknya maskapai asing membuat neraca perekonomian Indonesia akan semakin
terpuruk.

“Kerugian tersebut akan terlihat
pada akumulasi pendapatan primer Indonesia akan lebih meningkatkan defisit jasa
dan defisit neraca berjalan nasional. Ini adalah masalah krusial sudah hampir
setengah abad dan defisit itu memburuk selama empat tahun terakhir ini. Jika
cara kebijakan ini dilakukan, maka pemerintah telah membangun fondasi ekonomi
yang rapuh ke depan,” jelas Didik.

“Investasi tersebut tidak untuk
ekspor dan tidak menghasilkan devisa untuk ekonomi nasional. Hasil dari
investasi akan menjadi outflow ke luar dan menggerus devisa Indonesia seperti
sekarang,” pungkas Didik menjelaskan. (din/fin/kpc)

JAKARTA – Tidak lama pemerintah mengeluarkan wacana mengundang
maskapai asing untuk masuk ke Indonesia, ternyata sudah ada tiga maskapai asing
yang siap bersaing melayani penerbangan domestik di Indonesia. Salah satunya
adalah anak usaha Singapore Airlines yakni Scoot Tigerair Pte Ltd.

Scoot merupakan maskapai yang
bermain di segmen low cost carrier (LCC) alias murah. Sampai sata ini, Scoot
sudah mengoperasikan 24 320s dan 16 Boeing 787 Dreamliners.

“Ada tiga maskapai asing, Scoot,
sama saiapa itu yang baru,” kata Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya
Sumadi di Jakarta, Senin (17/6).

Mantan Direktur Utama Angkasa
Pura II (Persero) itu lupa nama dua maskapai asing lainnya yang juga tertarik
berkompetisi dengan maskapai nasional.

Budi berharap dengan keberadaan
maskapai asing akan menurunkan harga tiket pesawat yang selama ini menjadi
perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.

“Jadi spiritnya bukan asing, tapi
kompetisi. Contohnya Air Asia pertama mungkin bisa jalan,” ujar Budi.

Baca Juga :  Gender di KTP dan Paspor Beda, Polisi Pusing Tentukan Sel Lucinta Luna

Keberadaan maskapai asing juga
bisa membuat layanan penerbangan domestik bisa dilayani banyak maskapai. Karena
saat ini penerbangan domestik 97 persen masih dikuasasi oleh Garuda Indonesia
Grup dan Lion Air Grup.

Dia juga menegaskan, bahwa
tingginya harga tiket pesawat adalah bukan menjadi urusan Kemenhub. Sebab
pihaknya hanay sebagai regulator yang memiliki wewenang mengatur tarif batas
atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB).

“Tiket itu bukan urusan saya.
Jadi urusan dari airline-nya. Saya urusannya atas dan bawah,” ucap Budi.

Sementara ekonom senior dari
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini
menguraikan, akan banyak kerugian yang ditimbulkan dari masuknya maskapai asing
di Indonesia.

“Jika pasar (mengizinkan maskapai
asing) dibuka secara gegabah, maka akan banyak dampak kerugian yang diperoleh
di mana manfaat pasar dalam negeri yang besar akan dinikmati oleh asing,” kata
Didik kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Selasa (18/6).

Dia meminta, pemerintah jangan
mengorbankan industri penerbangan yang saat ini tengah babak belur menjadi
semakin hancur berantakan karena adanya kebijakan yang salah.

Baca Juga :  Survei KPAI, 71 Persen Warga Tak Setuju Sekolah Dibuka Kembali Juli 20

“Tidak boleh hanya salah satu
dijadikan dasar untuk membuat kebijakan nasional. Untuk membuat harga tiket
murah dan efisien, maka pasar industri ini dikorbankan,” ujar Didik.

Bahkan, lanjut Didik, dampak dari
masuknya maskapai asing membuat neraca perekonomian Indonesia akan semakin
terpuruk.

“Kerugian tersebut akan terlihat
pada akumulasi pendapatan primer Indonesia akan lebih meningkatkan defisit jasa
dan defisit neraca berjalan nasional. Ini adalah masalah krusial sudah hampir
setengah abad dan defisit itu memburuk selama empat tahun terakhir ini. Jika
cara kebijakan ini dilakukan, maka pemerintah telah membangun fondasi ekonomi
yang rapuh ke depan,” jelas Didik.

“Investasi tersebut tidak untuk
ekspor dan tidak menghasilkan devisa untuk ekonomi nasional. Hasil dari
investasi akan menjadi outflow ke luar dan menggerus devisa Indonesia seperti
sekarang,” pungkas Didik menjelaskan. (din/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru