26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

MK Hadirkan DPR-Presiden dalam Sidang, MAKI: Rakyat Butuh Penjelasan

Sidang judicial
review
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Covid-19 di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berlanjut.
Dalam sidang lanjutan pada 20 Mei mendatang, MK menjadwalkan menghadirkan pihak
DPR dan Presiden untuk dimintai keterangannya.

Terkait hal tersebut, sebagai pemohon, Masyarakat Antikorupsi
Indonesia (MAKI), mengharapkan Presiden bisa menjelaskan secara rinci soal
aturan penanganan Covid-19 di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami telah mendapat surat panggilan dari Mahkamah Konstitusi
untuk hadir sidang pleno pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020 dengan agenda
mendengarkan penjelasan DPR dan pendapat Presiden,” kata Koordinator Masyarakat
Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dalam keterangannya, Minggu
(17/5).

MAKI diketahui tengah menggugat Perppu 1/2020 ke MK. Dia
mempersoalkan soal Pasal 27 yang tertuang di dalam Perppu penanganan Covid-19.

Baca Juga :  Rumah Mentan Digeledah, KPK: Hasil Belum Bisa Kami Sampaikan

Pasal 27 ayat 1 tertulis bahwa biaya yang dikeluarkan dalam
pelaksanaan Perppu mengenai pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian keuangan
negara. Ayat 2 pasal itu memberikan imunitas bagi pejabat pemerintah pelaksana
Perppu.

“Kami selaku rakyat harus diberi penjelasan apa dan kenapa harus
ada Perppu Corona yang didalamnya terdapat kekebalan absolut bagi pejabat
keuangan (Pasal 27),” ujar Boyamin.

Meski Perppu 1/2020 telah disahkan menjadi UU, MK tetap
melanjutkan sidang gugatan. Boyamin menduga, karena hingga hari ini UU
penanganan Covid-19 belum diberi nomor dan belum ditayangkan dalam lembaran
negara.

“Dengan demikian yang berlaku masih Perppu sehingga MK sah untuk
melanjutkan persidangan,” cetus Boyamin.

Boyamin menyampaikan, gugatan Perppu 1/2020 tidak menentang
berlakunya kebijakan penanganan Covid-19, demi membantu rakyat menghadapi
korona. Dia menegaskan, hanya menentang kekebalan absolut pejabat sebagaimana
tertuang dalam Pasal 27 Perppu tersebut.

Baca Juga :  Menko Polhukam Klaim Belum Ada Klaster Covid-19 Pilkada 2020

“Kami hanya ingin pejabat hati-hati, teliti, dan tidak korupsi
dalam menjalankan amanah dengan bentuk dibatalkannya kekebalan pejabat yang
tertuang dalam pasal 27 Perppu,” tegas Boyamin.

Boyamin memandang, dengan adanya kekebalan absolut maka
dikhawatirkan pejabat akan ceroboh mengelola anggaran penanganan Covid-19 yang
jumlahnya sebesar Rp 405,1 triliun. Dia pun lagi-lagi menegaskan, bahwa setiap
anggaran yang keluar dari keuangan negara harus dipertanggung jawabkan.

“Ibarat naik kendaraan di jalan, ketika ada rambu-rambu nyatanya
masih banyak orang ceroboh sehingga kecelakaan, apalagi jika tidak ada
rambu-rambu maka dapat dipastikan akan terjadi kekacauan,” pungkasnya.
 

Sidang judicial
review
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Covid-19 di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berlanjut.
Dalam sidang lanjutan pada 20 Mei mendatang, MK menjadwalkan menghadirkan pihak
DPR dan Presiden untuk dimintai keterangannya.

Terkait hal tersebut, sebagai pemohon, Masyarakat Antikorupsi
Indonesia (MAKI), mengharapkan Presiden bisa menjelaskan secara rinci soal
aturan penanganan Covid-19 di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kami telah mendapat surat panggilan dari Mahkamah Konstitusi
untuk hadir sidang pleno pada hari Rabu tanggal 20 Mei 2020 dengan agenda
mendengarkan penjelasan DPR dan pendapat Presiden,” kata Koordinator Masyarakat
Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dalam keterangannya, Minggu
(17/5).

MAKI diketahui tengah menggugat Perppu 1/2020 ke MK. Dia
mempersoalkan soal Pasal 27 yang tertuang di dalam Perppu penanganan Covid-19.

Baca Juga :  Rumah Mentan Digeledah, KPK: Hasil Belum Bisa Kami Sampaikan

Pasal 27 ayat 1 tertulis bahwa biaya yang dikeluarkan dalam
pelaksanaan Perppu mengenai pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian keuangan
negara. Ayat 2 pasal itu memberikan imunitas bagi pejabat pemerintah pelaksana
Perppu.

“Kami selaku rakyat harus diberi penjelasan apa dan kenapa harus
ada Perppu Corona yang didalamnya terdapat kekebalan absolut bagi pejabat
keuangan (Pasal 27),” ujar Boyamin.

Meski Perppu 1/2020 telah disahkan menjadi UU, MK tetap
melanjutkan sidang gugatan. Boyamin menduga, karena hingga hari ini UU
penanganan Covid-19 belum diberi nomor dan belum ditayangkan dalam lembaran
negara.

“Dengan demikian yang berlaku masih Perppu sehingga MK sah untuk
melanjutkan persidangan,” cetus Boyamin.

Boyamin menyampaikan, gugatan Perppu 1/2020 tidak menentang
berlakunya kebijakan penanganan Covid-19, demi membantu rakyat menghadapi
korona. Dia menegaskan, hanya menentang kekebalan absolut pejabat sebagaimana
tertuang dalam Pasal 27 Perppu tersebut.

Baca Juga :  Menko Polhukam Klaim Belum Ada Klaster Covid-19 Pilkada 2020

“Kami hanya ingin pejabat hati-hati, teliti, dan tidak korupsi
dalam menjalankan amanah dengan bentuk dibatalkannya kekebalan pejabat yang
tertuang dalam pasal 27 Perppu,” tegas Boyamin.

Boyamin memandang, dengan adanya kekebalan absolut maka
dikhawatirkan pejabat akan ceroboh mengelola anggaran penanganan Covid-19 yang
jumlahnya sebesar Rp 405,1 triliun. Dia pun lagi-lagi menegaskan, bahwa setiap
anggaran yang keluar dari keuangan negara harus dipertanggung jawabkan.

“Ibarat naik kendaraan di jalan, ketika ada rambu-rambu nyatanya
masih banyak orang ceroboh sehingga kecelakaan, apalagi jika tidak ada
rambu-rambu maka dapat dipastikan akan terjadi kekacauan,” pungkasnya.
 

Terpopuler

Artikel Terbaru