30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Baru 21 Persen yang Mengalami Kemarau

JAKARTA – Di beberapa daerah
di Indonesia terjadi banjir. Di sisi lain, beberapa daerah sudah tidak hujan
atau memasuki masa kemarau. Anomali ini menurut Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) kemarau tidak terjadi bersamaan di seluruh tanah air.

Pada awal Juni, BMKG
memprediksi bahwa baru 21 persen wilayah Indonesia yang mengalami kemarau.
Sisanya masih berpotensi hujan. Bahkan bisa jadi menimbulkan banjir jika
intensitasnya tinggi.

Kepala Bidang Diseminasi
Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Harry T. Djatmiko mengungkapkan anomali
ini dikarenakan dua hal. Pertama karena ada aktivitas gelombang atmosfer Madden
Julian Oscillation (MJO) di sekitar Indonesia. ”Selain itu suhu permukaan laut
di sekitar Indonesia masih hangat sehingga penguapan cukup tinggi,” ucapnya
kemarin (11/6) saat dihubungi Jawa Pos.

MJO tersebut membuat
aktivitas pembentukan awan hujan di Indonesia bagian tengah dan timur. BMKG
memprediksi selama lima hari kedepan masih terjadi hujan di beberapa wilayah
seperti Sumatera Barat, Kalimantan Utara, hingga Papua. 

Baca Juga :  Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar: Dari Desa Kembali ke Desa

Lebih spesifik, Deputi
Kepala Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Prabowo menuturkan, dominasi angin muson
timur yang bertiup dari benua Australia melewati Indonesia bagian selatan
ekuator membuat musim kemarau. Peristiwa tersebut diprediksi berlangsung hingga
bulan September atau Oktober.

Pada periode itu juga ada
gangguan atmosfer dalam bentuk Osilasi Madden-Julian. Yakni, pola perpindahan
yang menyebar dengan kecepatan sekitar 4 hingga 8 m/s melalui atmosfer di atas
bagian hangat dari samudra Hindia dan Pasifik. Pola sirkulasi keseluruhan
tersebut menimbulkan curah hujan yang tidak normal. Biasanya berlangsung 30
hingga 90 hari.

Osilasi itu kemudian tumbuh
dan berkembang dari Samudera Hindia kemudian bergeser ke arah Indonesia tengah
lalu merambat ke wilayah timur. “Ketika melintasi wilayah-wilayah tersebut
potensi pertumbuhan awan dan turun hujan menguat. Di sisi lain Sumatera bagian
selatan, Jawa, Bali, NTB, dan NTT kemarau. Makanya dirasakan seperti terjadi
anomali,” jelas Prabowo.

Baca Juga :  Ini Tanggapan Gatot Nurmantyo Terkait Pemberian Bintang

Durasi hujan yang agak lama
menyebabkan banjir dan menimbulkan titik longsoran. “Pada kejadian Osilasi
Madden-Julian pertumbuhan awan cukup masif dan intensif sehingga hujan yang
turun bisa berlangsung lama. Jadi semacam musim hujan singkat,”
terangnya. 

Dengan adanya hal ini maka
masyarakat dihimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang
dapat ditimbulkan oleh hujan lebat tersebut seperti potensi terjadi banjir,
tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang dan jalan
licin.

”Selain potensi hujan lebat,
potensi gelombang tinggi 2,5 hingga 4 meter diperkirakan juga masih akan
terjadi di Perairan barat P. Enggano, Perairan barat Lampung, Selat Sunda
bagian selatan, hingga Laut Arafuru,” tuturnya. (han/lyn)

JAKARTA – Di beberapa daerah
di Indonesia terjadi banjir. Di sisi lain, beberapa daerah sudah tidak hujan
atau memasuki masa kemarau. Anomali ini menurut Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG) kemarau tidak terjadi bersamaan di seluruh tanah air.

Pada awal Juni, BMKG
memprediksi bahwa baru 21 persen wilayah Indonesia yang mengalami kemarau.
Sisanya masih berpotensi hujan. Bahkan bisa jadi menimbulkan banjir jika
intensitasnya tinggi.

Kepala Bidang Diseminasi
Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Harry T. Djatmiko mengungkapkan anomali
ini dikarenakan dua hal. Pertama karena ada aktivitas gelombang atmosfer Madden
Julian Oscillation (MJO) di sekitar Indonesia. ”Selain itu suhu permukaan laut
di sekitar Indonesia masih hangat sehingga penguapan cukup tinggi,” ucapnya
kemarin (11/6) saat dihubungi Jawa Pos.

MJO tersebut membuat
aktivitas pembentukan awan hujan di Indonesia bagian tengah dan timur. BMKG
memprediksi selama lima hari kedepan masih terjadi hujan di beberapa wilayah
seperti Sumatera Barat, Kalimantan Utara, hingga Papua. 

Baca Juga :  Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar: Dari Desa Kembali ke Desa

Lebih spesifik, Deputi
Kepala Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Prabowo menuturkan, dominasi angin muson
timur yang bertiup dari benua Australia melewati Indonesia bagian selatan
ekuator membuat musim kemarau. Peristiwa tersebut diprediksi berlangsung hingga
bulan September atau Oktober.

Pada periode itu juga ada
gangguan atmosfer dalam bentuk Osilasi Madden-Julian. Yakni, pola perpindahan
yang menyebar dengan kecepatan sekitar 4 hingga 8 m/s melalui atmosfer di atas
bagian hangat dari samudra Hindia dan Pasifik. Pola sirkulasi keseluruhan
tersebut menimbulkan curah hujan yang tidak normal. Biasanya berlangsung 30
hingga 90 hari.

Osilasi itu kemudian tumbuh
dan berkembang dari Samudera Hindia kemudian bergeser ke arah Indonesia tengah
lalu merambat ke wilayah timur. “Ketika melintasi wilayah-wilayah tersebut
potensi pertumbuhan awan dan turun hujan menguat. Di sisi lain Sumatera bagian
selatan, Jawa, Bali, NTB, dan NTT kemarau. Makanya dirasakan seperti terjadi
anomali,” jelas Prabowo.

Baca Juga :  Ini Tanggapan Gatot Nurmantyo Terkait Pemberian Bintang

Durasi hujan yang agak lama
menyebabkan banjir dan menimbulkan titik longsoran. “Pada kejadian Osilasi
Madden-Julian pertumbuhan awan cukup masif dan intensif sehingga hujan yang
turun bisa berlangsung lama. Jadi semacam musim hujan singkat,”
terangnya. 

Dengan adanya hal ini maka
masyarakat dihimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang
dapat ditimbulkan oleh hujan lebat tersebut seperti potensi terjadi banjir,
tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang dan jalan
licin.

”Selain potensi hujan lebat,
potensi gelombang tinggi 2,5 hingga 4 meter diperkirakan juga masih akan
terjadi di Perairan barat P. Enggano, Perairan barat Lampung, Selat Sunda
bagian selatan, hingga Laut Arafuru,” tuturnya. (han/lyn)

Terpopuler

Artikel Terbaru