25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Dicopot dari Jabatan Ketua MK, Anwar Usman Juga Dilarang Terlibat Persidangan Sengketa Pemilu 2024

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Karena itu, MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” sambungnya.

MKMK juga memutuskan Anwar Usman tidak diizinkan untuk terlibat dalam persidangan sengketa Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024. Hal ini untuk menjamin tidak adanya konflik kepentingan dalam putusan perkara di MK.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tegas Jimly.

Baca Juga :  Gempa 7,4 SR Berpotensi Tsunami Goncang Banten, Warga Jakarta Panik

Jimly menyatakan, Anwar Usman juga terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip independensi, penerapan angka 1, 2, dan 3.

Bahkan, pernyataan Anwar Usman mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia capres dan cawapres.

“Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, penerapan angka 4,” cetus Jimly.

Oleh karena itu, Jimly menyebut Anwar Usman bersama delapan hakim konstitusi lainnya terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup.

“Sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan, penerapan angka 9,” tegas Jimly.

Baca Juga :  Perempuan Bercadar Hitam Diamankan saat Kerusuhan di Gedung Bawaslu

Sebagaimana diketahui, MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam putusan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres tersebut. Selain Anwar Usman, delapan hakim konstitusi lain juga turut dilaporkan, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams yang juga menjadi anggota MKMK.

Atas laporan tersebut, MKMK telah menggelar serangkaian rapat MKMK mulai dari sidang pendahuluan, dan sidang pemeriksaan lanjutan.

Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan pelapor, 9 hakim konstitusi, ahli, dan saksi sejak Kamis (26/10) hingga Jumat (3/11). MKMK menggelar sidang terbuka saat mendengar keterangan pelapor dan ahli dan sidang tertutup terhadap sembilan hakim MK.(jpc/ind)

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Karena itu, MKMK memutuskan memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” sambungnya.

MKMK juga memutuskan Anwar Usman tidak diizinkan untuk terlibat dalam persidangan sengketa Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024. Hal ini untuk menjamin tidak adanya konflik kepentingan dalam putusan perkara di MK.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tegas Jimly.

Baca Juga :  Gempa 7,4 SR Berpotensi Tsunami Goncang Banten, Warga Jakarta Panik

Jimly menyatakan, Anwar Usman juga terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip independensi, penerapan angka 1, 2, dan 3.

Bahkan, pernyataan Anwar Usman mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia capres dan cawapres.

“Sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, penerapan angka 4,” cetus Jimly.

Oleh karena itu, Jimly menyebut Anwar Usman bersama delapan hakim konstitusi lainnya terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup.

“Sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan, penerapan angka 9,” tegas Jimly.

Baca Juga :  Perempuan Bercadar Hitam Diamankan saat Kerusuhan di Gedung Bawaslu

Sebagaimana diketahui, MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam putusan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres tersebut. Selain Anwar Usman, delapan hakim konstitusi lain juga turut dilaporkan, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams yang juga menjadi anggota MKMK.

Atas laporan tersebut, MKMK telah menggelar serangkaian rapat MKMK mulai dari sidang pendahuluan, dan sidang pemeriksaan lanjutan.

Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan pelapor, 9 hakim konstitusi, ahli, dan saksi sejak Kamis (26/10) hingga Jumat (3/11). MKMK menggelar sidang terbuka saat mendengar keterangan pelapor dan ahli dan sidang tertutup terhadap sembilan hakim MK.(jpc/ind)

Terpopuler

Artikel Terbaru