28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Cegah Penyebaran Corona, 30 Ribu Napi Akan Dibebaskan

JAKARTA – Sedikitnya 30 ribu narapidana (napi) dan anak akan
dibebaskan lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan negara (rutan), serta
lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi
penyebaran COVID-19 di lapas.

Kepala Bagian Humas dan Protokol
Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rika Aprianti
mengatakan pihaknya akan membebaskan sekitar 30 ribu narapidana dan anak.
Pembebasan itu setelah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menandatangani
Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang
Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi
dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

“Sekitar 30 ribu orang (yang akan
dibebaskan),” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3).

“Keputusan Menteri ini mulai
berlaku sejak tanggal ditetapkan (30 Maret 2020),” lanjutnya.

Dalam Keputusan Menteri (Kepmen)
Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, pengeluaran Narapidana dan Anak melalui
asimilasi, diterangkan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan. Salah satu
diantaranya lembaga pemasyarakatan, LPKA, dan rumah tahanan negara merupakan
institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi sehingga sangat rentan
terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.

Dengan ditetapkannya COVID-19
sebagai bencana nasional nonalam, dinilai perlu untuk melakukan langkah cepat
dalam upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan
dengan cara pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi.

Dalam Kepmen itu dijelaskan
sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi.
Ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya Narapidana yang 2/3 masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; Anak yang 1/2 masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; serta narapidana dan anak yang
tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani
subsidair dan bukan warga negara asing.

Baca Juga :  Saling Menerapkan Prokes Dalam Keluarga

Selanjutnya, asimilasi
dilaksanakan di rumah, serta surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala
lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Adapun ketentuan bagi narapidana
dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti
bersyarat, dan cuti menjelang bebas), yakni Narapidana yang 2/3 masa tahanan;
Anak yang telah menjalani 1/2 masa tahanan.

Usulan dilakukan melalui sistem
database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Untuk pembimbingan dan pengawasan
asimilasi dan integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan. Selain itu,
laporan pembimbingan dan pengawasan dilakukan secara daring.

Dalam Kepmen tersebut juga
dijelaskan Kepala lapas, Kepala LPKA, Kepala rutan, dan Kepala bapas
menyampaikan laporan pelaksanaan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak
kepada Dirjen Pemasyarakatan melalui kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM.

Ketua Fraksi PPP DPR Amir Uskara.
Dia meminta pemerintah memperhatikan potensi penularan virus corona di lapas
dan rumah tahanan (rutan).

Menurutnya perlu dipikirkan celah
hukum tentang kemungkinan pengurangan jumlah tahanan di rutan dan lapas, di antaranya
dengan mempermudah proses pembantaran tahanan maupun pengurangan hukuman
narapidana di lapas, sebab dengan isolasi mandiri di rumah, kesehatan tahanan
bisa lebih terjaga.

Baca Juga :  6 Formasi CPNS 2019 Terima Pelamar Usia 40 Tahun dan Berpendidikan S-3

“Pemerintah bisa mempermudah
mempermudah pengeluaran kebijakan pembantaran bagi tahanan yang belum
mendapatkan putusan ‘inkracht’ di rutan maupun atau pengurangan masa tahanan
para narapidana,” kata Amir dalam keterangan tertulisnya Senin (30/2).

Jika kebijakan mempermudah
pembantaran yang dipilih, katanya, maka perlu ada payung hukum berupa peraturan
pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (perpres) untuk memberikan kewenangan
kepada instansi terkait dalam mengeluarkan persetujuan pembantaran.

“Peraturannya harus minimal
setingkat PP atau perpres. Tidak bisa hanya berupa peraturan menteri. PP dan
perpres itu memungkinkan instansi terkait untuk membuat kebijakan guna
mempermudah pembantaran untuk mengurangi kapasitas di rutan,” jelasnya.

Untuk pengurangan atau pembebasan
narapidana untuk mengurangi over kapasitas di lapas, lanjut dia, bisa dilakukan
melalui grasi dan amnesti dari Presiden terhadap narapidana.

“Pengurangan hukuman itu tentu
tidak bisa diberikan kepada narapidana kelas kakap,” tegasnya.

Menurut dia, saat ini tidak
memungkinkan upaya mengatasi kelebihan kapasitas dilakukan dengan memindahkan
tahanan maupun narapidana karena memang belum ada lapas baru yang bisa dihuni
narapidana.

“Saat ini rata-rata lapas dan
rutan di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas yang seakan sulit terpecahkan.
Kapasitas di lapas atau rutan sulit dikurangi karena memang belum ada
pembangunan lapas baru. Kelebihan kapasitas ini mengkhawatirkan di tengah
pandemi corona yang sekarang terjadi,” jelasnya.

JAKARTA – Sedikitnya 30 ribu narapidana (napi) dan anak akan
dibebaskan lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan negara (rutan), serta
lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi
penyebaran COVID-19 di lapas.

Kepala Bagian Humas dan Protokol
Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rika Aprianti
mengatakan pihaknya akan membebaskan sekitar 30 ribu narapidana dan anak.
Pembebasan itu setelah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menandatangani
Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang
Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi
dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

“Sekitar 30 ribu orang (yang akan
dibebaskan),” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3).

“Keputusan Menteri ini mulai
berlaku sejak tanggal ditetapkan (30 Maret 2020),” lanjutnya.

Dalam Keputusan Menteri (Kepmen)
Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, pengeluaran Narapidana dan Anak melalui
asimilasi, diterangkan sejumlah hal yang menjadi pertimbangan. Salah satu
diantaranya lembaga pemasyarakatan, LPKA, dan rumah tahanan negara merupakan
institusi tertutup yang memiliki tingkat hunian tinggi sehingga sangat rentan
terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.

Dengan ditetapkannya COVID-19
sebagai bencana nasional nonalam, dinilai perlu untuk melakukan langkah cepat
dalam upaya penyelamatan terhadap tahanan dan warga binaan pemasyarakatan
dengan cara pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi.

Dalam Kepmen itu dijelaskan
sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi.
Ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya Narapidana yang 2/3 masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; Anak yang 1/2 masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; serta narapidana dan anak yang
tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani
subsidair dan bukan warga negara asing.

Baca Juga :  Saling Menerapkan Prokes Dalam Keluarga

Selanjutnya, asimilasi
dilaksanakan di rumah, serta surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala
lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Adapun ketentuan bagi narapidana
dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti
bersyarat, dan cuti menjelang bebas), yakni Narapidana yang 2/3 masa tahanan;
Anak yang telah menjalani 1/2 masa tahanan.

Usulan dilakukan melalui sistem
database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Untuk pembimbingan dan pengawasan
asimilasi dan integrasi dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan. Selain itu,
laporan pembimbingan dan pengawasan dilakukan secara daring.

Dalam Kepmen tersebut juga
dijelaskan Kepala lapas, Kepala LPKA, Kepala rutan, dan Kepala bapas
menyampaikan laporan pelaksanaan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak
kepada Dirjen Pemasyarakatan melalui kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM.

Ketua Fraksi PPP DPR Amir Uskara.
Dia meminta pemerintah memperhatikan potensi penularan virus corona di lapas
dan rumah tahanan (rutan).

Menurutnya perlu dipikirkan celah
hukum tentang kemungkinan pengurangan jumlah tahanan di rutan dan lapas, di antaranya
dengan mempermudah proses pembantaran tahanan maupun pengurangan hukuman
narapidana di lapas, sebab dengan isolasi mandiri di rumah, kesehatan tahanan
bisa lebih terjaga.

Baca Juga :  6 Formasi CPNS 2019 Terima Pelamar Usia 40 Tahun dan Berpendidikan S-3

“Pemerintah bisa mempermudah
mempermudah pengeluaran kebijakan pembantaran bagi tahanan yang belum
mendapatkan putusan ‘inkracht’ di rutan maupun atau pengurangan masa tahanan
para narapidana,” kata Amir dalam keterangan tertulisnya Senin (30/2).

Jika kebijakan mempermudah
pembantaran yang dipilih, katanya, maka perlu ada payung hukum berupa peraturan
pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (perpres) untuk memberikan kewenangan
kepada instansi terkait dalam mengeluarkan persetujuan pembantaran.

“Peraturannya harus minimal
setingkat PP atau perpres. Tidak bisa hanya berupa peraturan menteri. PP dan
perpres itu memungkinkan instansi terkait untuk membuat kebijakan guna
mempermudah pembantaran untuk mengurangi kapasitas di rutan,” jelasnya.

Untuk pengurangan atau pembebasan
narapidana untuk mengurangi over kapasitas di lapas, lanjut dia, bisa dilakukan
melalui grasi dan amnesti dari Presiden terhadap narapidana.

“Pengurangan hukuman itu tentu
tidak bisa diberikan kepada narapidana kelas kakap,” tegasnya.

Menurut dia, saat ini tidak
memungkinkan upaya mengatasi kelebihan kapasitas dilakukan dengan memindahkan
tahanan maupun narapidana karena memang belum ada lapas baru yang bisa dihuni
narapidana.

“Saat ini rata-rata lapas dan
rutan di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas yang seakan sulit terpecahkan.
Kapasitas di lapas atau rutan sulit dikurangi karena memang belum ada
pembangunan lapas baru. Kelebihan kapasitas ini mengkhawatirkan di tengah
pandemi corona yang sekarang terjadi,” jelasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru