25.6 C
Jakarta
Friday, April 26, 2024

Meksiko yang Mencoba Berkelit dari Sanksi Tarif Impor AS

Donald Trump mengumumkan rencana perang dagang
baru dengan Meksiko pekan ini. Senjatanya sama, tarif impor dari barang-barang
negara tujuan. Kali ini senjatanya terbukti ampuh. Meksiko berubah sikap.

Meksiko seharusnya jadi negara saudara bagi
para warga Amerika Tengah lainnya. Terutama para imigran yang ingin mencari
suaka ke Amerika Serikat. Sebuah mural di pinggiran Sungai Suchiate, pembatas
antara Meksiko dan Guatemala, jadi buktinya.

Menurut laporan Agence France-Presse, sebuah
gambar jaguar yang mengaum untuk melindungi kelompok imigran terpampang jelas
di sisi Meksiko. Di bawah gambar itu, pesan tegas tertulis. “Semoga tak ada
yang bisa menghentikan kita”.

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador
memberikan pesan serupa. Saat disumpah Desember tahun lalu, dia memastikan
bahwa pencari suaka dari “Segi Tiga Utara”, Guatemala, Honduras, dan El
Salvador, bakal dijamin keamanannya.

Namun, belum juga setengah tahun, sikap
Meksiko berganti. Mereka takut dengan ancaman Presiden AS Donald Trump.
Kekecewaan imigran dari Amerika Tengah pun memuncak saat Meksiko menyerah
terhadap tuntutan Trump pekan ini.

“AS sudah mencapai kesepakatan dengan Meksiko.
Dengan demikian, rencana kenaikan tarif impor bakal ditangguhkan tanpa batas
waktu,” ujar ayah Ivanka Trump itu sebagaimana diberitakan Washington Post.

Ya, Meksiko setuju untuk memperketat penjagaan
perbatasan mereka dengan Guatemala. Mereka sudah mengerahkan 6 ribu personel
tambahan. Padahal, otoritas Meksiko sudah menahan 51 ribu di antara total 300
ribu imigran yang datang ke negara Sombrero itu. Naik 17 persen dari periode
yang sama tahun lalu.

Mereka juga setuju untuk mengintensifkan
program Migrant Protection Protocols (MPP). Program itu mengizinkan AS untuk
mengembalikan kaum migran ke Meksiko sembari menunggu konfirmasi suaka mereka.

Baca Juga :  Paus Fransiskus: Natal Adalah Pesta Cinta Tuhan

“Ini adalah titik tengah yang bisa kami capai.
Sebab, permintaan mereka sebenarnya jauh lebih ekstrem,” ujar Menteri Luar
Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, kepala delegasi selama dua hari negosiasi.

Di perbatasan selatan Meksiko, Jose Mario
sudah mendengar kabar tersebut. Warga Honduras itu hanya pasrah saat melihat
barisan tentara perbatasan yang makin ketat. “Lebih baik melalui jalur legal
saja. Beberapa imigran yang mencoba lewat sungai langsung ditangkap,”
ungkapnya.

Kabar Meksiko yang mengalah terhadap Trump
membuat kubu Republik girang. Selama ini banyak yang mengkritik kebijakan
ekonomi Trump yang terlalu agresif. Saat dia mengumumkan perang dagang dengan
Tiongkok, pertikaian berlarut-larut. Beberapa sektor merugi karena hal
tersebut. Paling utama adalah eksporter agrikultur.

Masalah dengan Tiongkok belum selesai, Trump
malah memulai perang baru. Dia mengancam bakal menaikkan tarif impor komoditas
dari Meksiko sebanyak 5 persen pekan depan. Tarif bakal naik setiap bulan
sampai 25 persen pada Oktober. Jumat lalu (7/6) Kamar Dagang AS mengirim petisi
dari 140 korporasi terkait potensi kerugian dari tindakan itu.

“Langkah tersebut bakal merugikan konsumen,
pekerja, petani, dan bisnis lintas sektor.” Begitu pernyataan dari Kamar Dagang
AS.

Untung, reaksi Meksiko
tak sekeras Tiongkok. Mungkin, Obrador tak punya sumber daya sekuat
pemerintahan Xi Jinping. Mereka takut devisa terbesar mereka bakal tersendat.
“Presiden telah membuktikan bahwa kami bisa meningkatkan keamanan negara dengan
instrumen yang dimiliki,” ujar senator Republik Marco Rubio.

Demokrat pun hanya bisa nyinyir. Mereka tak
bisa menyangkal bahwa strategi ancaman Trump kali ini berhasil. “Sekarang
masalahnya sudah selesai. Saya harap tak ada lagi omongan (soal tarif terhadap
Meksiko, Red) di masa depan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Lecehkan Anak Tiri, Istri Potong Burung Suami

Awas Senjata Makan Tuan

TERKADANG kebijakan tegas dan sedikit kejam
memang diperlukan. Terutama dalam kasus-kasus ekstrem. Namun, kebijakan ekonomi
Trump yang agresif bisa dibilang sedikit ngawur. Bisa-bisa kaki AS sendiri yang
pincang karena peluru nyasar. Senjata makan tuan.

Tanda-tanda itu sudah muncul bulan lalu.
Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan bahwa lowongan baru yang muncul pada
Mei 2018 hanya 75 ribu pekerjaan. Jauh dari angka capaian April yang mencapai
224 ribu pekerjaan.

”Perlambatan ekonomi akibat perang dagang
sudah terlihat di industri padat karya seperti manufaktur, konstruksi, tambang,
atau kehutanan,” ujar Martha Gimbel, direktur penelitian Hiring Lab dari
Indeed.com, kepada Washington Post.

Para pebisnis memang suka dengan kesempatan.
Namun, mereka juga menganggap penting aspek kestabilan. Karena itu, Trump bukan
kepala negara favorit mereka. Aksi Trump sering kali tidak terduga. Mereka pun
tidak bisa merencanakan usaha jangka panjang.

”Bagaimana bisa Anda mengumumkan perang dagang
dengan salah satu rekan ekonomi terbesar. Padahal, Anda sedang berperang dengan
rekan besar lainnya,” ujar Direktur MacKay Shields Michael DePalma.

 

Namun, kubu Trump terus menyangkal
risiko-risiko yang dipaparkan pengamat. Soal melambatnya kinerja industri,
Penasihat Ekonomi Gedung Putih AS Kevin Hassett mengatakan bahwa faktor cuaca
buruk penyebabnya.

”Banyak yang bilang perang dagang ini punya
dampak buruk. Seharusnya mereka fokus pada kesepakatan dagang yang akan
diciptakan,” ujar Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.(jpc)

 

Donald Trump mengumumkan rencana perang dagang
baru dengan Meksiko pekan ini. Senjatanya sama, tarif impor dari barang-barang
negara tujuan. Kali ini senjatanya terbukti ampuh. Meksiko berubah sikap.

Meksiko seharusnya jadi negara saudara bagi
para warga Amerika Tengah lainnya. Terutama para imigran yang ingin mencari
suaka ke Amerika Serikat. Sebuah mural di pinggiran Sungai Suchiate, pembatas
antara Meksiko dan Guatemala, jadi buktinya.

Menurut laporan Agence France-Presse, sebuah
gambar jaguar yang mengaum untuk melindungi kelompok imigran terpampang jelas
di sisi Meksiko. Di bawah gambar itu, pesan tegas tertulis. “Semoga tak ada
yang bisa menghentikan kita”.

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador
memberikan pesan serupa. Saat disumpah Desember tahun lalu, dia memastikan
bahwa pencari suaka dari “Segi Tiga Utara”, Guatemala, Honduras, dan El
Salvador, bakal dijamin keamanannya.

Namun, belum juga setengah tahun, sikap
Meksiko berganti. Mereka takut dengan ancaman Presiden AS Donald Trump.
Kekecewaan imigran dari Amerika Tengah pun memuncak saat Meksiko menyerah
terhadap tuntutan Trump pekan ini.

“AS sudah mencapai kesepakatan dengan Meksiko.
Dengan demikian, rencana kenaikan tarif impor bakal ditangguhkan tanpa batas
waktu,” ujar ayah Ivanka Trump itu sebagaimana diberitakan Washington Post.

Ya, Meksiko setuju untuk memperketat penjagaan
perbatasan mereka dengan Guatemala. Mereka sudah mengerahkan 6 ribu personel
tambahan. Padahal, otoritas Meksiko sudah menahan 51 ribu di antara total 300
ribu imigran yang datang ke negara Sombrero itu. Naik 17 persen dari periode
yang sama tahun lalu.

Mereka juga setuju untuk mengintensifkan
program Migrant Protection Protocols (MPP). Program itu mengizinkan AS untuk
mengembalikan kaum migran ke Meksiko sembari menunggu konfirmasi suaka mereka.

Baca Juga :  Paus Fransiskus: Natal Adalah Pesta Cinta Tuhan

“Ini adalah titik tengah yang bisa kami capai.
Sebab, permintaan mereka sebenarnya jauh lebih ekstrem,” ujar Menteri Luar
Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, kepala delegasi selama dua hari negosiasi.

Di perbatasan selatan Meksiko, Jose Mario
sudah mendengar kabar tersebut. Warga Honduras itu hanya pasrah saat melihat
barisan tentara perbatasan yang makin ketat. “Lebih baik melalui jalur legal
saja. Beberapa imigran yang mencoba lewat sungai langsung ditangkap,”
ungkapnya.

Kabar Meksiko yang mengalah terhadap Trump
membuat kubu Republik girang. Selama ini banyak yang mengkritik kebijakan
ekonomi Trump yang terlalu agresif. Saat dia mengumumkan perang dagang dengan
Tiongkok, pertikaian berlarut-larut. Beberapa sektor merugi karena hal
tersebut. Paling utama adalah eksporter agrikultur.

Masalah dengan Tiongkok belum selesai, Trump
malah memulai perang baru. Dia mengancam bakal menaikkan tarif impor komoditas
dari Meksiko sebanyak 5 persen pekan depan. Tarif bakal naik setiap bulan
sampai 25 persen pada Oktober. Jumat lalu (7/6) Kamar Dagang AS mengirim petisi
dari 140 korporasi terkait potensi kerugian dari tindakan itu.

“Langkah tersebut bakal merugikan konsumen,
pekerja, petani, dan bisnis lintas sektor.” Begitu pernyataan dari Kamar Dagang
AS.

Untung, reaksi Meksiko
tak sekeras Tiongkok. Mungkin, Obrador tak punya sumber daya sekuat
pemerintahan Xi Jinping. Mereka takut devisa terbesar mereka bakal tersendat.
“Presiden telah membuktikan bahwa kami bisa meningkatkan keamanan negara dengan
instrumen yang dimiliki,” ujar senator Republik Marco Rubio.

Demokrat pun hanya bisa nyinyir. Mereka tak
bisa menyangkal bahwa strategi ancaman Trump kali ini berhasil. “Sekarang
masalahnya sudah selesai. Saya harap tak ada lagi omongan (soal tarif terhadap
Meksiko, Red) di masa depan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Lecehkan Anak Tiri, Istri Potong Burung Suami

Awas Senjata Makan Tuan

TERKADANG kebijakan tegas dan sedikit kejam
memang diperlukan. Terutama dalam kasus-kasus ekstrem. Namun, kebijakan ekonomi
Trump yang agresif bisa dibilang sedikit ngawur. Bisa-bisa kaki AS sendiri yang
pincang karena peluru nyasar. Senjata makan tuan.

Tanda-tanda itu sudah muncul bulan lalu.
Kementerian Ketenagakerjaan AS melaporkan bahwa lowongan baru yang muncul pada
Mei 2018 hanya 75 ribu pekerjaan. Jauh dari angka capaian April yang mencapai
224 ribu pekerjaan.

”Perlambatan ekonomi akibat perang dagang
sudah terlihat di industri padat karya seperti manufaktur, konstruksi, tambang,
atau kehutanan,” ujar Martha Gimbel, direktur penelitian Hiring Lab dari
Indeed.com, kepada Washington Post.

Para pebisnis memang suka dengan kesempatan.
Namun, mereka juga menganggap penting aspek kestabilan. Karena itu, Trump bukan
kepala negara favorit mereka. Aksi Trump sering kali tidak terduga. Mereka pun
tidak bisa merencanakan usaha jangka panjang.

”Bagaimana bisa Anda mengumumkan perang dagang
dengan salah satu rekan ekonomi terbesar. Padahal, Anda sedang berperang dengan
rekan besar lainnya,” ujar Direktur MacKay Shields Michael DePalma.

 

Namun, kubu Trump terus menyangkal
risiko-risiko yang dipaparkan pengamat. Soal melambatnya kinerja industri,
Penasihat Ekonomi Gedung Putih AS Kevin Hassett mengatakan bahwa faktor cuaca
buruk penyebabnya.

”Banyak yang bilang perang dagang ini punya
dampak buruk. Seharusnya mereka fokus pada kesepakatan dagang yang akan
diciptakan,” ujar Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru