26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Proses Pilkada Melalui DPRD Dinilai Munculkan Praktik Koruptif Tinggi

Mantan komisioner Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai, masalah biaya politik pemilihan
kepala daerah juga terjadi saat sistem pemilihan melalui DPRD. Dia tidak setuju
dengan wacana pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD.

“Bahwa
pemilihan DPRD yang juga banyak masalah salah satu aspek diangkat menteri yaitu
biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik. Persoalan uang
juga besar,” kata Hadar dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu
(24/11).

Hadar
mengatakan, masyarakat berpotensi melakukan protes tanpa henti jika kepala
daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki. Lebih parah lagi, dengan sistem
pemilihan kepala daerah melalui DPRD, maka pertanggungjawaban kepala daerah
kepada DPRD.

Baca Juga :  Berjualan Lewat Jam Malam, Ditemukan Tidak Pakai Masker

Sehingga, ada
potensi permainan uang agar kepala daerah tersebut tidak dimakzulkan.

“Itu terjadi
setiap tahun di mana kepala daerah harus lapor hasil kerja, jadi karena
permainan politik permainan uang kalau tidak mereka bisa dijatuhkan,” ujar
pendiri Netgrit ini.

Hadar menilai,
perdebatan terkait sistem pemilihan kepala daerah sudah selesai saat pada 2004
disahkan dalam UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih langsung. Menurutnya,
persoalan sistem pemilihan langsung berada dalam politik uang yang marak.

Hadar
menyarankan perlu ada undang-undang yang mengatur penggunaan uang dalam
Pilkada. Dia mengatakan, saat ini belum ada aturan ketat yang mengatur
penggunaan uang dan sumbernya dalam pemilihan kepala daerah.

Baca Juga :  Catat! Ini Prosedur Lewati Pos Penjagaan Peniadaaan Mudik di Kapuas

“Kami setuju
evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem
pemilihan,” tukas Hadar.(jpc)

 

Mantan komisioner Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai, masalah biaya politik pemilihan
kepala daerah juga terjadi saat sistem pemilihan melalui DPRD. Dia tidak setuju
dengan wacana pemilihan kepala daerah kembali dipilih DPRD.

“Bahwa
pemilihan DPRD yang juga banyak masalah salah satu aspek diangkat menteri yaitu
biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik. Persoalan uang
juga besar,” kata Hadar dalam diskusi di kawasan Matraman, Jakarta, Minggu
(24/11).

Hadar
mengatakan, masyarakat berpotensi melakukan protes tanpa henti jika kepala
daerah yang dipilih DPRD tidak dikehendaki. Lebih parah lagi, dengan sistem
pemilihan kepala daerah melalui DPRD, maka pertanggungjawaban kepala daerah
kepada DPRD.

Baca Juga :  Berjualan Lewat Jam Malam, Ditemukan Tidak Pakai Masker

Sehingga, ada
potensi permainan uang agar kepala daerah tersebut tidak dimakzulkan.

“Itu terjadi
setiap tahun di mana kepala daerah harus lapor hasil kerja, jadi karena
permainan politik permainan uang kalau tidak mereka bisa dijatuhkan,” ujar
pendiri Netgrit ini.

Hadar menilai,
perdebatan terkait sistem pemilihan kepala daerah sudah selesai saat pada 2004
disahkan dalam UU Pilkada di mana kepala daerah dipilih langsung. Menurutnya,
persoalan sistem pemilihan langsung berada dalam politik uang yang marak.

Hadar
menyarankan perlu ada undang-undang yang mengatur penggunaan uang dalam
Pilkada. Dia mengatakan, saat ini belum ada aturan ketat yang mengatur
penggunaan uang dan sumbernya dalam pemilihan kepala daerah.

Baca Juga :  Catat! Ini Prosedur Lewati Pos Penjagaan Peniadaaan Mudik di Kapuas

“Kami setuju
evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem
pemilihan,” tukas Hadar.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru