33 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Pemilih Pemula Rentan Politik Uang

JAKARTA, KALTENGPOS.CO Waktu
pemungutan suara yang kian dekat membuat potensi pelanggaran politik uang
(money politics) meningkat. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan
dimanfaatkan pasangan calon demi mendulang suara secara instan adalah pemilih
pemula. Untuk diketahui, pemilih pemula merupakan masyarakat yang baru kali
pertama mendapat hak menyalurkan suaranya dalam pemilu. Umumnya adalah warga
berusia 1718 tahun
atau baru duduk di sekolah menengah atas (SMA).

Anggota Bawaslu RI
Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, dari hasil kajian, kategori pemilih pemula
rentan menjadi sasaran politik uang d
alam proses
pemilihan. Penyebabnya adalah masih kurangnya pemahaman politik sehingga kerap
berpikir pragmatis. Apalagi pendidikan politik di Indonesia tidak diajarkan
sejak dini.

”Beberapa riset
menunjukkan, salah satu kelompok rentan sasaran politik uang adalah pemilih
pemula,” ujarnya Senin (16/11). Berdasar daftar pemilih tetap (DPT) pilkada
2020, jumlah pemilih pemula mencapai 1.506.256 orang.

Baca Juga :  BPN Imbau Jokowi Telepon Prabowo

Kerawanan tersebut
harus dicegah. Dewi menilai perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan politik
yang masif. Misalnya dengan menggencarkan sosialisasi yang melibatkan
siswa-siswi di sekolah. Pemilih pemula, tutur dia, perlu memahami dampak
negatif politik uang.

”Kegiatan ini
diharapkan bisa memberikan dampak dalam mendorong generasi muda untuk peduli
terhadap bahaya politik uang,” ucapnya.

Di Kota Solok,
misalnya, sosialisasi sudah dilakukan dengan konsep cerdas cermat antarsiswa
SMA. Dewi mengingatkan, bahaya politik uang bukan hanya melanggar undang-undang.
Dampak yang lebih parah adalah menurunkan kualitas pilkada dan memengaruhi
jalannya kebijakan daerah oleh kepala daerah terpilih.

Sementara itu, Dirjen
Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar meminta
masyarakat cermat dalam memilih kepala daerah. Dia mengingatkan agar yang
dipertimbangkan dalam mencoblos adalah kapasitas, bukan karena pertimbangan
pragmatis. ”
Pilihlah pemimpin yang dapat mengelola
pemerintahan, mengelola pembangunan, mengelola masyarakat, serta mengelola
ekonomi dan sistem kehidupan kenegaraan di tengah Covid-19,” tuturnya.

Baca Juga :  Bupati Kobar Apresiasi Sinergitas Pemkab bersama TNI

Bahtiar menambahkan, pilkada merupakan momentum
yang harus dimanfaatkan untuk memilih pemimpin yang bisa membawa masyarakat
keluar dari kesulitan. Untuk itu, dia berharap publik bisa hadir di TPS
pada hari pencoblosan sehingga partisipasi dapat memenuhi target.
”Jika pemilih paham arti penting memilih, target nasional tingkat partisipasi
pemilih pada pilkada ini sebesar 77,5 persen bisa tercapai,” pungkasnya. 

JAKARTA, KALTENGPOS.CO Waktu
pemungutan suara yang kian dekat membuat potensi pelanggaran politik uang
(money politics) meningkat. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan
dimanfaatkan pasangan calon demi mendulang suara secara instan adalah pemilih
pemula. Untuk diketahui, pemilih pemula merupakan masyarakat yang baru kali
pertama mendapat hak menyalurkan suaranya dalam pemilu. Umumnya adalah warga
berusia 1718 tahun
atau baru duduk di sekolah menengah atas (SMA).

Anggota Bawaslu RI
Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, dari hasil kajian, kategori pemilih pemula
rentan menjadi sasaran politik uang d
alam proses
pemilihan. Penyebabnya adalah masih kurangnya pemahaman politik sehingga kerap
berpikir pragmatis. Apalagi pendidikan politik di Indonesia tidak diajarkan
sejak dini.

”Beberapa riset
menunjukkan, salah satu kelompok rentan sasaran politik uang adalah pemilih
pemula,” ujarnya Senin (16/11). Berdasar daftar pemilih tetap (DPT) pilkada
2020, jumlah pemilih pemula mencapai 1.506.256 orang.

Baca Juga :  BPN Imbau Jokowi Telepon Prabowo

Kerawanan tersebut
harus dicegah. Dewi menilai perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan politik
yang masif. Misalnya dengan menggencarkan sosialisasi yang melibatkan
siswa-siswi di sekolah. Pemilih pemula, tutur dia, perlu memahami dampak
negatif politik uang.

”Kegiatan ini
diharapkan bisa memberikan dampak dalam mendorong generasi muda untuk peduli
terhadap bahaya politik uang,” ucapnya.

Di Kota Solok,
misalnya, sosialisasi sudah dilakukan dengan konsep cerdas cermat antarsiswa
SMA. Dewi mengingatkan, bahaya politik uang bukan hanya melanggar undang-undang.
Dampak yang lebih parah adalah menurunkan kualitas pilkada dan memengaruhi
jalannya kebijakan daerah oleh kepala daerah terpilih.

Sementara itu, Dirjen
Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar meminta
masyarakat cermat dalam memilih kepala daerah. Dia mengingatkan agar yang
dipertimbangkan dalam mencoblos adalah kapasitas, bukan karena pertimbangan
pragmatis. ”
Pilihlah pemimpin yang dapat mengelola
pemerintahan, mengelola pembangunan, mengelola masyarakat, serta mengelola
ekonomi dan sistem kehidupan kenegaraan di tengah Covid-19,” tuturnya.

Baca Juga :  Bupati Kobar Apresiasi Sinergitas Pemkab bersama TNI

Bahtiar menambahkan, pilkada merupakan momentum
yang harus dimanfaatkan untuk memilih pemimpin yang bisa membawa masyarakat
keluar dari kesulitan. Untuk itu, dia berharap publik bisa hadir di TPS
pada hari pencoblosan sehingga partisipasi dapat memenuhi target.
”Jika pemilih paham arti penting memilih, target nasional tingkat partisipasi
pemilih pada pilkada ini sebesar 77,5 persen bisa tercapai,” pungkasnya. 

Terpopuler

Artikel Terbaru