30.8 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Angka Mati

Saya mengalami kesulitan untuk belajar lebih
menjaga diri. Saya sebenarnya sangat mendambakan informasi jenis itu –yang
juga akan bisa dipakai banyak orang untuk bersama-sama belajar menjaga diri.

Yakni informasi dari bagian kematian
penanganan Covid-19. Misalnya: Siapa saja yang meninggal dunia itu? Yang
sekarang jumlahnya sudah lebih 1.000 orang itu. Yang sangat penting: berapa
persen dari yang meninggal itu punya penyakit apa sebelumnya? Bagaimana latar
belakang kehidupan mereka? Berapa persen yang berumur berapa?

Demikian juga berapa persen yang terlalu
gemuk. Berapa persen yang terlalu kurus?

Dan seterusnya.

Maka saya pun usul: bagaimana kalau ada pihak
yang ditunjuk secara khusus. Untuk membuat tabulasi informasi yang sangat
diperlukan itu.

Saya bisa memahami –meski tidak sepenuhnya–
kerahasiaan pasien Covid-19 selama ini. Tapi hak kita juga untuk mendapat
informasi yang benar di sekitar itu.

Tentu semua data pasien ada di rumah sakit.
Lengkap. Termasuk yang meninggal dunia. Khususnya data primer yang sangat
diperlukan untuk publik.

Sudah waktunya lembaga yang menangani
Covid-19 secara teratur mempublikasikan informasi primer itu. Toh tidak akan
bertentangan dengan rahasia apa pun.

Baca Juga :  Sebelum Meninggal, Tunjukan Gejala Seperti Covid-19

Data yang kita perlukan adalah: hanya
angkanya. Tidak sampai ke soal nama atau alamat.

Dari angka-angka yang disiarkan selama ini
kita tidak bisa belajar banyak. Kecuali menambah waswas. Ke depan masyarakat
harus terus belajar. Terutama untuk menghadapi kehidupan normal-baru.

Kita juga tidak mendapat pelajaran banyak
dari Tiongkok. Kecuali belajar manajemen penanganannya. Saya pun mahfum.
Tiongkok adalah negara komunis yang tertutup. Di sana banyak hal dirahasiakan
–meski belakangan sudah banyak berubah pula.

Kita mendapat lebih banyak informasi dari
Amerika Serikat. Terutama dari New York. Bahwa kelompok yang lebih banyak
terkena Covid adalah masyarakat kulit hitam. Bahwa yang banyak meninggal adalah
orang di atas 60 tahun. Yang sebelum kena Covid memang sudah berpenyakit. Yang
terbanyak adalah sakit jantung dan tekanan darah tinggi –dua penyakit yang
masih punya hubungan kekerabatan.

Menurut data itu mayoritas yang meninggal
adalah yang sebelumnya sudah punya penyakit pernafasan. Dan gula darah.

Dan yang badannya sangat gemuk.

Tapi itu di Amerika Serikat. Kita memerlukan
data yang dari Indonesia. Yang di sini tidak ada masyarakat kulit hitam –dalam
jumlah yang nyata.

Baca Juga :  Pemko Masih Belum Ingin Terapkan New Normal

Kita perlu siap-siap hidup dengan
normal-baru. Begitu pula kecenderungan seluruh dunia. Semua mengarah ke
kehidupan normal-baru. Rupanya tidak ada yang kuat berlama-lama dalam kehidupan
terkekang.

Itu berarti kita harus lebih bisa membawa
diri. Belajar dari data yang ada. Tapi kita belum punya data itu. Belum diberi.

Data itu juga penting bagi daerah-daerah yang
belum terlalu diserang Covid-19. Agar bupatinya bisa antisipasi. Untuk lebih
memperhatikan warga yang rawan terkena Covid-19.

Pasar adalah salah satu wilayah rawan. Tapi
adakah pengurus pasar peduli siapa saja pedagang di dalamnya? Dalam pengertian
pedagang yang mana yang lebih rawan terserang Covid-19? Lalu harus diapakan
sebelum terkena virus?

Menghadapi kehidupan normal-baru nanti,
setiap kelompok bisa mengidentifikasikan diri lebih baik. Belajar dari data.
Yang kemungkinan sedang disiapkan.

Kita memerlukan sistem komunikasi baru.
Ceramah, imbauan, ancaman, adalah model komunikasi yang tidak menggairahkan.

Ahli komunikasi sudah harus ambil peran lebih
ke depan.

Kita sudah mulai bosan dengan data yang tiap
hari ditampilkan. Yang tidak banyak lagi mengandung arti. Nyawa sudah dianggap
menjadi angka-angka.

Angka yang mati pula.(Dahlan Iskan)

 

Saya mengalami kesulitan untuk belajar lebih
menjaga diri. Saya sebenarnya sangat mendambakan informasi jenis itu –yang
juga akan bisa dipakai banyak orang untuk bersama-sama belajar menjaga diri.

Yakni informasi dari bagian kematian
penanganan Covid-19. Misalnya: Siapa saja yang meninggal dunia itu? Yang
sekarang jumlahnya sudah lebih 1.000 orang itu. Yang sangat penting: berapa
persen dari yang meninggal itu punya penyakit apa sebelumnya? Bagaimana latar
belakang kehidupan mereka? Berapa persen yang berumur berapa?

Demikian juga berapa persen yang terlalu
gemuk. Berapa persen yang terlalu kurus?

Dan seterusnya.

Maka saya pun usul: bagaimana kalau ada pihak
yang ditunjuk secara khusus. Untuk membuat tabulasi informasi yang sangat
diperlukan itu.

Saya bisa memahami –meski tidak sepenuhnya–
kerahasiaan pasien Covid-19 selama ini. Tapi hak kita juga untuk mendapat
informasi yang benar di sekitar itu.

Tentu semua data pasien ada di rumah sakit.
Lengkap. Termasuk yang meninggal dunia. Khususnya data primer yang sangat
diperlukan untuk publik.

Sudah waktunya lembaga yang menangani
Covid-19 secara teratur mempublikasikan informasi primer itu. Toh tidak akan
bertentangan dengan rahasia apa pun.

Baca Juga :  Sebelum Meninggal, Tunjukan Gejala Seperti Covid-19

Data yang kita perlukan adalah: hanya
angkanya. Tidak sampai ke soal nama atau alamat.

Dari angka-angka yang disiarkan selama ini
kita tidak bisa belajar banyak. Kecuali menambah waswas. Ke depan masyarakat
harus terus belajar. Terutama untuk menghadapi kehidupan normal-baru.

Kita juga tidak mendapat pelajaran banyak
dari Tiongkok. Kecuali belajar manajemen penanganannya. Saya pun mahfum.
Tiongkok adalah negara komunis yang tertutup. Di sana banyak hal dirahasiakan
–meski belakangan sudah banyak berubah pula.

Kita mendapat lebih banyak informasi dari
Amerika Serikat. Terutama dari New York. Bahwa kelompok yang lebih banyak
terkena Covid adalah masyarakat kulit hitam. Bahwa yang banyak meninggal adalah
orang di atas 60 tahun. Yang sebelum kena Covid memang sudah berpenyakit. Yang
terbanyak adalah sakit jantung dan tekanan darah tinggi –dua penyakit yang
masih punya hubungan kekerabatan.

Menurut data itu mayoritas yang meninggal
adalah yang sebelumnya sudah punya penyakit pernafasan. Dan gula darah.

Dan yang badannya sangat gemuk.

Tapi itu di Amerika Serikat. Kita memerlukan
data yang dari Indonesia. Yang di sini tidak ada masyarakat kulit hitam –dalam
jumlah yang nyata.

Baca Juga :  Pemko Masih Belum Ingin Terapkan New Normal

Kita perlu siap-siap hidup dengan
normal-baru. Begitu pula kecenderungan seluruh dunia. Semua mengarah ke
kehidupan normal-baru. Rupanya tidak ada yang kuat berlama-lama dalam kehidupan
terkekang.

Itu berarti kita harus lebih bisa membawa
diri. Belajar dari data yang ada. Tapi kita belum punya data itu. Belum diberi.

Data itu juga penting bagi daerah-daerah yang
belum terlalu diserang Covid-19. Agar bupatinya bisa antisipasi. Untuk lebih
memperhatikan warga yang rawan terkena Covid-19.

Pasar adalah salah satu wilayah rawan. Tapi
adakah pengurus pasar peduli siapa saja pedagang di dalamnya? Dalam pengertian
pedagang yang mana yang lebih rawan terserang Covid-19? Lalu harus diapakan
sebelum terkena virus?

Menghadapi kehidupan normal-baru nanti,
setiap kelompok bisa mengidentifikasikan diri lebih baik. Belajar dari data.
Yang kemungkinan sedang disiapkan.

Kita memerlukan sistem komunikasi baru.
Ceramah, imbauan, ancaman, adalah model komunikasi yang tidak menggairahkan.

Ahli komunikasi sudah harus ambil peran lebih
ke depan.

Kita sudah mulai bosan dengan data yang tiap
hari ditampilkan. Yang tidak banyak lagi mengandung arti. Nyawa sudah dianggap
menjadi angka-angka.

Angka yang mati pula.(Dahlan Iskan)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru