28.4 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Susah Bangun

HARI kedua masih dengan perasaan yang sama.
ingin pulang. Hari kedua itu juga, merasakan senam sore dipandu oleh
instruktur. Lebih jelas arahnya. Gerakan-gerakannya jelas. Di momen pemanasan,
insruktur itu memilih gerakan mencuci tangan yang benar. Ada tujuh gerakan.
Diulang-ulang. Sampai musiknya berhenti.

Tapi, saat itu kami yang berhenti duluan.
Sebelum instruktur mengakhiri gerakan. Tiba-tiba turun hujan. Deras. Saking
derasnya, mengalahkan suara musik yang dipakai untuk mengiringi kami senam.

Kegiatan di rumah sakit perluasan di Asrama
Haji Al-Mabrur ya begitu-begitu saja. Makan. Tidur. Minum obat. Olahraga. Main
HP. Itu-itu aja. Jika tipe orang yang nggak bisa diam, pasti nggak betah.
Bosan. Stres.

Itulah tantangannya. Bagaimana kita bisa
menyikapinya. Mau sembuh atau enggak? Kalau mau sembuh, ya enjoy aja. Kata-kata
itu ditulis oleh perawat di grup kami. Kami di sini didorong untuk melawan
kebosanan. Melawan stres. Enjoy aja.

Saking enjoynya, sampai susah bangun. Itu
dialami oleh salah satu pasien. Perempuan. Dia lagi tidur siang. Tapi, sampai
menjelang sore, enggak bangun-bangun. Padahal jadwalnya rontgen. Dia terlalu
nyenyak di tempat tidur barunya.

Baca Juga :  Kontribusi Perempuan di Pembangunan Akan Ditingkatkan

Ya, siang itu, mahasiswi semester V itu baru
pindah tempat. Dari gedung Mudzdalifah ke gedung Multazam. Kamar barunya itu
ada di lantai 2. Ada televisinya. Ada AC. Bangunannya tampak bersih dan warna
cat-nya juga masih baru.

Teman saya mencoba menelepon perempuan itu.
Tiga sampai empat kali. Kebetulan sudah kenal. Oleh satu kampus. Enggak berhasil.
Dia sampai naik. Mengetuk kamarnya. Nggak berhasil. Teman saya turun. Ditelepon
lagi. Enggak berhasil. Naik lagi. Lalu, turun lagi.

Kami ada tiga orang. Menantinya keluar kamar.
Kami bertiga satu rombongan untuk di rontgen di RSUD Kota Palangka Raya. Yang
jaraknya sekitar 20 kilometer. Sopir ambulans yang memakai APD lengkap juga
ikut naik. Mencoba membangunkan. Gagal. Lalu turun. Laporan ke pimpinannya.
Ditunggu beberapa saat. Lalu sopir itu naik lagi. Melakukan upaya yang sama.
Namun, pada akhirnya gagal juga. Putus asa. Akhirnya ditinggal. Hanya kami
bertiga yang diantar untuk rontgen.  

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Kurang lebih tiga kilometer mau sampai tujuan,
sopir tiba-tiba berhenti. Kecapekan. Mengaku susah bernapas. Efek naik turun
tangga. Apalagi memakai APD. Kekurangan oksigen. Dia buka helmnya. Menghela
napas sejenak. Saya disuruh laporan ke perawat di asrama haji. Saya laporkan
apa adanya melalui pesan WhatsApp.

Kami bertiga enggak bisa berbuat apa-apa. Kami
duduk di belakang. Berhelat plastik bening dengan kursi kemudi. Tak sampai lima
menit, sopir itu bisa melanjutkan perjalanan.

Sopir itu kurang dari dua bulan menjadi relawan
di sini. Sebelumnya, kerja jadi sopir di perusahaan rokok. Lalu dirumahkan.
Karena tenaganya enggak diperlukan. Oleh enggak ada event di tengah pandemi
Covid-19 ini. Akhirnya dia mendengar ada lowongan jadi sopir. Sopir ambulans
tepatnya. Melayani pasien Covid-19. Jauh berbeda dengan kerjaannya dulu.
Penumpangnya mungkin para SPG. Dan enggak perlu juga pakai APD.(*)

 

Penulis adalah penghuni rumah sakit perluasan
di Asrama Haji Al- Mabrur

HARI kedua masih dengan perasaan yang sama.
ingin pulang. Hari kedua itu juga, merasakan senam sore dipandu oleh
instruktur. Lebih jelas arahnya. Gerakan-gerakannya jelas. Di momen pemanasan,
insruktur itu memilih gerakan mencuci tangan yang benar. Ada tujuh gerakan.
Diulang-ulang. Sampai musiknya berhenti.

Tapi, saat itu kami yang berhenti duluan.
Sebelum instruktur mengakhiri gerakan. Tiba-tiba turun hujan. Deras. Saking
derasnya, mengalahkan suara musik yang dipakai untuk mengiringi kami senam.

Kegiatan di rumah sakit perluasan di Asrama
Haji Al-Mabrur ya begitu-begitu saja. Makan. Tidur. Minum obat. Olahraga. Main
HP. Itu-itu aja. Jika tipe orang yang nggak bisa diam, pasti nggak betah.
Bosan. Stres.

Itulah tantangannya. Bagaimana kita bisa
menyikapinya. Mau sembuh atau enggak? Kalau mau sembuh, ya enjoy aja. Kata-kata
itu ditulis oleh perawat di grup kami. Kami di sini didorong untuk melawan
kebosanan. Melawan stres. Enjoy aja.

Saking enjoynya, sampai susah bangun. Itu
dialami oleh salah satu pasien. Perempuan. Dia lagi tidur siang. Tapi, sampai
menjelang sore, enggak bangun-bangun. Padahal jadwalnya rontgen. Dia terlalu
nyenyak di tempat tidur barunya.

Baca Juga :  Kontribusi Perempuan di Pembangunan Akan Ditingkatkan

Ya, siang itu, mahasiswi semester V itu baru
pindah tempat. Dari gedung Mudzdalifah ke gedung Multazam. Kamar barunya itu
ada di lantai 2. Ada televisinya. Ada AC. Bangunannya tampak bersih dan warna
cat-nya juga masih baru.

Teman saya mencoba menelepon perempuan itu.
Tiga sampai empat kali. Kebetulan sudah kenal. Oleh satu kampus. Enggak berhasil.
Dia sampai naik. Mengetuk kamarnya. Nggak berhasil. Teman saya turun. Ditelepon
lagi. Enggak berhasil. Naik lagi. Lalu, turun lagi.

Kami ada tiga orang. Menantinya keluar kamar.
Kami bertiga satu rombongan untuk di rontgen di RSUD Kota Palangka Raya. Yang
jaraknya sekitar 20 kilometer. Sopir ambulans yang memakai APD lengkap juga
ikut naik. Mencoba membangunkan. Gagal. Lalu turun. Laporan ke pimpinannya.
Ditunggu beberapa saat. Lalu sopir itu naik lagi. Melakukan upaya yang sama.
Namun, pada akhirnya gagal juga. Putus asa. Akhirnya ditinggal. Hanya kami
bertiga yang diantar untuk rontgen.  

Baca Juga :  Mendagri Usulkan Kampanye Pilkada Cukup 1 Bulan

Kurang lebih tiga kilometer mau sampai tujuan,
sopir tiba-tiba berhenti. Kecapekan. Mengaku susah bernapas. Efek naik turun
tangga. Apalagi memakai APD. Kekurangan oksigen. Dia buka helmnya. Menghela
napas sejenak. Saya disuruh laporan ke perawat di asrama haji. Saya laporkan
apa adanya melalui pesan WhatsApp.

Kami bertiga enggak bisa berbuat apa-apa. Kami
duduk di belakang. Berhelat plastik bening dengan kursi kemudi. Tak sampai lima
menit, sopir itu bisa melanjutkan perjalanan.

Sopir itu kurang dari dua bulan menjadi relawan
di sini. Sebelumnya, kerja jadi sopir di perusahaan rokok. Lalu dirumahkan.
Karena tenaganya enggak diperlukan. Oleh enggak ada event di tengah pandemi
Covid-19 ini. Akhirnya dia mendengar ada lowongan jadi sopir. Sopir ambulans
tepatnya. Melayani pasien Covid-19. Jauh berbeda dengan kerjaannya dulu.
Penumpangnya mungkin para SPG. Dan enggak perlu juga pakai APD.(*)

 

Penulis adalah penghuni rumah sakit perluasan
di Asrama Haji Al- Mabrur

Terpopuler

Artikel Terbaru