33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tidak Meledak

Jalan-jalan sudah penuh-padat.
New normal sudah normal –dengan atau tanpa new. Jumlah penderita baru Covid-19
naik. Sudah dua hari terakhir di atas 1.000 orang/hari. Lebih tinggi dari yang
lalu-lalu. 

Gawat?

Rasanya tidak. Rumah-rumah sakit
di Surabaya memang penuh. Pun keluhan seliweran di medsos. Tapi itu karena RS
Universitas Airlangga lagi ada masalah. Lagi tidak menerima pasien Covid-19.
Sejak ada dokter dan perawatnya yang terjangkit virus pandemi itu.

Sepanjang penderita baru tidak
mencapai 1.500/hari tidak cukup alasan untuk menyatakan gawat. Tingkatnya di
sekitar memprihatinkan. Dan harus waspada. Jangan-jangan angka itu akan
tercapai.

Apalagi angka total Indonesia
sudah melewati 40.000. Kemarin. Sudah di ranking 30 dunia. 

Yang menggembirakan adalah justru
di kampung-kampung. Dengan ”Gerakan Kampung Tangguh” itu. Yang diinisiasi
polisi itu. Yang membuat Pak RT dan Pak Lurah menjadi lebih berperan.

Baca Juga :  Pasien Covid-19 Jangan Dikucilkan

Kapolda Jatim
Irjen Pol Fadil Imran (dua dari kanan) saat mengunjungi Kampung Tangguh Semeru
di Bojonegoro.


Yang kurang menggembirakan
adalah: peranan teknologi. Yang tidak terasa ada revolusinya. Kemajuan penggunaan
teknologi informasi seperti siput.

Orang seperti saya tidak tahu
siapa komandan di bidang pemanfaatan teknologi informasi itu. Menristek?
Menkominfo? Atau karep-karepmu –terserah saja?

Saya mungkin salah. Mungkin
karena kurang kepo. Adakah pembaca yang tahu: teknologi apa yang akhirnya
dipakai secara luas?

Ciptaan Ghozi? 

Apps Ghozi itu baru dipakai di
satu provinsi: Bangka Belitung. Padahal ini sudah bulan Juni
–pertengahan. 

Mungkin ada yang tidak suka
dengan temuan itu. Saya pun bisa memaklumi. Manusiawi. Itulah kenyataan dunia.
Tapi adakah pesaing yang lebih baik dari Ghozi? Tentu, mestinya ada. Kalau ada
mengapa yang lebih baik itu tidak segera diluaskan pemakaiannya? 

Sayang kalau bencana begini besar
tidak melahirkan terobosan besar.

Baca Juga :  Wali Kota Harapkan Masyarakat Bisa Manfaatkan Pelatihan dan Bantuan

Demikian juga soal peningkatan
kapasitas tes. Yang sudah ditemukan oleh seorang Dokter Andani di Padang (Baca
DI’s Way:Nangis Tes). Mengapa begitu lambat menjadi
gerakan nasional? Apakah ada yang lebih baik? Kalau ada kenapa tidak segera
dinasionalkan?

Padahal penemuan itu begitu
pentingnya. Kemampuan lab yang dulunya hanya bisa menangani 250 sampel per hari
bisa meningkat jadi 1.570 sampel. Bahkan sejak kemarin bisa meningkat lagi jadi
2.500 sampel. 

Lebaran sudah lewat dua minggu.
Kekhawatiran akan meledaknya kasus baru memang tidak terbukti. PSBB ternyata
sudah cukup ampuh. Tidak perlu lockdown. Ekonomi juga tidak
perlu mati.

New normal pun kelihatannya
membawa kita ke normal. Penderita baru ”hanya” bertambah. Bukan meledak.

Mungkin kita memang cukup puas
dengan usaha kita.

Ya sudah.(Dahlan Iskan)

Jalan-jalan sudah penuh-padat.
New normal sudah normal –dengan atau tanpa new. Jumlah penderita baru Covid-19
naik. Sudah dua hari terakhir di atas 1.000 orang/hari. Lebih tinggi dari yang
lalu-lalu. 

Gawat?

Rasanya tidak. Rumah-rumah sakit
di Surabaya memang penuh. Pun keluhan seliweran di medsos. Tapi itu karena RS
Universitas Airlangga lagi ada masalah. Lagi tidak menerima pasien Covid-19.
Sejak ada dokter dan perawatnya yang terjangkit virus pandemi itu.

Sepanjang penderita baru tidak
mencapai 1.500/hari tidak cukup alasan untuk menyatakan gawat. Tingkatnya di
sekitar memprihatinkan. Dan harus waspada. Jangan-jangan angka itu akan
tercapai.

Apalagi angka total Indonesia
sudah melewati 40.000. Kemarin. Sudah di ranking 30 dunia. 

Yang menggembirakan adalah justru
di kampung-kampung. Dengan ”Gerakan Kampung Tangguh” itu. Yang diinisiasi
polisi itu. Yang membuat Pak RT dan Pak Lurah menjadi lebih berperan.

Baca Juga :  Pasien Covid-19 Jangan Dikucilkan

Kapolda Jatim
Irjen Pol Fadil Imran (dua dari kanan) saat mengunjungi Kampung Tangguh Semeru
di Bojonegoro.


Yang kurang menggembirakan
adalah: peranan teknologi. Yang tidak terasa ada revolusinya. Kemajuan penggunaan
teknologi informasi seperti siput.

Orang seperti saya tidak tahu
siapa komandan di bidang pemanfaatan teknologi informasi itu. Menristek?
Menkominfo? Atau karep-karepmu –terserah saja?

Saya mungkin salah. Mungkin
karena kurang kepo. Adakah pembaca yang tahu: teknologi apa yang akhirnya
dipakai secara luas?

Ciptaan Ghozi? 

Apps Ghozi itu baru dipakai di
satu provinsi: Bangka Belitung. Padahal ini sudah bulan Juni
–pertengahan. 

Mungkin ada yang tidak suka
dengan temuan itu. Saya pun bisa memaklumi. Manusiawi. Itulah kenyataan dunia.
Tapi adakah pesaing yang lebih baik dari Ghozi? Tentu, mestinya ada. Kalau ada
mengapa yang lebih baik itu tidak segera diluaskan pemakaiannya? 

Sayang kalau bencana begini besar
tidak melahirkan terobosan besar.

Baca Juga :  Wali Kota Harapkan Masyarakat Bisa Manfaatkan Pelatihan dan Bantuan

Demikian juga soal peningkatan
kapasitas tes. Yang sudah ditemukan oleh seorang Dokter Andani di Padang (Baca
DI’s Way:Nangis Tes). Mengapa begitu lambat menjadi
gerakan nasional? Apakah ada yang lebih baik? Kalau ada kenapa tidak segera
dinasionalkan?

Padahal penemuan itu begitu
pentingnya. Kemampuan lab yang dulunya hanya bisa menangani 250 sampel per hari
bisa meningkat jadi 1.570 sampel. Bahkan sejak kemarin bisa meningkat lagi jadi
2.500 sampel. 

Lebaran sudah lewat dua minggu.
Kekhawatiran akan meledaknya kasus baru memang tidak terbukti. PSBB ternyata
sudah cukup ampuh. Tidak perlu lockdown. Ekonomi juga tidak
perlu mati.

New normal pun kelihatannya
membawa kita ke normal. Penderita baru ”hanya” bertambah. Bukan meledak.

Mungkin kita memang cukup puas
dengan usaha kita.

Ya sudah.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru