28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Dilema Peran Perawat saat Pandemi

KENAPA saya menuliskan sebuah dilema tentang peran perawat dalam
memberikan pelayanan kepada penderita Covid-19? Peran perawat dalam bentuk
asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan penderita dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
penderita. Itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan. Peran tersebut meliputi asuhan keperawatan, penyuluhan dan
konselor, pengelola, peneliti, serta pelaksana tugas dalam pelimpahan wewenang
dan keadaaan keterbatasan.

Sebagai profesi, perawat telah
mempunyai keahlian dari pendidikan spesialis, doktor, dan bahkan sudah ada
sepuluh profesor di Indonesia ini. Peran utama adalah tetap menekankan pada
aspek caring. Peran yang sudah tertuang dalam UU dan begitu mulia sering
diartikan dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Saya sering menyebut perawat ini
sebagai ”pahlawan tanpa tanda terima”. Penghargaan atau jasa yang diterima,
baik secara materiil maupun moril, masih sangat sedikit dan belum sesuai.
Perawat masih dilabeli sebagai pembantu profesi lain dan tidak mempunyai fungsi
yang mandiri. Bahkan masih dianggap sebagai second class citizen in health
profession. Selanjutnya, apa yang diharapkan masyarakat terhadap peran perawat
dalam penanganan Covid-19?

Coba kita renungkan, siapakah
yang menangani pasien, mendampingi dan berinteraksi selama 24 jam selama berada
di rumah sakit? Pernahkah kita membayangkan apa saja yang dilakukan perawat
kepada pasien selain melakukan tindakan mandiri, tindakan limpah dari profesi
lain, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari: makan, minum, eliminasi, aktivitas,
dan masih banyak lagi. Bagaimana dengan risiko tertular dalam penanganan
penderita Covid-19? Bagaimana dengan stigmatisasi yang diterima perawat?

Di berbagai daerah, perawat masih
ditolak masyarakat untuk pulang ke rumahnya sendiri setelah melaksanakan tugas.
Bahkan, sudah banyak perawat di Indonesia saat ini yang berjatuhan meninggal
dalam menjalankan tugasnya karena terpapar Covid-19. Setiap hari selalu ada
laporan perawat di Indonesia telah meninggal saat terjadi pandemi korona baru.

Baca Juga :  Bupati Minta Seluruh Masyarakat Kapuas Tetap Melakukan PHBS

Namun, apa yang sering diterima
perawat selama ini? Pada saat seperti ini peran perawat dipuji seperti malaikat
dan sangat diharapkan kehadirannya. Namun, tatkala ada kelalaian dalam
melakukan tindakan, kurangnya empati dalam menjalankan tugas justru menjadi
hujatan. Itulah suatu dilema profesi perawat.

Peran utama perawat dalam
penanganan pasien Covid-19 sebenarnya dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama,
peran dalam memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) seputar
kesehatan kepada masyarakat. Peran perawat dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat sangat diperlukan karena bisa membuat orang yang diberi edukasi
mengerti dengan informasi yang disampaikan. KIE yang dimaksudkan adalah
komunikasi risiko pemberdayaan masyarakat (KRPM). KPRM merupakan komponen
penting yang tidak terpisahkan dalam penanggulangan tanggap darurat kesehatan
masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun internasional.

Pesan kunci yang perlu
disampaikan kepada masyarakat umum supaya siap menghadapi wabah saat ini
adalah: mengenali Covid-19 (penyebab, gejala, tanda, penularan, pencegahan, dan
pengobatan). Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain health advice dan
travel advice.

Kedua, peran dalam rapid
assessment. Asesmen pada kasus Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai krisis
kesehatan dan bencana nasional termasuk di dunia. Perlu sekali dipahami perawat
dan tenaga kesehatan serta masyarakat mengenai pentingnya asesmen cepat dalam
penentuan kriteria prioritas Covid-19.

Deteksi dini dan pemilahan
penderita yang berkaitan dengan infeksi Covid-19 harus dilakukan sejak pasien
datang ke rumah sakit. Triase merupakan garda terdepan dan titik awal
bersentuhan dengan rumah sakit. Selain itu, pengendalian pencegahan infeksi
(PPI) merupakan bagian vital terintegrasi dalam manajemen klinis dan harus
diterapkan sejak triase dan selama perawatan pasien melalui isolasi pasien di
rumah atau rumah sakit.

Beberapa upaya pencegahan dan
kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip, yaitu hand hygiene, penggunaan alat
pelindung diri (APD) untuk mencegah kontak langsung dengan pasien (darah atau
cairan tubuh lainnya), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, manajemen
limbah medis, pembersihan dan disinfektan peralatan, serta lingkungan di rumah
sakit.

Baca Juga :  Tidak Kenal Lelah Untuk Berkomunikasi

Ketiga, peran dalam pelayanan
langsung kepada penderita. Peran inilah yang utama dilakukan perawat.
Penatalaksanaan Covid-19 dilakukan dengan memfokuskan pada penanganan infeksi
virus dengan meningkatkan imunitas tubuh penderita dan yang belum terinfeksi agar
tidak sampai menjadi penyakit. Sampai saat ini penyakit karena Covid-19 belum
ditemukan obat penangkalnya. Ilmuwan masih mempelajari karakteristik virus dan
mengujicobakan obat di laboratorium.

Terapi yang diperlukan untuk
pasien yang sudah positif Covid-19 diprioritaskan pada isolasi semua kasus.
Pasien akan diberi bantuan respirasi, manajemen cairan, serta demam dan
antibiotik empiris. Pencegahan komplikasi harus dilakukan dengan mengurangi
durasi ventilasi mekanis, infeksi pada vena dan darah disebabkan pemasangan
kateter, ulkus decubitus, stress ulcer, dan perdarahan lambung.

Pendekatan psikososial harus
dilakukan perawat. Penderita atau keluarga sering mengalami ketakutan,
kecemasan, dan depresi. Kondisi tersebut sangat membahayakan dan menghambat
penyembuhan penderita. Imunitas akan mengalami penurunan dan itu berdampak
terhadap kemampuan tubuh dalam melawan virus. Penderita sering mengalami
berbagai komplikasi dari penyakit penyerta lainnya dan justru itu yang
mengakibatkan prognosis penderita semakin jelek dan bahkan mempercepat
kematian.

Apa yang bisa dilakukan perawat
dan tenaga kesehatan lainnya pada kondisi saat ini dalam menjalankan perannya
yang sangat mulia ini? Harus tetap menguatkan supaya perawat terus memberikan
yang terbaik dalam melayani penderita.

Saling menahan diri dan tidak
justru menebarkan hoaks serta isu negatif. Saling berbagi dan memberi. Serta
terus membangun rasa empati dan saling mendoakan. Semoga badai korona cepat
berlalu. Semoga para pejuang perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat
dalam penanganan Covid-19 selalu sehat dan dijaga Tuhan Yang Maha Esa. (*)

(Nursalam, Guru besar
keperawatan, dekan Fakultas Keperawatan Unair, dan ketua Persatuan Perawat
& Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia Jawa Timur)

KENAPA saya menuliskan sebuah dilema tentang peran perawat dalam
memberikan pelayanan kepada penderita Covid-19? Peran perawat dalam bentuk
asuhan keperawatan adalah rangkaian interaksi perawat dengan penderita dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian
penderita. Itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan. Peran tersebut meliputi asuhan keperawatan, penyuluhan dan
konselor, pengelola, peneliti, serta pelaksana tugas dalam pelimpahan wewenang
dan keadaaan keterbatasan.

Sebagai profesi, perawat telah
mempunyai keahlian dari pendidikan spesialis, doktor, dan bahkan sudah ada
sepuluh profesor di Indonesia ini. Peran utama adalah tetap menekankan pada
aspek caring. Peran yang sudah tertuang dalam UU dan begitu mulia sering
diartikan dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Saya sering menyebut perawat ini
sebagai ”pahlawan tanpa tanda terima”. Penghargaan atau jasa yang diterima,
baik secara materiil maupun moril, masih sangat sedikit dan belum sesuai.
Perawat masih dilabeli sebagai pembantu profesi lain dan tidak mempunyai fungsi
yang mandiri. Bahkan masih dianggap sebagai second class citizen in health
profession. Selanjutnya, apa yang diharapkan masyarakat terhadap peran perawat
dalam penanganan Covid-19?

Coba kita renungkan, siapakah
yang menangani pasien, mendampingi dan berinteraksi selama 24 jam selama berada
di rumah sakit? Pernahkah kita membayangkan apa saja yang dilakukan perawat
kepada pasien selain melakukan tindakan mandiri, tindakan limpah dari profesi
lain, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari: makan, minum, eliminasi, aktivitas,
dan masih banyak lagi. Bagaimana dengan risiko tertular dalam penanganan
penderita Covid-19? Bagaimana dengan stigmatisasi yang diterima perawat?

Di berbagai daerah, perawat masih
ditolak masyarakat untuk pulang ke rumahnya sendiri setelah melaksanakan tugas.
Bahkan, sudah banyak perawat di Indonesia saat ini yang berjatuhan meninggal
dalam menjalankan tugasnya karena terpapar Covid-19. Setiap hari selalu ada
laporan perawat di Indonesia telah meninggal saat terjadi pandemi korona baru.

Baca Juga :  Bupati Minta Seluruh Masyarakat Kapuas Tetap Melakukan PHBS

Namun, apa yang sering diterima
perawat selama ini? Pada saat seperti ini peran perawat dipuji seperti malaikat
dan sangat diharapkan kehadirannya. Namun, tatkala ada kelalaian dalam
melakukan tindakan, kurangnya empati dalam menjalankan tugas justru menjadi
hujatan. Itulah suatu dilema profesi perawat.

Peran utama perawat dalam
penanganan pasien Covid-19 sebenarnya dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama,
peran dalam memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) seputar
kesehatan kepada masyarakat. Peran perawat dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat sangat diperlukan karena bisa membuat orang yang diberi edukasi
mengerti dengan informasi yang disampaikan. KIE yang dimaksudkan adalah
komunikasi risiko pemberdayaan masyarakat (KRPM). KPRM merupakan komponen
penting yang tidak terpisahkan dalam penanggulangan tanggap darurat kesehatan
masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun internasional.

Pesan kunci yang perlu
disampaikan kepada masyarakat umum supaya siap menghadapi wabah saat ini
adalah: mengenali Covid-19 (penyebab, gejala, tanda, penularan, pencegahan, dan
pengobatan). Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain health advice dan
travel advice.

Kedua, peran dalam rapid
assessment. Asesmen pada kasus Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai krisis
kesehatan dan bencana nasional termasuk di dunia. Perlu sekali dipahami perawat
dan tenaga kesehatan serta masyarakat mengenai pentingnya asesmen cepat dalam
penentuan kriteria prioritas Covid-19.

Deteksi dini dan pemilahan
penderita yang berkaitan dengan infeksi Covid-19 harus dilakukan sejak pasien
datang ke rumah sakit. Triase merupakan garda terdepan dan titik awal
bersentuhan dengan rumah sakit. Selain itu, pengendalian pencegahan infeksi
(PPI) merupakan bagian vital terintegrasi dalam manajemen klinis dan harus
diterapkan sejak triase dan selama perawatan pasien melalui isolasi pasien di
rumah atau rumah sakit.

Beberapa upaya pencegahan dan
kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip, yaitu hand hygiene, penggunaan alat
pelindung diri (APD) untuk mencegah kontak langsung dengan pasien (darah atau
cairan tubuh lainnya), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, manajemen
limbah medis, pembersihan dan disinfektan peralatan, serta lingkungan di rumah
sakit.

Baca Juga :  Tidak Kenal Lelah Untuk Berkomunikasi

Ketiga, peran dalam pelayanan
langsung kepada penderita. Peran inilah yang utama dilakukan perawat.
Penatalaksanaan Covid-19 dilakukan dengan memfokuskan pada penanganan infeksi
virus dengan meningkatkan imunitas tubuh penderita dan yang belum terinfeksi agar
tidak sampai menjadi penyakit. Sampai saat ini penyakit karena Covid-19 belum
ditemukan obat penangkalnya. Ilmuwan masih mempelajari karakteristik virus dan
mengujicobakan obat di laboratorium.

Terapi yang diperlukan untuk
pasien yang sudah positif Covid-19 diprioritaskan pada isolasi semua kasus.
Pasien akan diberi bantuan respirasi, manajemen cairan, serta demam dan
antibiotik empiris. Pencegahan komplikasi harus dilakukan dengan mengurangi
durasi ventilasi mekanis, infeksi pada vena dan darah disebabkan pemasangan
kateter, ulkus decubitus, stress ulcer, dan perdarahan lambung.

Pendekatan psikososial harus
dilakukan perawat. Penderita atau keluarga sering mengalami ketakutan,
kecemasan, dan depresi. Kondisi tersebut sangat membahayakan dan menghambat
penyembuhan penderita. Imunitas akan mengalami penurunan dan itu berdampak
terhadap kemampuan tubuh dalam melawan virus. Penderita sering mengalami
berbagai komplikasi dari penyakit penyerta lainnya dan justru itu yang
mengakibatkan prognosis penderita semakin jelek dan bahkan mempercepat
kematian.

Apa yang bisa dilakukan perawat
dan tenaga kesehatan lainnya pada kondisi saat ini dalam menjalankan perannya
yang sangat mulia ini? Harus tetap menguatkan supaya perawat terus memberikan
yang terbaik dalam melayani penderita.

Saling menahan diri dan tidak
justru menebarkan hoaks serta isu negatif. Saling berbagi dan memberi. Serta
terus membangun rasa empati dan saling mendoakan. Semoga badai korona cepat
berlalu. Semoga para pejuang perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat
dalam penanganan Covid-19 selalu sehat dan dijaga Tuhan Yang Maha Esa. (*)

(Nursalam, Guru besar
keperawatan, dekan Fakultas Keperawatan Unair, dan ketua Persatuan Perawat
& Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia Jawa Timur)

Terpopuler

Artikel Terbaru