32.6 C
Jakarta
Saturday, April 19, 2025

Baru 57 dari 270 Daerah Nyatakan Siap Gelar Pilkada 2020

JAKARTA – Sebanyak 129 dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan
Pilkada 2020 telah melaporkan kondisi keuangannya. Dari 129 daerah tersebut, 57
di antaranya menyatakan mampu untuk membiayai dari APBD. Sementara 141 daerah
lainnya belum membuat laporan.

“Selain itu, daerah tersebut juga
menyatakan mampu membiayai tambahan kebutuhan dari KPU maupun Bawaslu daerah
untuk kebutuhan pilkada. Kemudian 72 daerah ruang fiskalnya memang sulit untuk
meminta bantuan dari APBD. Ini masih belum termasuk 141 daerah lain yang belum melaporkan,”
ujar Mendagri Tito Karnavian di Jakarta, Senin (8/6).

Kemendagri, lanjutnya, telah
melakukan pengecekan ruang fiskal setiap daerah guna memenuhi kebutuhan
pencairan dana hibah untuk pilkada. Hal ini sesuai yang disepakati dalam Naskah
Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). “Pengecekan tersebut juga untuk memastikan
kesanggupan daerah dalam menyediakan anggaran tambahan yang dibutuhkan terkait
protokol kesehatan karena pandemi COVID-19,” jelas Tito.

Mantan Kapolri ini kembali
menegaskan pemerintah daerah untuk segera mencairkan NPHD Pilkada serentak 9
Desember 2020. Tujuannya, agar penyelenggara pemilu dapat menggelar tahapan
kembali pada 15 Juni mendatang.

“Anggaran penyelenggara pemilu
tidak ikut dipotong terkait realisasi anggaran kementerian lembaga. Karena
urgensinya untuk kesuksesan pilkada di tengah pandemi. Kami sudah sampaikan
surat juga kepada Menteri Keuangan agar anggarannya tidak dipotong, berkaitan
dengan kebijakan rasionalisasi. Demikian juga untuk Bawaslu, dan DKPP,” papar
mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Hal senada disampaikan tim Ahli
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Muhammad Rullyandi. Dia menjelaskan
penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang diharapkan
mengedepankan prinsip demokratis. Tujuan utamanya adalah menciptakan
efektifitas dan stabilitas pemerintahan daerah serta kelangsungan demokrasi.
Selain itu, pilkada ini juga menjaga marwah Indonesia sebagai negara demokrasi
di dunia internasional. Dampaknya pada penilaian stabilitas investasi.

Baca Juga :  Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Walikota Resmikan Ruang Laboratorium K

“Penyelenggaraan pilkada kali ini
dengan perbandingan beberapa negara di dunia telah berhasil menyelenggarakan
pemilihan umum saat puncak pandemik COVID-19 berlangsung. Seperti di Korea
Selatan, Jerman, Afrika maupun di Prancis,” ujar Rullyandi, di Jakarta, Senin
(8/6).

Menurutnya, kehendak suara rakyat
dengan mayoritas suara terbanyak adalah proses konstitusional pengisian jabatan
kepala daerah. Tentu dengan jaminan kepastian hukum masa jabatan dan pembatasan
periodesasi. “Setiap warga negara diberikan jaminan perlindungan atas hak
konstitusionalnya. Setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam
pemilihan umum,” imbuhnya.

Sementara itu, ahli Kebijakan
Publik dari Universitas Brawijaya, Malang, Sujono HS, menjelaskan agenda
nasional penyelenggaraan Pilkada serentak di 270 wilayah untuk Gubernur, Bupati
dan Wali Kota tahun 2020, dihadapkan dengan adanya kondisi darurat wabah
COVID-19. Hal tersebut memerlukan keputusan luar biasa. Termasuk langkah
strategis dan dinamis yang dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan KPU. “Ini butuh
dukungan semua pihak. Diharapkan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemik ini,
mampu berjalan dengan mengedepankan azas transparan. Sebab, ini merupakan
pemenuhan hak demokrasi setiap warga negara,” papar Sujono.

Seiring kebijakan kehidupan
normal baru, pemerintah telah membuka kembali aktivitas masyarakat secara
terbatas. Hal ini dinilai jelas berdampak. Karena itu, perlu dilakukan berbagai
penyesuaian penyelenggaraan pemilihan serentak lanjutan pada 9 Desember 2020.
Demikian juga memberikan kepastian hukum keberlangsungan pengisian jabatan
secara terjadwal. Begitu juga dengan masa jabatan kepala daerah yang akan habis
tugasnya pada Februari 2021. Aturan ini guna menghindari kekosongan jabatan
yang tidak pasti,” lanjutnya.

Baca Juga :  Waspadai Munculnya Klaster Baru Pilkada

Terpisah, pengamat politik dari
Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona
meminta jangan ada kesan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dipaksakan. “Jangan
ini menjadi sekedar pilkada yang prosedural. Ancamannya adalah hajat hidup
rakyat daerah,” tegas Mikhael Raja Muda Bataona.

Dia memahami KPU dan Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) sangat dilematis dengan situasi pandemi saat ini.
“Tetapi sebagai negara yang sudah memilih demokrasi sebagai cara dan sistem
juga sebagai negara hukum, lembaga-lembaga tersebut wajib tunduk pada aturan
main bernegara. Karenanya, meskipun masa pandemi, pilkada harus tetap
dilaksanakan,” tukasnya.

Menurutnya, yang paling penting
adalah perwujudan demokrasi yang substansial lewat pilkada. Hal ini menjadi
tantangan bagi penyelenggara. “Hal yang harus dipahami bahwa konsistensi dan
ketepatan waktu menjalankan Pemilu itu. Selain itu, adalah menghasilkan
kepemimpinan di segala level yang berkualitas dan dipercaya rakyat. Sehingga
memiliki legitimasi yang kuat. Kita berharap KPU dan instrumen terkait bisa
menyiapkan pilkada yang jujur, bebas dan adil bagi penyaluran aspirasi rakyat,”
paparnya.

JAKARTA – Sebanyak 129 dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan
Pilkada 2020 telah melaporkan kondisi keuangannya. Dari 129 daerah tersebut, 57
di antaranya menyatakan mampu untuk membiayai dari APBD. Sementara 141 daerah
lainnya belum membuat laporan.

“Selain itu, daerah tersebut juga
menyatakan mampu membiayai tambahan kebutuhan dari KPU maupun Bawaslu daerah
untuk kebutuhan pilkada. Kemudian 72 daerah ruang fiskalnya memang sulit untuk
meminta bantuan dari APBD. Ini masih belum termasuk 141 daerah lain yang belum melaporkan,”
ujar Mendagri Tito Karnavian di Jakarta, Senin (8/6).

Kemendagri, lanjutnya, telah
melakukan pengecekan ruang fiskal setiap daerah guna memenuhi kebutuhan
pencairan dana hibah untuk pilkada. Hal ini sesuai yang disepakati dalam Naskah
Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). “Pengecekan tersebut juga untuk memastikan
kesanggupan daerah dalam menyediakan anggaran tambahan yang dibutuhkan terkait
protokol kesehatan karena pandemi COVID-19,” jelas Tito.

Mantan Kapolri ini kembali
menegaskan pemerintah daerah untuk segera mencairkan NPHD Pilkada serentak 9
Desember 2020. Tujuannya, agar penyelenggara pemilu dapat menggelar tahapan
kembali pada 15 Juni mendatang.

“Anggaran penyelenggara pemilu
tidak ikut dipotong terkait realisasi anggaran kementerian lembaga. Karena
urgensinya untuk kesuksesan pilkada di tengah pandemi. Kami sudah sampaikan
surat juga kepada Menteri Keuangan agar anggarannya tidak dipotong, berkaitan
dengan kebijakan rasionalisasi. Demikian juga untuk Bawaslu, dan DKPP,” papar
mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Hal senada disampaikan tim Ahli
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Muhammad Rullyandi. Dia menjelaskan
penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 mendatang diharapkan
mengedepankan prinsip demokratis. Tujuan utamanya adalah menciptakan
efektifitas dan stabilitas pemerintahan daerah serta kelangsungan demokrasi.
Selain itu, pilkada ini juga menjaga marwah Indonesia sebagai negara demokrasi
di dunia internasional. Dampaknya pada penilaian stabilitas investasi.

Baca Juga :  Tingkatkan Kualitas Pendidikan, Walikota Resmikan Ruang Laboratorium K

“Penyelenggaraan pilkada kali ini
dengan perbandingan beberapa negara di dunia telah berhasil menyelenggarakan
pemilihan umum saat puncak pandemik COVID-19 berlangsung. Seperti di Korea
Selatan, Jerman, Afrika maupun di Prancis,” ujar Rullyandi, di Jakarta, Senin
(8/6).

Menurutnya, kehendak suara rakyat
dengan mayoritas suara terbanyak adalah proses konstitusional pengisian jabatan
kepala daerah. Tentu dengan jaminan kepastian hukum masa jabatan dan pembatasan
periodesasi. “Setiap warga negara diberikan jaminan perlindungan atas hak
konstitusionalnya. Setiap warga negara berhak dipilih dan memilih dalam
pemilihan umum,” imbuhnya.

Sementara itu, ahli Kebijakan
Publik dari Universitas Brawijaya, Malang, Sujono HS, menjelaskan agenda
nasional penyelenggaraan Pilkada serentak di 270 wilayah untuk Gubernur, Bupati
dan Wali Kota tahun 2020, dihadapkan dengan adanya kondisi darurat wabah
COVID-19. Hal tersebut memerlukan keputusan luar biasa. Termasuk langkah
strategis dan dinamis yang dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan KPU. “Ini butuh
dukungan semua pihak. Diharapkan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemik ini,
mampu berjalan dengan mengedepankan azas transparan. Sebab, ini merupakan
pemenuhan hak demokrasi setiap warga negara,” papar Sujono.

Seiring kebijakan kehidupan
normal baru, pemerintah telah membuka kembali aktivitas masyarakat secara
terbatas. Hal ini dinilai jelas berdampak. Karena itu, perlu dilakukan berbagai
penyesuaian penyelenggaraan pemilihan serentak lanjutan pada 9 Desember 2020.
Demikian juga memberikan kepastian hukum keberlangsungan pengisian jabatan
secara terjadwal. Begitu juga dengan masa jabatan kepala daerah yang akan habis
tugasnya pada Februari 2021. Aturan ini guna menghindari kekosongan jabatan
yang tidak pasti,” lanjutnya.

Baca Juga :  Waspadai Munculnya Klaster Baru Pilkada

Terpisah, pengamat politik dari
Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona
meminta jangan ada kesan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 dipaksakan. “Jangan
ini menjadi sekedar pilkada yang prosedural. Ancamannya adalah hajat hidup
rakyat daerah,” tegas Mikhael Raja Muda Bataona.

Dia memahami KPU dan Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) sangat dilematis dengan situasi pandemi saat ini.
“Tetapi sebagai negara yang sudah memilih demokrasi sebagai cara dan sistem
juga sebagai negara hukum, lembaga-lembaga tersebut wajib tunduk pada aturan
main bernegara. Karenanya, meskipun masa pandemi, pilkada harus tetap
dilaksanakan,” tukasnya.

Menurutnya, yang paling penting
adalah perwujudan demokrasi yang substansial lewat pilkada. Hal ini menjadi
tantangan bagi penyelenggara. “Hal yang harus dipahami bahwa konsistensi dan
ketepatan waktu menjalankan Pemilu itu. Selain itu, adalah menghasilkan
kepemimpinan di segala level yang berkualitas dan dipercaya rakyat. Sehingga
memiliki legitimasi yang kuat. Kita berharap KPU dan instrumen terkait bisa
menyiapkan pilkada yang jujur, bebas dan adil bagi penyaluran aspirasi rakyat,”
paparnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru