PALANGKA
RAYA-Bangkit
dari keterpurukan hidup memang sulit. Banyak orang malah kehilangan semangat.
Jangankan untuk bertahan. Mereka justru semakin dalam hanyut dan tenggelam
dalam masalah dan persoalan. Apalagi bangkit melanjutkan hidup kearah yang
lebih baik? Perlu kekuatan besar untuk bertahan dan perlahan-lahan merajut masa
depan.
Ini tidak berlaku bagi
seorang Gamaliel Toemon. Pria berkacamata itu perlahan-lahan bangkit dari
keterpurukan hidupnya. Ketika harus berurusan dengan persoalan hukum dan
menjalani masa-masa sulit di balik jeruji besi, bapak tiga orang putra itu
tetap tegar. Bahkan dari sanalah dia merancang masa depannya dan keluarga.
“Bagi saya (hukuman,
red) gak ada masalah. Itu adalah bagian dari perjalanan hidup. Jadi saya gak
malu, walaupun banyak juga suara-suara yang kurang nyaman. Meski sesungguhnya
saya juga merasa gak bersalah, he…he… Tapi ya sudah lah,†ungkapnya seraya
mengibaskan tangannya berusaha menepis kenangan masa-masa sulit itu.
Jauh sebelum kejadian
itu, Gamaliel adalah seorang yang terbilang sukses. Dia arsitek jebolan
Universitas Admajaya Yogyakarta. Berhasil membangun sejumlah proyek fenomenal.
Salah satunya adalah Kapal Wisata Susur Sungai
“Rahai Pangun†yang bisa dinikmati di Sungai Kahayan Kota Palangka Raya.
Mitranya bukan hanya lokal, tapi datang dari dalam dan luar negeri.
Nasib berkata lain.
Setelah salah satu proyeknya dinyatakan bermasalah, cerita hidupnya seakan
berpaling haluan. Dia harus menjalani hukumannya dengan penuh perjuangan dan
air mata. Namun dari balik jerujilah dia banyak belajar dan mengajar. Salah
satu diantaranya adalah bertanam hidroponik yang sekarang ditekuninya.
“Ceritanya berawal dari
gerobak sampah. Sebagai koordinator tahanan pendamping (taping) saya minta
sampah-sampah dikumpulkan. Botol dan plastik bekas, serta lainnya. Pernah
terkumpul sampai dua ribu botol. Inilah yang kemudian cikal bakal tanaman
hidroponik. Adanya ini bukan langsung seperti ini,†bebernya di Kebun Budidaya
Tanaman Hidroponik “Anak Pangaringanâ€, kemarin.
Dari rumahnya di Jalan
Christopel Mihing no. 33 itu sampah botol plastik dia buatkan jadi media tanam.
Semula hasilnya hanya dibagi-bagikan buat tetangga, ternyata lama-lama banyak
juga peminatnya. Seiring dengan itu dia belajar dari buku dan internet untuk
mengembangkannya. Bahkan kini dia sudah berani membuka pelatihan dasar bertanam
hidroponik setiap minggunya.
“Mudah saja. Bertani
bisa dilakukan siapa saja. Pertama harus punya hobby. Memang ada alat-alat
penunjang, khusus hidroponik harus ada PH Meter dan TDS Meter, serta sistemnya.
Kalau semua dilakukan dengan ukuran dan takaran yang benar, hasilnya pasti bagus.
Apalagi kalau dirawat,†lanjut Gamal yang mengaku senang karena banyak kalangan
bisa mengikuti pelatihan itu.
Disebutkannya bahwa
pelatihan ini adalah dalam rangka berbagi ilmu atau share skill. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 ini. Pasti
bermanfaat bagi banyak orang. Tak heran banyak juga peserta pelatihan yang
mengaku siap membagikan ilmunya untuk komunitas mereka. Semoga bermanfaat.