27.3 C
Jakarta
Saturday, April 20, 2024

Saatnya Ciptakan Sekolah Aman Asap

BEBERAPA minggu ini wilayah Kalteng nyaris tidak lagi
turun hujan, udara pun mulai terasa lembab. Sebuah pertanda sudah memasuki
musim kemarau. Seperti menjadi sebuah rutinitas kabut asap pun sudah mulai
terasa. Tak diragukan lagi penyebabnya adalah adanya kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah.

Kebakaran hutan dan
lahan (Karhutla) di wilayah Kalimantan terjadi hampir setiap tahun  menimbulkan efek domino yang dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat, berupa bencana kabut asap. Bencana kabut asap ini
bukan hanya telah merugikan lingkungan hidup (ekologi), namun telah
berdampak  langsung pada sektor transportasi,
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Siapa pun bisa menjadi korbannya orang tua
hingga bayi yang baru lahir. Penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
pun meningkat di berbagai layanan kesehatan, terutama dari kalangan Lansia (Lanjut
usia) dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya relatif rentan. Sebenarnya apa
yang dimaksud dengan kabut asap.

Kabut Asap

Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Kabut asap memiliki arti campuran antara kabut dan
asap. Pengertian kabut asap menurut Cambridge Dictionary  adalah campuran antara gas, dan bahan kimia
terutama di kota-kota, yang menyebabkan kesulitan bernafas dan berbahaya bagi
kesehatan (http://dosengeografi.com)

Sedangkan yang
dimaksud dalam tulisan ini kabut asap adalah kasus pencemaran udara berat
akibat kebakaran lahan dan hutan, yang berhari-hari hingga hitungan bulan.

Menurut dr Mulin
Simangunsong MKes, sebaran asap apalagi yang pekat sangat
membahayakan. Asap yang
dihasilkan dari proses pembakaran tersebut terdiri dari polutan berupa partikel
dan gas. Partikel itu adalah silika, oksida besi dan alumunium, gas yang
dihasilkan ada CO, CO2, SO2, NO2, Aldehida, Hidrokarbon dan fluorida. Semua
polutan ini berpotensi sebagai pencetus fibriosis (kekakuan jaringan paru),
pneumoconiosis, sesak napas, alergi sampai menyebabkan  kanker.

Dampak Kabut Asap

Dampak yang
dihasilkan oleh kabut asap sangat luas, secara langsung kabut asap merusak
infrastruktur seperti hilangnya aset pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Dampak ekologi berupa hilangnya spesies langka, tumbuhan pun mengalami
kerusakan sehingga hutan tidak lagi mampu menjalankan fungsinya. Dampak ekonomi
seperti hilangnya keuntungan akibat deforestasi, petani rugi karena tumbuhannya
tidak bisa tumbuh maksimal akibat terpapar kabut asap, dan transportasi juga
terhambat bahkan beberapa bandara tidak bisa beroperasi.

Dampak kesehatan
secara nyata pada manusia, berupa gangguan pernapasan, dengan penderita
terbanyak dari kalangan manula, bayi, dan pengidap penyakit paru. Dampak dalam
sektor pendidikan pun juga menjadi perhatian, beberapa sekolah terpaksa
diliburkan selama dua minggu. Kebijakan ini sesuai dengan instruksi Mendikbud
dalam Surat Edaran (SE) Nomor : 90623/MPK/LL/2015 tertanggal 23 Oktober 2015
yang ditujukan kepala daerah untuk meliburkan siswanya jika kabut asap sudah
mencapai angka ISPU 199ppm.

Baca Juga :  Pemprov Pesan 2 Juta Masker dan 20 Ribu APD

Menurut  Rajib Shaw dkk, pendidikan merupakan kunci
pengurangan risiko dampak bencana. Edukasi tanggap bencana sejak dini akan
melatih masyarakat siap menghadapi bencana. Pengalaman menunjukkan bahwa
tingginya korban atau kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana adalah karena
masyarakat tidak siaga.

Upaya pemerintah
untuk melindungi warga negaranya terhadap bencana melalui disusunnya
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana  yang memuat tentang paradigma baru bahwa
penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan
terkoordinasi. Dan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
penanggulangan bencana saat tidak terjadi bencana adalah upaya preventif untuk
mengurangi risiko bencana, salah satunya dengan memberikan edukasi
kesiapsiagaan bencana kepada peserta didik.

Sudah saatnya dalam
mitigasi bencana anak bisa dijadikan so
sial marketer. Artinya mengajarkan anak sedini
mungkin belajar pengetahuan tentang kebencanaan. Mereka bisa diberdayakan
sebagai agen perubahan agar mempunyai 
kemampuan melindungi diri dan orang-orang di sekitarnya.

Melihat dampak
kabut asap yang sangat berbahaya, edukasi tanggap darurat kabut asap menjadi
pilihan rasional dan mendesak bagi masyarakat di wilayah rawan bencana kabut
asap dan harus menjadi program sekolah. Sekolah dituntut untuk bisa menciptakan
Sekolah Aman Asap, agar bisa menekan risiko korban bila bencana kabut asap
tersebut kembali terjadi.

Sekolah sebagai
lembaga pendidikan tempat penyemaian berbagai ilmu dan keterampilan bagi
siswanya sudah saatnya mulai mampu menunjukkan kemandirian dalam kesiapsiagaan
bencana asap. Keterbatasan pemerintah seharusnya disikapi oleh inisiatif
sekolah melaksanakan kesiapsiagaan bencana secara mandiri dengan mencari
inovasi terbaru dalam melakukannya. Meski demikian program ini tidak akan
berhasil bila tidak ada kerja sama yang baik dari seluruh warga sekolah maupun
instansi terkait.

Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah

Kesiapsiagaan
menurut UU RI No. 24 Tahun 2007 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.

Paradigma baru
dalam penanggulangan bencana lebih diprioritaskan untuk mengurangi risiko
bencana. Kegiatan kesiapsiagaan meliputi : 1. kemampuan menilai risiko, 2. perencanaan
siaga, 3. mobilisasi sumber daya, 4. pendidikan dan pelatihan, 5. koordinasi,
6. mekanisme respons, 7. manajemen informasi, 8. simulasi.

Kesiapsiagaan
merupakan suatu hal yang penting dan harus dibangun di setiap level masyarakat,
terutama di lingkungan sekolah. Karena kita tidak bisa menghindar dari paparan
kabut asap. Sekolah adalah pusat pendidikan selain siswa menuntut ilmu
pengetahuan, siswa perlu diberi keterampilan dalam menjaga kelangsungan
hidupnya (life skill). Selain itu sekolah bisa menjadi penghubung pemerintah
dan masyarakat yang efektif. Siswa umumnya lebih cepat menyerap informasi yang
disampaikan kepadanya, dan mereka dapat memadukan antara ilmu dan keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan itu siswa bisa berfungsi menjadi sumber
pengetahuan bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dan yang tak kalah penting
sekolah juga memiliki peran  membentuk
siswa dalam berperilaku sehat dan aman. 

Baca Juga :  Tim Jurnalis Pantau Lokasi TMMD 108

Pencegahan terhadap
bencana menjadi salah satu focus di sekolah dengan memberdayakan siswa untuk
memahami tanda-tanda datangnya bencana serta langkah-langkah yang harus diambil
untuk mengurangi risiko dan mencegah jatuhnya korban bencana. Jadi
kesiapsiagaan di lingkungan sekolah dalam menciptakan sekolah aman asap hendaknya
bisa dimasukkan dalam pembelajaran, termasuk program Bimbingan dan Konseling.
Melalui layanan informasi  dapat
disampaikan dalam berbagai format, contohnya: dalam bentuk ceramah dan dialog,
stiker, simulasi, papan bimbingan, leaflet, dan sebagainya.

Sekolah Aman Asap

Sekolah Aman Asap
adalah sebuah kondisi sekolah yang ruang kelasnya dikondisikan tetap aman dan
nyaman selama terjadinya bencana kabut asap. Menurut Zelly Nurachman  salah seorang pakar dari ITB mengatakan,
bahwa tujuan Sekolah Aman Asap adalah untuk menyiapkan sekolah dengan kualitas
udara yang aman sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan normal pada
saat terjadi kabut asap  (2015).

Sekolah Aman Asap
ini sudah diujicobakan  pada tahun 2015
di SDN N0 181/IV Kelurahan Lebak Bandung, Jelutung, Jambi. Ruang kelas yang
sudah dipasangi penyaring udara berhasil menekan dampak bahaya asap bagi
pelajar. Dari hasil uji coba tersebut menunjukkan ISPU di luar ruangan yang
tadinya 280ppm dengan sistem ini bisa menurunkan tingkat pencemaran hingga
menjadi 70ppm.

Sistem ini digagas
oleh Zeilly Nurachman, seorang Penggiat minyak laut dari mikroalga biokimia
Institut Teknologi Bandung (ITB). Konsep dasarnya adalah menyaring udara yang
masuk ke dalam ruangan dengan menggunakan dakron atau kain yang selalu harus
dalam kondisi basah. Akuarium (bisa diganti dengan baskom) yang diberi alga dan
filter akan menyerap partikel yang tidak tersaring oleh dakron, kipas angin
harus tetap ada (2016). Sistem Sekolah Aman Asap ini sangat terjangkau dan bisa
diterapkan di sekolah maupun di rumah.

Sebagai langkah
lanjutan sekolah perlu membentuk Tim Siaga Bencana di sekolah agar program
kesiapsiagaan yang telah disusun mampu berdayaguna dan berhasil guna.
(*)

(Penulis adalah Guru BK SMA
Negeri 2 Katingan Hilir, Pengurus Daerah IGI
Katingan)

BEBERAPA minggu ini wilayah Kalteng nyaris tidak lagi
turun hujan, udara pun mulai terasa lembab. Sebuah pertanda sudah memasuki
musim kemarau. Seperti menjadi sebuah rutinitas kabut asap pun sudah mulai
terasa. Tak diragukan lagi penyebabnya adalah adanya kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi di wilayah Kalimantan Tengah.

Kebakaran hutan dan
lahan (Karhutla) di wilayah Kalimantan terjadi hampir setiap tahun  menimbulkan efek domino yang dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat, berupa bencana kabut asap. Bencana kabut asap ini
bukan hanya telah merugikan lingkungan hidup (ekologi), namun telah
berdampak  langsung pada sektor transportasi,
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Siapa pun bisa menjadi korbannya orang tua
hingga bayi yang baru lahir. Penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
pun meningkat di berbagai layanan kesehatan, terutama dari kalangan Lansia (Lanjut
usia) dan anak-anak yang daya tahan tubuhnya relatif rentan. Sebenarnya apa
yang dimaksud dengan kabut asap.

Kabut Asap

Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Kabut asap memiliki arti campuran antara kabut dan
asap. Pengertian kabut asap menurut Cambridge Dictionary  adalah campuran antara gas, dan bahan kimia
terutama di kota-kota, yang menyebabkan kesulitan bernafas dan berbahaya bagi
kesehatan (http://dosengeografi.com)

Sedangkan yang
dimaksud dalam tulisan ini kabut asap adalah kasus pencemaran udara berat
akibat kebakaran lahan dan hutan, yang berhari-hari hingga hitungan bulan.

Menurut dr Mulin
Simangunsong MKes, sebaran asap apalagi yang pekat sangat
membahayakan. Asap yang
dihasilkan dari proses pembakaran tersebut terdiri dari polutan berupa partikel
dan gas. Partikel itu adalah silika, oksida besi dan alumunium, gas yang
dihasilkan ada CO, CO2, SO2, NO2, Aldehida, Hidrokarbon dan fluorida. Semua
polutan ini berpotensi sebagai pencetus fibriosis (kekakuan jaringan paru),
pneumoconiosis, sesak napas, alergi sampai menyebabkan  kanker.

Dampak Kabut Asap

Dampak yang
dihasilkan oleh kabut asap sangat luas, secara langsung kabut asap merusak
infrastruktur seperti hilangnya aset pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Dampak ekologi berupa hilangnya spesies langka, tumbuhan pun mengalami
kerusakan sehingga hutan tidak lagi mampu menjalankan fungsinya. Dampak ekonomi
seperti hilangnya keuntungan akibat deforestasi, petani rugi karena tumbuhannya
tidak bisa tumbuh maksimal akibat terpapar kabut asap, dan transportasi juga
terhambat bahkan beberapa bandara tidak bisa beroperasi.

Dampak kesehatan
secara nyata pada manusia, berupa gangguan pernapasan, dengan penderita
terbanyak dari kalangan manula, bayi, dan pengidap penyakit paru. Dampak dalam
sektor pendidikan pun juga menjadi perhatian, beberapa sekolah terpaksa
diliburkan selama dua minggu. Kebijakan ini sesuai dengan instruksi Mendikbud
dalam Surat Edaran (SE) Nomor : 90623/MPK/LL/2015 tertanggal 23 Oktober 2015
yang ditujukan kepala daerah untuk meliburkan siswanya jika kabut asap sudah
mencapai angka ISPU 199ppm.

Baca Juga :  Pemprov Pesan 2 Juta Masker dan 20 Ribu APD

Menurut  Rajib Shaw dkk, pendidikan merupakan kunci
pengurangan risiko dampak bencana. Edukasi tanggap bencana sejak dini akan
melatih masyarakat siap menghadapi bencana. Pengalaman menunjukkan bahwa
tingginya korban atau kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana adalah karena
masyarakat tidak siaga.

Upaya pemerintah
untuk melindungi warga negaranya terhadap bencana melalui disusunnya
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana  yang memuat tentang paradigma baru bahwa
penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan
terkoordinasi. Dan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
penanggulangan bencana saat tidak terjadi bencana adalah upaya preventif untuk
mengurangi risiko bencana, salah satunya dengan memberikan edukasi
kesiapsiagaan bencana kepada peserta didik.

Sudah saatnya dalam
mitigasi bencana anak bisa dijadikan so
sial marketer. Artinya mengajarkan anak sedini
mungkin belajar pengetahuan tentang kebencanaan. Mereka bisa diberdayakan
sebagai agen perubahan agar mempunyai 
kemampuan melindungi diri dan orang-orang di sekitarnya.

Melihat dampak
kabut asap yang sangat berbahaya, edukasi tanggap darurat kabut asap menjadi
pilihan rasional dan mendesak bagi masyarakat di wilayah rawan bencana kabut
asap dan harus menjadi program sekolah. Sekolah dituntut untuk bisa menciptakan
Sekolah Aman Asap, agar bisa menekan risiko korban bila bencana kabut asap
tersebut kembali terjadi.

Sekolah sebagai
lembaga pendidikan tempat penyemaian berbagai ilmu dan keterampilan bagi
siswanya sudah saatnya mulai mampu menunjukkan kemandirian dalam kesiapsiagaan
bencana asap. Keterbatasan pemerintah seharusnya disikapi oleh inisiatif
sekolah melaksanakan kesiapsiagaan bencana secara mandiri dengan mencari
inovasi terbaru dalam melakukannya. Meski demikian program ini tidak akan
berhasil bila tidak ada kerja sama yang baik dari seluruh warga sekolah maupun
instansi terkait.

Kesiapsiagaan Bencana di Sekolah

Kesiapsiagaan
menurut UU RI No. 24 Tahun 2007 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.

Paradigma baru
dalam penanggulangan bencana lebih diprioritaskan untuk mengurangi risiko
bencana. Kegiatan kesiapsiagaan meliputi : 1. kemampuan menilai risiko, 2. perencanaan
siaga, 3. mobilisasi sumber daya, 4. pendidikan dan pelatihan, 5. koordinasi,
6. mekanisme respons, 7. manajemen informasi, 8. simulasi.

Kesiapsiagaan
merupakan suatu hal yang penting dan harus dibangun di setiap level masyarakat,
terutama di lingkungan sekolah. Karena kita tidak bisa menghindar dari paparan
kabut asap. Sekolah adalah pusat pendidikan selain siswa menuntut ilmu
pengetahuan, siswa perlu diberi keterampilan dalam menjaga kelangsungan
hidupnya (life skill). Selain itu sekolah bisa menjadi penghubung pemerintah
dan masyarakat yang efektif. Siswa umumnya lebih cepat menyerap informasi yang
disampaikan kepadanya, dan mereka dapat memadukan antara ilmu dan keterampilan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan itu siswa bisa berfungsi menjadi sumber
pengetahuan bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Dan yang tak kalah penting
sekolah juga memiliki peran  membentuk
siswa dalam berperilaku sehat dan aman. 

Baca Juga :  Tim Jurnalis Pantau Lokasi TMMD 108

Pencegahan terhadap
bencana menjadi salah satu focus di sekolah dengan memberdayakan siswa untuk
memahami tanda-tanda datangnya bencana serta langkah-langkah yang harus diambil
untuk mengurangi risiko dan mencegah jatuhnya korban bencana. Jadi
kesiapsiagaan di lingkungan sekolah dalam menciptakan sekolah aman asap hendaknya
bisa dimasukkan dalam pembelajaran, termasuk program Bimbingan dan Konseling.
Melalui layanan informasi  dapat
disampaikan dalam berbagai format, contohnya: dalam bentuk ceramah dan dialog,
stiker, simulasi, papan bimbingan, leaflet, dan sebagainya.

Sekolah Aman Asap

Sekolah Aman Asap
adalah sebuah kondisi sekolah yang ruang kelasnya dikondisikan tetap aman dan
nyaman selama terjadinya bencana kabut asap. Menurut Zelly Nurachman  salah seorang pakar dari ITB mengatakan,
bahwa tujuan Sekolah Aman Asap adalah untuk menyiapkan sekolah dengan kualitas
udara yang aman sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan normal pada
saat terjadi kabut asap  (2015).

Sekolah Aman Asap
ini sudah diujicobakan  pada tahun 2015
di SDN N0 181/IV Kelurahan Lebak Bandung, Jelutung, Jambi. Ruang kelas yang
sudah dipasangi penyaring udara berhasil menekan dampak bahaya asap bagi
pelajar. Dari hasil uji coba tersebut menunjukkan ISPU di luar ruangan yang
tadinya 280ppm dengan sistem ini bisa menurunkan tingkat pencemaran hingga
menjadi 70ppm.

Sistem ini digagas
oleh Zeilly Nurachman, seorang Penggiat minyak laut dari mikroalga biokimia
Institut Teknologi Bandung (ITB). Konsep dasarnya adalah menyaring udara yang
masuk ke dalam ruangan dengan menggunakan dakron atau kain yang selalu harus
dalam kondisi basah. Akuarium (bisa diganti dengan baskom) yang diberi alga dan
filter akan menyerap partikel yang tidak tersaring oleh dakron, kipas angin
harus tetap ada (2016). Sistem Sekolah Aman Asap ini sangat terjangkau dan bisa
diterapkan di sekolah maupun di rumah.

Sebagai langkah
lanjutan sekolah perlu membentuk Tim Siaga Bencana di sekolah agar program
kesiapsiagaan yang telah disusun mampu berdayaguna dan berhasil guna.
(*)

(Penulis adalah Guru BK SMA
Negeri 2 Katingan Hilir, Pengurus Daerah IGI
Katingan)

Terpopuler

Artikel Terbaru