Site icon Prokalteng

Metal Bersiap Menuju Paris

metal-bersiap-menuju-paris

METAL, kolaborasi antara
Ensembel Tikoro (Bandung) dan Lucy Guerin Inc (Melbourne), baru saja selesai
dalam rangkaian pentas perdana di Melbourne, Australia. Kini, karya yang
memadukan tari dan ensemble vokal khas musik metal itu tengah bersiap menuju
pertunjukan berikutnya di Paris, Prancis. Robi Rusdiana dari Ensembel Tikoro
menyebut karya berdurasi 60 menit ini malah belum mendapat kepastian
dipanggungkan di Indonesia.

’’Teman-teman juga banyak yang
bertanya kapan Metal dipentaskan di Indonesia,’’ kata Robi. Menurutnya, sempat
ada tawaran dari sebuah festival tari di Indonesia untuk
menghadirkan Metal pada tahun ini. Namun, tawaran tersebut belum
mendapat kepastian lebih lanjut. Yang pasti, menurut
Robi, Metal telah mendapat jadwal naik panggung di Theatre de la
Ville, Paris, Prancis pada 2021 mendatang.

Di
Melbourne, Metal hadir dalam Asia Triennial of Performing
Arts (TOPA). Festival seni pertunjukan tiga tahun sekali tersebut
menampilkan beragam pementasan dari berbagai negara di Asia Pasifik. Sepanjang
Februari-Maret 2020, Asia TOPA menyuguhkan karya-karya pilihan dari
seniman-seniman Jepang, Tiongkok, Indonesia, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan
Australia dalam berbagai bentuk seni pertunjukan.

Pada pementasan
perdananya, Metal menarik banyak penonton di Play House, Art Center
Melbourne. Karya yang telah disiapkan sejak tiga tahun lalu ini menawarkan
pertemuan antar-disiplin seni berbeda dalam satu panggung. Dari bangku
penonton, pertemuan antara musik dan tari tersebut menghadirkan performatifitas
yang kuat. Dengan lugas penonton mendapati rupa perjumpaan antara ensemble
vokal yang memainkan timbre pita suara khas musik metal dengan koreografi tari
kontemporer selama satu jam.

Dalam pengantarnya, Lucy
Guerin yang menjadi koreografer dan sutradara Metal bersama Robi,
menyebut karya ini mempertemukan banyak hal. ’’Lima penari dan delapan orang
metal heads berbagi panggung dalam perjumpaan kultural yang melintasi bentuk
seni, bahasa, dan keyakinan,’’ jelasnya. Pada
prosesnya, Metal memantik para penari, yang semuanya berasal dari
Australia, menjadi ingin tahu lebih jauh tentang apa itu musik metal beserta
rupa-rupa situasi sosiokulturalnya di Indonesia. Sebaliknya, para metal
heads dari Ensembel Tikoro mendapat banyak pengetahuan segar tentang tari
yang selama ini jauh dari cara berkesenian mereka.

Di arena
pertunjukan, Metal dibuka dengan satu penari yang berdiri dalam
lingkaran sorot lampu di tengah panggung. Hembusan asap dari punggung penari
meruap pelan mengikuti koreografi tubuh yang tak keluar lingkaran sorot lampu.
Suara garau kemudian menyelisik memecah hening seiring kemunculan Ensembel
Tikoro di atas panggung. Panggung lantas menyuguhkan suara-suara dari ranah
metal yang berkelindan dengan pola gerak terkoreografi.

Metal menawarkan
pengalaman visual menarik yang bersumber dari koreografi rapi dan intens di
antara sorot tata cahaya. Di saat sama, Metal memberi sensasi
pendengaran dari komposisi vokal Ensembel Tikoro. Tak hanya
suara scream melengking, serak ala grunt, namun
juga growl yang garau. Komposisi vokal yang diolah Robi tampaknya
menantang para anggota Ensembel Tikoro untuk menjajal batas kemampuan timbre
pita suara mereka. Metal ditutup oleh Mita Siti Kulsum yang melengkingkan
secuil notasi Pantun Buhun khas Sunda.(tir/ila)

 

Exit mobile version