28.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Sajak F Aziz Manna

Lanskap Wabah

kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair, tapi
ketika tulah mewabah dari segala arah, kami dipaksa membangun kembali
batas-batas, menutup pintu, mengunci jalan, mengadang segala pertemuan, padahal
kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair.

jalan-jalan hangus dibakar
matahari

tanpa satu pun bayangan yang
menutupi

sepatu-sepatu berdebu

tanpa bekas tanah di telapaknya

senja dikuasai lagu angin, malam
beku

suara-suara penolakan berkibaran

”aku hidup bersamamu, tapi tidak
bersamamu!

masamu telah habis, tapi waktuku
terus melaju.”

(2020)

_______________

Karnaval Merdeka

In Memoriam Pakdhe Jahid dan Para
Korban Covid-19

minggu selepas subuh

kesibukan-kesibukan telah
dimulai:

permandian, hias-hiasan, hidangan

Baca Juga :  Kebaya Merah di Tebing Kanal

dengung percakapan

warna merah menyembur di
cakrawala

biasnya merona di wajah para
pebegadang

setelah lengkap, setelah semua
siap

sebelum berangkat, kesaksian
diungkap:

sae! sae! sae!

dan iring-iringan berjalan

dipandu tandu berpayung hanya
satu

hitam. dalam angan-angan

(Agustus, 2017-2020)

_______________

Kalimas

malam terang di kalimas yang
lengang, tanganmu enggan kupegang, wajahmu tak mau kupandang.

siwalan, eh sialan! ada apa
garangan, eh gerangan?

kutarik napas panjang, kurapal
ajian kartolo dan baseman, tapi tak mempan.

kau tetap diam. emoh kupandang,
emoh kupegang.

aku pun diam. sungkan tak
karu-karuan, memandangi ikan-ikan bermesraan (menghinaku!).

setengah putus asa, dirubung
bingung, dalam hati aku berkata: kau ini serupa patung saja!

Baca Juga :  Di Bawah Naungan Cebolang

dan setan lewat mengamininya,
membuat rasa bersalahku berkecambah serupa akar liar merambati jembatan mencari
tanah lapang.

aku gagal menyelamatkanmu, gagal
membawamu serta bersamaku.

dan aku bersekutu dengan mendung,
menciptakan musim-musim muram.

dalam hujan air mataku, kupeluk
tubuhmu hingga purna tubuhku melumutimu.

(2018)

_________

F. AZIZ MANNA. Penulis kelahiran
Sidoarjo, 8 Desember 1978. Alumnus Ponpes Tambak Beras Jombang. Beberapa buku
puisi tunggalnya: ”Jihwagravancana” (Airlangga University Press, 2019),
”Playon” (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015) dan diterbitkan ulang Pagan Press
tahun 2016 mendapatkan Kusala Sastra Khatulistiwa ke-16 dan diterbitkan ulang
oleh Grasindo.

Lanskap Wabah

kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair, tapi
ketika tulah mewabah dari segala arah, kami dipaksa membangun kembali
batas-batas, menutup pintu, mengunci jalan, mengadang segala pertemuan, padahal
kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair.

jalan-jalan hangus dibakar
matahari

tanpa satu pun bayangan yang
menutupi

sepatu-sepatu berdebu

tanpa bekas tanah di telapaknya

senja dikuasai lagu angin, malam
beku

suara-suara penolakan berkibaran

”aku hidup bersamamu, tapi tidak
bersamamu!

masamu telah habis, tapi waktuku
terus melaju.”

(2020)

_______________

Karnaval Merdeka

In Memoriam Pakdhe Jahid dan Para
Korban Covid-19

minggu selepas subuh

kesibukan-kesibukan telah
dimulai:

permandian, hias-hiasan, hidangan

Baca Juga :  Kebaya Merah di Tebing Kanal

dengung percakapan

warna merah menyembur di
cakrawala

biasnya merona di wajah para
pebegadang

setelah lengkap, setelah semua
siap

sebelum berangkat, kesaksian
diungkap:

sae! sae! sae!

dan iring-iringan berjalan

dipandu tandu berpayung hanya
satu

hitam. dalam angan-angan

(Agustus, 2017-2020)

_______________

Kalimas

malam terang di kalimas yang
lengang, tanganmu enggan kupegang, wajahmu tak mau kupandang.

siwalan, eh sialan! ada apa
garangan, eh gerangan?

kutarik napas panjang, kurapal
ajian kartolo dan baseman, tapi tak mempan.

kau tetap diam. emoh kupandang,
emoh kupegang.

aku pun diam. sungkan tak
karu-karuan, memandangi ikan-ikan bermesraan (menghinaku!).

setengah putus asa, dirubung
bingung, dalam hati aku berkata: kau ini serupa patung saja!

Baca Juga :  Di Bawah Naungan Cebolang

dan setan lewat mengamininya,
membuat rasa bersalahku berkecambah serupa akar liar merambati jembatan mencari
tanah lapang.

aku gagal menyelamatkanmu, gagal
membawamu serta bersamaku.

dan aku bersekutu dengan mendung,
menciptakan musim-musim muram.

dalam hujan air mataku, kupeluk
tubuhmu hingga purna tubuhku melumutimu.

(2018)

_________

F. AZIZ MANNA. Penulis kelahiran
Sidoarjo, 8 Desember 1978. Alumnus Ponpes Tambak Beras Jombang. Beberapa buku
puisi tunggalnya: ”Jihwagravancana” (Airlangga University Press, 2019),
”Playon” (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015) dan diterbitkan ulang Pagan Press
tahun 2016 mendapatkan Kusala Sastra Khatulistiwa ke-16 dan diterbitkan ulang
oleh Grasindo.

Terpopuler

Artikel Terbaru