Lanskap Wabah
kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair, tapi
ketika tulah mewabah dari segala arah, kami dipaksa membangun kembali
batas-batas, menutup pintu, mengunci jalan, mengadang segala pertemuan, padahal
kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair.
jalan-jalan hangus dibakar
matahari
tanpa satu pun bayangan yang
menutupi
sepatu-sepatu berdebu
tanpa bekas tanah di telapaknya
senja dikuasai lagu angin, malam
beku
suara-suara penolakan berkibaran
â€aku hidup bersamamu, tapi tidak
bersamamu!
masamu telah habis, tapi waktuku
terus melaju.â€
(2020)
_______________
Karnaval Merdeka
In Memoriam Pakdhe Jahid dan Para
Korban Covid-19
minggu selepas subuh
kesibukan-kesibukan telah
dimulai:
permandian, hias-hiasan, hidangan
dengung percakapan
warna merah menyembur di
cakrawala
biasnya merona di wajah para
pebegadang
setelah lengkap, setelah semua
siap
sebelum berangkat, kesaksian
diungkap:
sae! sae! sae!
dan iring-iringan berjalan
dipandu tandu berpayung hanya
satu
hitam. dalam angan-angan
(Agustus, 2017-2020)
_______________
Kalimas
malam terang di kalimas yang
lengang, tanganmu enggan kupegang, wajahmu tak mau kupandang.
siwalan, eh sialan! ada apa
garangan, eh gerangan?
kutarik napas panjang, kurapal
ajian kartolo dan baseman, tapi tak mempan.
kau tetap diam. emoh kupandang,
emoh kupegang.
aku pun diam. sungkan tak
karu-karuan, memandangi ikan-ikan bermesraan (menghinaku!).
setengah putus asa, dirubung
bingung, dalam hati aku berkata: kau ini serupa patung saja!
dan setan lewat mengamininya,
membuat rasa bersalahku berkecambah serupa akar liar merambati jembatan mencari
tanah lapang.
aku gagal menyelamatkanmu, gagal
membawamu serta bersamaku.
dan aku bersekutu dengan mendung,
menciptakan musim-musim muram.
dalam hujan air mataku, kupeluk
tubuhmu hingga purna tubuhku melumutimu.
(2018)
_________
F. AZIZ MANNA. Penulis kelahiran
Sidoarjo, 8 Desember 1978. Alumnus Ponpes Tambak Beras Jombang. Beberapa buku
puisi tunggalnya: â€Jihwagravancana†(Airlangga University Press, 2019),
â€Playon†(Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015) dan diterbitkan ulang Pagan Press
tahun 2016 mendapatkan Kusala Sastra Khatulistiwa ke-16 dan diterbitkan ulang
oleh Grasindo.